Mohon tunggu...
Candra Wiguna
Candra Wiguna Mohon Tunggu... Administrasi - Di Kompasiana hanya sebagai komentator.

Blogger, suka menulis artikel tentang teknologi, sains, kesehatan dan isu sosial di masyarakat. Bekerja sampingan sebagai tenaga kesehatan di salah satu puskesmas di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Presiden Indonesia Harus Seorang Muslim?

27 Juni 2014   17:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:38 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14038401251802075379

Pagi ini ketika membuka Facebook, saya tergelitik dengan sebuah postingan bernuansa SARA yang ditulis oleh Jonru Ginting, seorang mantan wartawan kompas yang kini aktif menulis berbagai buku, dan aktif membela PKS (kadang secara membabi buta), entah beliau salah satu kadernya atau bukan.

Saya biasanya malas menanggapi sebuah tulisan yang saya anggap konyol, namun berhubung Pak Jonru ini cukup dikenal oleh masyarakat, punya banyak pengikut, maka saya merasa wajib untuk memberikan sanggahan jika ada tulisannya yang saya anggap tidak sesuai. Bukan semata-mata untuk mengoreksi atau mengubah pandangan beliau (yang saya yakin sangat sulit karena dilihat dari usianya), melainkan agar pengikutnya itu tidak ikut terjebak dalam pemikiran yang sesat.

Berikut adalah status yang ingin saya tanggapi kali ini:

Oke, sebelumnya saya perlu tegaskan bahwa saya bukan orang yang anti diskusi masalah SARA, saya biasa melakukannya dan saya kerap melakukan kritik dan mengungkapkan ketidaksukaan secara terbuka pada ajaran agama tertentu, jadi poin terakhir saya setuju, tapi tidak dengan soal bagaimana memandang demokrasi.

Kesalahan terbesar dari pemikiran Pak Jonru terlihat dari kalimat:

Dalam demokrasi, seharusnya mayoritaslah yang memimpin.

Sungguh lucu kalimat ini, dengan logika seperti itu maka kita bisa mengatakan bahwa untuk masyarakat yang mayoritas penduduknya bodoh, maka pemimpinnya juga harus bodoh, untuk masyarakat yang mayoritas penduduknya adalah perempuan, maka perempuan lah yang harus memimpin, untuk masyarakat yang mayoritas miskin maka pemimpinnya harus miskin. Artinya kita selama ini telah salah memilih pemimpin.

Saya punya pandangan yang berbeda, bagi saya:


Dalam demokrasi, pemimpin yang terpilih bukan mewakili siapa masyarakatnya melainkan apa yang diinginkan oleh masyarakatnya

Dalam artian sekalipun masyarakatnya bodoh, namun jika mereka menginginkan pemimpin yang cerdas maka kemungkinan untuk orang yang cerdas terpilih sebagai pemimpin semakin besar, begitu juga dengan agama, sekalipun masyarakatnya mayoritas muslim namun jika mereka menginginkan figur yang tegas, cerdas, sederhana, dan pluralis, maka tokoh dengan figur itulah yang akan menjadi pemimpin, entah tokoh itu seorang muslim atau tidak, bukan menjadi soal.

Kemudian saya juga tergelitik dengan pernyataan bahwa di Bali, gubernurnya seharusnya adalah seorang Hindu, begitu juga presiden di India, sedang di Jakarta gubernurnya adalah seorang muslim karena penduduk di Jakarta mayoritas muslim.

Nah, saya pikir Pak Jonru kurang mempelajari sejarah. Saya orang Bali, saya tahu betul bali pernah diperintah oleh seorang gubernur yang beragama Islam, yaitu Soekarmen, begitu juga dengan Kapolda Bali yang pernah beberapa kali dipimpin oleh non Hindu seperti Burhanidin Andi yang seorang muslim, dan Kapolda Bali sekarang yaitu Benny Mokalu yang beragama Katolik (lebih minoritas lagi di Bali), tapi tidak ada masalah, karena kami paham bahwa mereka dipilih berdasarkan kapasitasnya.

Hal serupa terjadi di  India yang beberapa kali dipimpin oleh seorang presiden muslim seperti Zakir Hussain, Mohammad Hidayatullah, dan Abdul Kalam, yang sekalipun mendapat banyak kecaman dari masyarakat Hindu tapi toh beliau dipertahankan sesuai konstitusi. Ini lah yang seharusnya dilakukan oleh sebuah negara, tidak takut diancam oleh kelompok agama yang radikal dan tetap mempertahankan keputusan selama tidak bertentangan dengan konstitusi, sebagaimana Jakarta yang mempertahankan Lurah Susan dan Gubernur Henk Ngantung yang beragama Katolik setelah dikecam beberapa kelompok masyarakat.

Jadi apa yang ditulis oleh Pak Jonru bukan hanya memberikan pendidikan politik yang buruk, tapi juga berusaha menyesatkan masyarakat dengan informasi yang salah. Parahnya lagi, beliau yang mengajak untuk diskusi terbuka (seperti yang ditulis di akhir statusnya) ternyata tidak melakukan hal tersebut. Pak Jonru yang saya tahu suka melakukan blokir, akun facebook saya sudah diblokir hanya karena menulis tanggapan mengenai PKS, begitu juga dengan beberapa teman saya yang mendapat laporan yang sama, mereka diblokir setelah mengkritik tulisan beliau. Itu sebabnya saya menulis disini dan berharap beliau membacanya.

Kritik saya terhadap beliau bukan kali ini saja, pernah dulu mengkritik mengenai foto hoax yang pernah dipostingnya di halaman facebook, dan saya tulis di kompasiana, beliau mengakui kesalahan dan minta maaf. Bagi saya kritik mengkritik itu biasa, saling mengoreksi adalah hal yang baik, tujuannya untuk saling mengingatkan, jadi saya harap Pak Jonru tidak marah jika saya melakukan hal ini lagi. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun