Kamu tu keras kepala sekali ya, berapa susahnya sih nurut sama Mas.
Mas, yang keras kepala,ya Mas yang ngotot jual rumah ini. Sudahlah Mas, kalau hanya membicarakan ini lagi. Lebih baik kita sudahi aja. Kalau Mas, sayang sama keluarga ini mas, mas tidak akan menjual tanah ini.
Ah terserah kamulah! Mas pergi dulu.
Aku bingung bagaimana membujuk istriku supaya mau menjual rumah ini. Akhirnya aku pergi kewarung pak lumban. Sesampai di sana. Aku memesan kopi.
Ah, Ahmad sudah lama kau tidak kesini, kemana aja kau? Itu muka kayak lepat medan. Ada apa?
Aku sibuk di sawah Pak, Â maklumlah mau masa panen.
Aku. Lagi ada masalah. Istriku masih ngotot dia tidak mau di jual Rumah reot itu.
Ah kau itu, tidak pandai merayu. Coba lah kau bawa istri kau jalan kekota, kau belikan dia bunga atau apa gitu.
Mana lah dia mau itu pak lumban. Tapi kalau hadiah mungkin bisa aku pertimbangkan.
Aku pikir, sudah lama sekali aku tidak memberi hadiah untuk istriku, sejak akad sampai sekarang. Anak ku pun sudah kuliah.
Sama siapa aku bisa pesan hadiah itu pak lumban?
Hah, kau ingat si zul anak pak sueb. Yang sekrang balik kekampung ini.