Setelah lulus SMA saya juga pernah 8 tahun membantu progam pembinaan karakter di 3 sekolah swasta katolik ( SMPK, SMAK, dan SMKK ) di Surabaya, semakin lama saya berada di sana jujur saya semakin tidak bisa merumuskan standard yang baik dalam mendidik siswa. Setiap guru mempunyai cara mendidik yang berbeda-beda, gaya komunikasi yang tidak sama, dan punya standard keras dan tegas yang berbeda-beda juga. Dan setiap anak pun mempunyai penerimaan yang berbeda-beda pula. Kadang para guru mencurhatkan kalau mereka tidak bisa terlalu keras baik dalam mendidik maupun dalam memberikan penilaian karena aturan yang telah berubah.
Pada dasarnya saya tidak setuju dengan guru yang mendidik dengan memukul tapi saya pernah melihat sendiri guru yang menghajar siswanya karena siswa itu terlalu kurang ajar dan menantang sang guru berkelahi. Saya rasa guru pun manusia yang berhak membela dirinya.
Saya pernah mengatakan kepada junior saya ( di bagian pembinaan karakter )," jangan karena kamu ingin dilihat sebagai pembimbing yang baik, santun, pemaaf kamu jadi tidak bisa tegas terhadap mereka, mungkin saat kamu menghukum kamu akan iba, sedih tapi kamu harus yakin, dari pada melihat mereka jadi orang yang tidak baik nanti, lebih baik mereka dihukum sekarang.Â
Dan yang terpenting lagi bila mereka sudah dihukum dan kamu melihat masih ada amarah di hatinya kamu harus rekonsiliasi dan menjelaskan kenapa kamu menghukum dia.
Saya tahu kalau kenakalan anak kemungkinan berasal dari salah asuh terutama dalam keluarga, namun jangan sampai masalah keluarga menjadi alasan untuk mereka melakukan kesalahan dan mendapat maaf. Kebetulan kemarin  ( 18/03/2017 ) saya melihat berita tawuran pelajar di Jakarta yang mengakibatkan kematian seorang pelajar. Bila sudah begini, masihkan kita berkata dengan naif kalau kalau pelaku tawuran tidak boleh dikeluarkan dari sekolah. Masihkan kita ingin menjerumuskan nasib pelajar yang menjadi pelaku dengan tidak memberikan hukuman berat bagi mereka ? Masihkah kita "menganak"an mereka dengan selalu menganggap mereka korban dan belum dewasa untuk meneriba akibat dari perbuatan mereka ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H