Pada awalnya saya sedikit pesimis terhadap Pancasila karena hanya memaparkan bentuk-bentuk yang masih abstrak. Hingga pada suatu saat saya kembali kagum dengan karena Pancasila secara perlahan menuntun kita kepada era Post-Modern, “dimana tidak ditemukannya paham tunggal atau sebuah ideologi tunggal, namun justru memayungi berbagai macam ideologi yang bertebaran.” Hal ini sangat cocok dengan latar belakang Indonesia yang memiliki banyak keberagaman mulai dari suku, ras, dan agama.
Menengok ke era Orde-Lama, Soekarno pernah mengusulkan untuk memanyungi berbagai ideologi tunggal dengan manifesnya yang bernama Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis). Soekarno tahu betul bahwa terdapat 3 poros kekuatan di Negara Indonesia. Namun pada kenyataannya masyarakat saat itu belum siap dengan era Post-Modern, Soekarno pun dilengserkan dan menjadi tahanan politik karena dianggap membela komunis. Pada akhirnya sistem ekonomi politik lebih condong ke arah Kapitalisme di era Orde Baru.
Post-Modern di Era Reformasi
Post Modern di Era Reformasi rasanya masih cukup kurang di sadari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan terlihat berbagai Politisi kurang berani memberi pemaparan real, dan mereka selalu mencari titik aman pada setiap komentarnya di media. Sampai saat ini hanya Presiden ke-4 yang berani memberi pemaparan real, namun hal itu justru dimanfaatkan oleh politisi lain untuk melakukan mobilisasi masa dengan tujuan melengserannya.
Memang cukup rumit untuk memahami seperti apakah kondisi politik di era post-modern saat ini. Visual yang terlintas di kepala saya ialah sebuah lukisan abstrak yang menampilkan coretan ekspresi tidak tertata, namun pada akhirnya saya pun menemukan sebuah kurva yang mampu di cerna dengan cukup mudah.
Jika kita menengok kebelakang tentang kemerdekaan Indonesia, lahirnya kemerdekaan berawal dari dua titik yang berseberang. Titik pertama ialah Anarchism yang berada di bawah, anarchism sendiri merupakan ideology tandingan dari monarchism, Anarchism (Anti Monarchism) atau anti kerajaan / kemimpinan. Semangat-semangat yang terdapat pada Anarchism cukup sederhana yaitu manusia bebas / merdeka.
Untuk mencapai kebebasan dan kemerdekaan dibutuhkan sebuah mobilisasi masa dengan cara membentuk sebuah kesamaan tujuan yaitu membangun sebuah negara yaitu Indonesia, yang terdapat pada titik atas Fascism atau sebuah kepemimpinan otoriter. Melalui kepemimpinan ini muncul kesamaan tujuan yang di balut rasa nasionalisme. Bisa di katakan kedua titik ini merupakan sebuah kontradiksi yang selalu tarik-menarik, namun pada kenyataannya mampu mencapai kemerdekaan.
Bahkan di era postmodern saat ini sangat jarang pemimpin konsisten tehadap kebijakan politiknya seperti Stalin yang selalu di kiri atas atau Hitler yang selalu di kanan atas. Munculnya berbagai perbedaan paham ideologi tidak harus di perdebatkan lagi, karena pada era saat ini perbedaan tersebut justru bisa dimanfaatkan untuk menemukan titik manakah yang tepat dan sesuai dengan permasalahan apa yang di hadapi.
Contoh Kebijakan Kiri dan Kanan :
Ketika menengok pada kebijakan yang diambil pemerintah saat ini terkadang condong ke kanan (kapitalsm, neo-liberalsm) dan terkadang condong ke kiri (communism, collectivsm) sesuai dengan kebutuhan saat itu. Rasanya sedikit lucu ketika melihat beberapa individu / masa yang berteriak dengan lantang anti komunis kemudian meng-iyakan beberapa kebijakan pemerintah yang berbau kiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H