“Siapa yang menjadikan perkataan orang-orang barat sebagai undang-undang yang dijadikan rujukan hukum di dalam masalah darah, kemaluan dan harta dan dia mendahulukannya terhadap apa yang sudah diketahui dan jelas baginya dari apa yang terdapat di dalam Kitab ALLAAH dan sunnah Rasul-NYA, maka dia itu tanpa diragukan lagi adalah kafir murtad bila terus bersikeras diatasnya dan tidak kembali berhukum dengan apa yang telah diturunkan ALLAAH dan tidak bermanfaat baginya nama apa pun yang dengannya dia menamai dirinya (klaim muslim) dan (tidak bermanfaat juga baginya) amalan apa saja dari amalan-amalan dhahir, baik shalat, shaum, haji dan yang lainnya.”
Bahkan vonis kafir murtad berlaku bagi hakim (pemerintah) yang menerapkan mayoritas hukum Islam, namun di dalam masalah tertentu (umpamanya di dalam masalah zina) dibuat undang-undang buatan yang bertentangan dengan hukum Islam, sehingga setiap berzina tidak dikenakan hukum Islam, tetapi terkena undang-undang itu, maka sesuai aqidah Ahlus Sunnah, si hakim itu adalah kafir murtad juga, bahkan meskipun si hakim (pemerintahan) tersebut mengatakan bahwa hukum Islam yang paling adil dan kami salah.”[Majmu Fatawa 12/280 dan 6/189, dari kitab Raf’ullaimah, Muhammad Salim Ad Dausariy.]
Telah menjadi ijma' ulama bahwa menetapkan undang-undang selain hukum ALLAAH dan berhukum kepada undang-undang tersebut merupakan kafir akbar yang mengeluarkan dari milah (Din Islam). Ibnu Katsir berkata setelah menukil perkataan imam Al Juwaini tentang Ilyasiq yang menjadi undang-undang bangsa Tatar :
"Barang siapa meninggalkan syari’at yang telah muhkam yang diturunkan kepada Muhammad bin AbduLLAAH penutup seluruh nabi dan berhukum
kepada syari’at-syari’at lainnya yang telah mansukh (dihapus oleh Islam), maka
ia telah kafir. Lantas bagaimana dengan orang yang berhukum kepada alyasiq dan mendahulukannya
atas syariat ALLAAH? Siapa melakukan hal itu berart telah kafir menurut ijma' kaum muslimin."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Sudah menjadi pengetahuan
bersama dari dien kaum muslimin dan menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa orang yang memperbolehkan mengikuti selain dinul Islam atau
mengikuti syari’at (perundang -undangan) selain syari’at nabi Muhammad ShallaLLAAHu 'alaihi wa salam
maka ia telah kafir seperti kafirnya orang yang
beriman dengan sebagian Al Kitab dan mengkafiri sebagian lainnya
Sebagaimana Kalam ALLAAH , "Sesungguhnya orang-orang yang kafir dengan
ALLAAH dan para Rasul-NYA dan bermaksud membeda-bedakan antara
(keimanan) kepada ALLAAH dan para rasul-NYA ..." {QS. An Nisa':150}
Beliau juga mengatakan dalam Majmu' Fatawa," Manusia kapan saja
menghalalkan hal yang telah disepakati keharamannya atau mengharamkan hal
yang telah disepakati kehalalannya atau merubah syari’at ALLAAH yang telah
disepakati maka ia kafir murtad berdasar kesepakatan ulama."
Syaikh Syanqithi dalam Adhwaul Bayan dalam menafsirkan Kalam ALLAAH,
"Jika kalian mentaati mereka maka kalian telah berbuat syirik." Ini adalah
sumpah ALLAAH DIA bersumpah bahwa setiap orang yang mengikuti setan
dalam menghalalkan bangkai, dirinya telah musyrik dengan kesyirirkan yang
mengeluarkan dirinya dari milah menurut ijma' kaum muslimin."
Abdul Qadir Audah mengatakan, "Tidak ada perbedaan pendapat di antara para
ulama mujtahidin, baik secara perkataan maupun keyakinan, bahwa tidak ada
ketaatan atas makhluk dalam bermaksiat kepada SANG PENCIPTA dan
bahwasanya menghalalkan hal yang keharamannya telah disepakati seperti zina,
minuman keras, membolehkan meniadakan hukum hudud, meniadakan hukum-
hukum Islam dan menetapkan undang-undang yang tidak diizinkan ALLAAH
berarti telah kafir dan murtad, dan hukum keluar dari penguasa muslim yang
murtad adalah wajib atas diri kaum muslimin."
Begitu juga ditutrkan oleh Ulama2 kontemporer, sbb:
1.Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam risalah beliau Tahkimul Qawanin,
"Sesungguhnya termasuk kafir akbar yang sudah nyata adalah memposisikan
undang-undang positif yang terlaknat kepada posisi apa yang dibawa oleh ruhul
amien (Jibril) kepada hati Muhammad supaya menjadi peringatan dengan bahasa
arab yang jelas dalam memutuskan perkara di antara manusia dan mengembalikan
perselisihan kepadanya, karena telah menentang Kalam ALLAAH :
"…Maka jika kalian berselisih dalam suatu, kembalikanlah kepada ALLAAH dan
Rasul-NYA jika kalian beriman kepada ALLAAH dan hari akhir…" [Risalat Tahkimil Qawanin hal. 5]
Beliau juga mengatakan dalam risalah yang sama, "Pengadilan-pengadilan
tandingan ini sekarang ini banyak sekali terdapat di negara-negara Islam, terbuka
dan bebas untuk siapa aja. Masyarakat bergantian saling berhukum kepadanya Para hakim memutuskan perkara mereka dengan hukum yang menyelisihi hokum
Al-Qur'an dan As-Sunah, dengan berpegangan kepada undang-undang positif
tersebut. Bahkan para hakim ini mewajibkan dan mengharuskan masyarakat
(untuk menyelesaikan segala kasus dengan undang-undang tersebut) serta mereka
mengakui keabsahan undang-undang tersebut. Adakah kekufuran yang lebih
besar dari hal ini? Penentangan mana lagi terhadap Al-Qur'an dan As-Sunah yang
lebih berat dari penentangan mereka seperti ini dan pembatal syahadat
"Muhammad dalah utusan ALLAAH" mana lagi yang lebih besar dari hal ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI