Aku pernah membanggakanmu, ayah.
Yang gagah memakai seragamnya
Patriot negara yang selalu hebat dimata dunia
Aku juga pernah menyangka kau keji.
Begitu brutalnya kau menghajarku hingga babak belur dan darah mengalir di mulutku
Seperti penjahat melakukan tindak kriminal
hanya karena mencari ikan sepulang sekolah
untuk menghibur diri dari kesepian,
itupun masih kau tambahi dengan Tunjangan
yang kau lakukan di leherku;
bila Ibu tak buru-buru
sudah melayanglah nyawaku.
Aku selalu mengira aku bukan anakmu, ayah!
Kau selalu merendahkan aku,
Menganggap aku adalah Aibmu
Menganggap aku adalah Bebanmu.
Dimanapun kau berada kehinaan namaku melekat
Dari bibirmu.
Aku selalu mengira kau tidak cinta pada ibuku, ayah!
Perempuan yang membesarkan aku, dengan
Penuh nanah dan airmata, penuh hutang lilit pinggang
Hanya untuk memenuhi kehidupan.
Hampir setiap malam bogem mentah kau layangkan pada ibuku ketika perdebatan di rumah.
Sekarang aku sadar, itu ayah?
Di luar sana kau di baggakan oleh orang-orang,
Kau di anggap pahlawan mereka
Kau luar biasa
Patriot dalam negara
Tapi buruk sebagai Kepala Keluarga
Sadarkah kau, Ayah?
Orang bercerita kemewahan tentangmu
Sementara kami keliling jualan, ngais-ngais tong sampah karenamu untuk bertahan dalam kehidupan.
Hah, manalah mungkin kau sadar, ayah!
Kaukan seperti batang pisang, memiliki jantung tapi tidak memiliki hati.
Saat aku mendengar kau menikah lagi,
Hatiku hancur, pondasiku roboh.
Kau menikmati ketidakadilan yang selama ini
Kau berikan padaku.
Amarahku memuncak.
Begitu enaknya hidup wanita itu, yang merasakan kenikmatan dari ayahku seorang patriot
Yang tidak aku rasakan dari kecil sampai
Anak-anak aku sudah seusia aku dulu.
Ayahku hebat sebagai patriot
Kekuasaan di tangannya
Kebenaran ada padanya
Matanya melihat dunia
Tapi hatinya buta
Kepada keluarga
Ayahku hebat sebagai patriot
Di tangannya keadilan bicara
Tapi keadilannya dirumah tangga
Hanya lah Fatamorgana
Sejak saat itu aku membencimu, Ayah!
Kita tak saling bicara selama 15 tahun lamanya
Sedikitpun aku tak pernah lagi menyapamu
kau tak pernah lagi menanyai bagaimana pekerjaanku,hidupku, dan penderitaanku.
Ah itu sudah biasa terjadi padaku, Kau adalah hebat sebagai patriot tapi buruk di dalam rumahku
Sekarang kita dua lelaki yang seolah bisu, benar-benar bisu karena yang tunawicara saja masih berbicara
melalui gerak-gerik tubuhnya, sedangkan kita tidak.
Kau membiarkan aku melakukan apa saja semauku, dan aku membiarkanmu melakukan apa saja maumu.
Padahal aku hanya ingin kau menjadi Ayah, bukan patriot,
Aku butuh kau bantu aku menopang dunia, seperti ayah  mereka di luar sana.
Tapi mengapa kau biarkan aku berjalan sendiri melewati dunia.
kau biarkan aku rusak, aku terjatuh
Tanpa Arah.
#arlandisme
Jakarta 21 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H