Aku sampai di rumahnya. Rumah yang tampak kosong. Terlihat dari mobil CRV papanya yang sudah tak ada ditambah lagi keheningan yang begitu terasa. Tapi aku yakin dia ada. Gadis yang kepadanya aku akan segera meminta hal yang begitu berharga yang ada padanya.
Tak lama mengetuk, benar saja aku langsung disambut olehnya. Dan tak mau menghabiskan waktu tak penting, segera aku meminta apa yang selama ini ku inginkan dari padanya.
“Agaknya kamu terlihat cantik hari ini. Matamu berbinar mencerminkan keharmonisan dan ketulusan dari seorang wanita. Bolehkah aku memintamu untuk..,” seketika ucapanku terputus oleh sanggahannya. Oh sial.
“tidak. Rasanya aku belum siap Candra. Jangan terus menggodaku. Kita itu berbeda keyakinan. Aku akan mempertimbangkan baik buruknya dulu. Sebelum aku menyesal karena memberi pada orang yang salah.” -Pintu tertutup.
**
Ampun sekali melihat sikap gadis itu. Sejak tiga bulan yang lalu aku menanyakan hal tersebut kepadanya, dirinya selalu berkelit. Padahal aku sudah sejak lama menginginkan hal tersebut. Aku sungguh tidak sanggup lagi untuk menunggu berlama-lama. Lebih baik ku lepaskan saja semua penantian itu, aku akan mencari pengganti yang lebih tepat. Pada orang yang lain yang ku anggap pantas.
Oh pikiran itu lagi yang muncul. Kenapa aku tidak pernah konsisten. Sedari awal aku sudah bertekad untuk memperoleh cukup dari dia saja. Jangan berharap pada yang lain. dasar diriku si manusia yang tidak tahu diri. -Cukup candra, hentikan ketidakkonsistenanmu itu- Itu nanti bisa membawamu pada jurang maut. Jurang yang tak terelakkan untuk kamu akan memasukinya selamanya. Hidup dalam dunia ini nantinya akan kau biasakan dalam kebohongan dan ketidaksetiaan. Setialah pada satu ketetapan yang telah kau bangun.
Pikiranku kembali berkecamuk. Aku terjebak dalam ketidakpastian. Apa yang dikatakan banyak orang tentang iblis dan malaikat tampaknya tak selamanya salah. Seorang darwinian seperti aku tampaknya sudah mulai goyah pada satu hal. Benar adanya bahwa malaikat itu baik dan iblis itu jahat. Tampaknya iblis inilah yang kali ini menghasutku untuk memaksanya. Dan satu sisi aku harus menghadapi juga malaikat yang berbisik padaku utnuk sabar dan tetap konsisten. Apa-apaan ini semua.
**
Matahari masih saja menyemburatkan sinarnya sejak aku bertemu di rumah gadis tadi. Dan kali ini aku pulang, mengambil sikap tenang melewati jalanan trotoar menuju kampus yang tak jauh dari rumah si gadis berkulit eksotis tadi. Dengan sikap tunduk, aku melihat banyak bekas tapak kaki tergurat begitu halus pada jalanan trotoar oleh karena bekas hujan yang masih sedikit membasahi jalanan. Tampaknya tak kurang dari satu jam lagi, semua ini akan menghilang.
Seketika aku mengingat penolakan dari gadis itu barusan. Dalam sekejap, pikiranku menyambar untuk juga segera menghilangkan apa yang baru saja gadis itu ucapkan padaku. Aku berharap sakit ini segera menghilang. Sakit hati yang teramat dalamnya.