Mohon tunggu...
candra tobing
candra tobing Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Lepas

Seorang muda dari utara pulau sumatera yang berjuang untuk terus mengasah kemampuan menulisnya dengan dua hal membaca dan mendengar. Seorang melankolis yang tidak sanggup untuk berkhotbah. Mungkin ini adalah alternatif yang tepat. -anak Antropologi paling jelek-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hati-hati Memilih Risma

11 Agustus 2016   21:47 Diperbarui: 11 Agustus 2016   22:26 2049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa kali pertemuan dengan awak media, Tri Rismaharini atau yang akrab disapa ibu Risma, selalu konsisten dengan pernyataannya. Dalam pertanyaan yang selalu terlontar awak media, ada satu pertanyaan yang tampak mengena di hati beliau terkait kesiapannya menjadi calon gubernur DKI Jakarta.

Hebatnya dalam menjawab pertanyaan tersebut, ibu Risma tampak selalu menyatakan dengan pokok isi dan nada yang konsisten kalau ia sangat cinta dengan warga Surabaya, dan ia mengaku masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk Surabaya. Jadi, berkenaan dengan pilihannya apakah akan terbang ke Jakarta, selalu berujung pada pernyataan tersebut plus menyatakan juga kalau ia akan mempertimbangkannya berdasar keputusan dari bos besar partainya, bu Megawati.

Alhasil jawaban ini terdengar masih ambigu. Maksud yang ingin dinyatakan Risma masih coba di raba-raba oleh setiap kalangan, mulai dari kaum awam hingga praktisi politik coba menganalisi pernyataan ini. ya, walaupun tetap dalam satu kesimpulan, belum ada yang dapat memastikan apa yang menjadi isi hati walikota Surabaya tersebut.

Di samping jawaban ibu Risma yang masih mengambang, sejenak kita juga boleh membuat khayalan politik. Bagaimana kalau-kalau seorang Risma, sosok yang bisa dikatakan sukses memimpin Surabaya tersebut jika memimpin ibu kota Jakarta. Kota yang baru-baru ini oleh gubernur DKI sendiri, Basuki Cahaya Purnama adalah kota yang jauh lebih luas daripada Surabaya.

Maksud dari khayalan politik itu tentu bukan menilai kinerja Risma terkait sanggup tidaknya beliau memimpin kota yang lebih besar secara administrasi. Secara teknis dan hasil yang di dapat pada Surabaya, kita mengaku Risma telah sukses walau pada daerah yang lebih kecil. Jadi dapat dikatakan juga kemungkinan besar ia akan sukses pabila dapat akses langsung memimpin Jakarta. Tapi yang menjadi penilaian lebih penting adalah, bagaimana dengan hati bu Risma?

Sekali lagi, dalam beberapa pendapatnya, Risma selalu mengatakan kalau hatinya terekat erat pada masyarakat Surabaya. Tentu ini adalah naluri dan etika (agaknya) dari seorang pemimpin pada satu wilayah tertentu. Tapi benarkah apabila seorang yang mencintai satu hal tertentu kemudian harus dipaksa beralih kepada hal lain? dalam hal ini Risma telah menyatu erat dengan Surabaya dan rakyatnya tentunya. Tetapi kemudian ada paksaan yang bukan berasal dari padanya untuk kemudian berlih memimpin Jakarta.

Kita sadar memang Jakarta adalah ibu kota negara, suatu patron yang sangat wajar untuk menunjukkan Indonesia di mata dunia. Tetapi yang menjadi tidak wajar adalah ketika pertimbangan tersebut di jadikan acuan sehingga harus menyediakan pemimpin terbaik dari kota lain sekalipun ia masih memiliki hutang pada wilayahnya, apalagi mengaku sangat mencintai rakyat di kota yang di pimpinnya.

Kasus yang sama memang sempat terjadi. Contoh yang paling dekat adalah presiden kita, Joko Widodo. Belum habis masa jabatannya, ia sudah dipercaya untuk mencalonkan diri menjadi calon presiden. Dan memang berhasil pada saat itu. Namun, penulis sendiri bukan seorang yang menyukai pilihan politis dari bapak jokowi pada saat itu. Termasuk juga dengan ibu Risma, jika memang hal ini nantinya terjadi.

Sekalipun ini tidak menghasilkan penglihatan akan bahaya yang serius, namun harapan kedepannya adalah adanya pemimpin yang benar-benar teguh memimpin daerahnya sedari awal. Selain karena hutang akan janji dan konsekuensi pilihan politiknya, ini juga menunjukan konsistensi dari seorang pemimpin.

Hati-hati juga memilih Risma. Khusunya bagi rakyat Jakarta. Yang harus di apresiasi dari beliau adalah kecintaannya kepada rakyatnya di Surabaya. Maka dengan mengajaknya ke jakarta, dan bukan dengan sekali ajakan, melainkan dengan ‘mengayo-ayokan’, bisa jadi nanti ia memimpin dengan tidak semaksimal seperti tatkala ia mempimpin Surabaya.

Penulis sendiri adalah seorang yang sangat mengapresiasi kinerja ibu Risma. Maka sama seperti kekecewaan kecil penulis ketika melihat pak presiden Jokowi pindah-pindah jabatan, hal yang sama juga mungkin bisa saja terjadi bila ibu Risma meninggalkan Surabaya. Apalagi hatinya yang masih sangat melekat pada rakyat Surabaya. Sementara ia harus membangun ulang kembali keterikatan di daerah baru, Jakarta. Pasti akan sulit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun