Mohon tunggu...
CANDRARINI CETTA HARI SATWIKA
CANDRARINI CETTA HARI SATWIKA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Imigran Ilegal Laut Mediterania: Bagaimana Tanggapan Italia dalam Mengatasinya?

3 Desember 2023   23:26 Diperbarui: 4 Desember 2023   00:03 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiringnya waktu, dunia internasional semakin berhadapan dengan isu - isu yang berkembang menjadi ancamanan keamanan nasional. Setelah berakhirnya Perang Dingin, isu isu non militer semakin terlihat kedudukannya dalam dunia internasional dan bagaimana isu - isu tersebut mempengaruhi stabilitas negara yang tertimpa. Salah satu isu yang semakin berkembang adalah isu migrasi. 

Secara konseptual, migrasi diartikan sebagai perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya yang melewati batas administratif dengan tujuan untuk menetap. Migrasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu migrasi internal dan internasional. Migrasi internal merupakan perpindahan dari suatu daerah ke daerah lain dalam lingkup negara, sedangkan migrasi internasional merupakan perpindahan antar negara. 

Menurut the International Organization for Migration (IOM), migrasi merupakan proses perpindahan seseorang yang melewati batas suatu negara yang termasuk pengungsi, imigran ekonomi, dan orang yang berpindah dengan tujuan lain, termasuk reunifikasi keluarga. Secara umum, pelaku migrasi adalah kaum miskin, yang memiliki tujuan utama untuk melarikan diri ke negara - negara yang lebih berkecukupan agar dapat memenuhi kebutuhan sehari - harinya. Sehingga, migrasi dapat berpotensi membawa dampak buruk bagi keamanan dan sekuritisasi suatu negara. 

Isu Imigran di Eropa:

Sejak selesainya Perang Dunia II, Eropa tercatat mengalami kebanjiran imigran yang berasal dari Vietnam yang melarikan diri dari Perang Vietnam pada 1955. Tidak berhenti disitu, pada tahun 1991, Eropa kembali tercatat dilanda migrasi manusia besar - besaran ketika Perang Yugoslavia. Seiringnya waktu, negara - negara Eropa dikenal sebagai tujuan utama ratusan imigran yang melarikan diri dari negaranya, yang pada umumnya sedang berkonflik. Hal tersebut disebabkan oleh pandangan para imigran yang menilai Eropa sebagai negara yang dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik dan layak untuk mereka. 

Imigran Ilegal Laut Mediterania: 

Salah satu isu yang memicu naiknya imigran Eropa adalah isu di negara - negara Afrika dan Timur Tengah. Selain karena faktor ekonomi dan keamanan, benua Eropa terpilih sebagai tujuan utama para imigran karena posisinya yang berdekatan dengan benua Afrika. Dalam perjalanannya, para imigran dari Afrika melalui Laut Mediterania Tengah. Mereka memulai proses perpindahannya dari negara asal mereka, menuju Libya, lalu menggunakan perahu menuju ke Italia.  

Tindakan tersebut merupakan jalur migrasi yang dinilai sebagai yang paling bahaya. Hal tersebut disebabkan oleh jauhnya jarak antara Laut Libya dengan Laut Italia serta para imigran yang menggunakan kapal karet. Selain itu, terdapat data yang mencatat bahwa pada tahun 2015, terdapat 2.876 jumlah imigran yang tenggelam di Laut Mediterania Tengah. Korban dari jalur tersebut tidak berhenti disitu. Pada tahun 2016, jumlah imigran yang tenggelam semakin parah, yakni 4.581. Sehingga, perpindahan para imigran Afrika melalui jalur Laut Mediterania Tengah memicu kekhawatiran dan problematika bagi Italia dan negara - negara Uni Eropa.  

Tanggapan Italia dalam menangani Imigran Ilegal Laut Mediterania: 

Dalam menangani isu imigran ilegal Laut Mediterania, Italia telah menerapkan dan menciptakan beberapa kebijakan bersama dengan negara - negara Uni Eropa. Salah satunya adalah persetujuan pembentukan Operation Sophia pada tahun 2015.  Operation Sophia adalah program yang diciptakan untuk menjaga perbatasan Laut Mediterania sehingga mengurangi jumlah imigran yang datang melalui daratan Afrika menuju Eropa. 

Akan tetapi, program tersebut belum dianggap berhasil dalam membawa penurunan jumlah imigran yang datang. Penilaian tersebut diambil setelah adanya peningkatan jumlah imigran yang datang dari daratan Afrika menuju Italia pada tahun 2016. 

Pada tahun 2015, jumlah imigran yang tercatat adalah 153.842 orang, akan tetapi pada tahun 2016 justru semakin meningkatkan jumlah imigran menjadi 181.436 orang, yang merupakan peningkatan setinggi 18%. Pada akhirnya, the European Union Committee menyatakan bahwa Operation Sophia gagal dan terbukti tidak efektif dalam mencapai misinya selama dua tahun, yakni mengurangi penyelundupan dan pendatang imigran dari Laut Mediterania. 

Peningkatan pendatang imigran ilegal di Italia memicu kekhawatiran pemerintahan Italia, karena kedatangan mereka semakin mempersulit dan berkontribusi pada peningkatan angka pengangguran. Dengan para imigran yang berusia dibawah 40 tahun, menjadikan mereka terkategorikan sebagai usia produktif, sehingga saling bersaing dan mengambil lahan pekerjaan milik warga Italia. 

Dengan itu, pemerintahan Italia melihat urgensi untuk kembali meningkatkan dan memperbaiki kebijakannya, sehingga tidak semakin mempengaruhi dan mempersulit kondisi keuangan dan perekonomian negara. 

Setelah kegagalan Operation Sophia, pemerintah Italia kembali berusaha dalam menangani pendatang imigran dari Laut Mediterania. Pada 02 Februari 2017, pemerintah Italia setuju untuk menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) mengenai kerjasama pembangunan, pemberantasan imigrasi ilegal, penyelundupan manusia, serta penguatan keamanan batas wilayah laut Libya dan Italia. MoU tersebut ditandatangani oleh Perdana Menteri Italia pada tahun 2017, yakni Paolo Gentiloni dan Fayez Al - Sarraj. 

MoU tersebut memuat posisi Italia dan Libya yang menyetujui keberadaan imigran Laut Mediterania sebagai tantangan yang berdampak sangat buruk dan negatif. Tidak hanya bagi perdamaian, tetapi juga pada keamanan dan stabilitas Italia dan Libya. 

Strategi yang tersusun dalam MoU tersebut memuat persetujuan Libya untuk menjaga wilayah laut mereka dari para people smugglers dan Italia sebagai sponsor dana utama yang memiliki tanggung jawab untuk membiayai seluruh operasi angkatan laut Libya. 

Bentuk nyata implementasi MoU tersebut adalah pemerintah Italia yang memberikan dana dukungan kepada pemerintah Libya senilai 220 juta euro, mengirimkan 16 kapal ke angkatan laut Libya, serta menyediakan pelatihan otoritas angkatan laut Libya dengan Uni Eropa. 

Selain dengan Uni Eropa, pemerintah Italia menjalankan kerjasama dengan International Organization for Migration yang ditujukan untuk mengembalikan para imigran yang tertangkap dalam mencoba berlayar menuju ke wilayah Italia.

Kesimpulan

Isu imigran telah berkembang menjadi isu yang mengancam sekuritisasi dan keamanan dunia internasional. Di Eropa sendiri, kedatangan imigran sudah ada sejak Perang Dunia II dan masih berlanjut hingga saat ini dengan dampaknya yang merumitkan kestabilan negara - negara.  

Dalam menangani peningkatan jumlah imigran ilegal di Laut Mediterania, Italia merupakan negara yang terdampak secara langsung, sehingga memerlukan kebijakan dan implementasinya dalam menangani kedatangan imigran ilegal dari Laut Mediterania. Jika dilihat dari berbagai kebijakan dan kerjasama yang telah dijalankan oleh Italia, terlihat bahwa tidak akan selalu membawa keefektifan dan perubahan dalam menurunkan kedatangan imigran Laut Mediterania, sehingga diperlukan kerjasama dengan tujuan yang sama agar memperbuah penurunan jumlah pendatang imigran ilegal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun