Mohon tunggu...
Candra Gani
Candra Gani Mohon Tunggu... -

Memiliki ketertarikan tinggi dalam bidang Community Development

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

What I Learned from Bill Gates

6 Desember 2014   00:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:57 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sedang ramai dengan topik pembicaraan terkait 'sarjana kertas' paska terpilihnya menteri kelautan yang baru yang notabene hanya tamatan SMP.  Paling tidak ada dua gonjang ganjing yang muncul dari fenomena ini. (1) Apakah layak seorang tamatan SMP menduduki jabatan menteri ? dan (2) Ada apa dengan kualitas sarjana kita ?. Saya tidak akan membahas secara berat dalam posting ini namun menceritakan beberapa pengalaman yang saya dapat di Seattle beberapa hari lalu.

Seattle adalah sebuah kota kecil yang cukup menyenangkan dan memiliki iklim bisnis yang baik. Dikota inilah beberapa pengusaha kaliber dunia lahir dan mengembangkan snisnya, sebut saja pemilik kerajaan microsoft, Bill Gates. Bisnisman mana, mahasiswa MBA mana, dan start up mana yang tidak ingin mencapai posisi seperti apa yang dicapai Bill Gates hari ini. Namun sebaliknya, saya justru menangkap hal-hal unik dari diri milyader ini, diantaranya :

1. Connecting the dot

Siapa yang tidak tahu bahwa Bill Gates adalah sosok yang drop out, ya drop out dari Harvard sie, yang artinya pada dasarnya beliau memang memiliki kecerdasa diatas rata-rata. Hal yang membuat Bill Gates berbeda adalah, ia sadar diamana potensi dirinya, ia yakin dengan apa yang ia kerjakan dan menjadikan drop out dari Harvard bukan masalah sama sekali. Ia sadar ia berpotensi dan terus mengerjakan apa yang ia yakini hingga saat ini. Pernahkah kita merenung, seandainya Bill Gates tidak drop out, mungkin ia akan menjadi ahli, tapi titik titik yang membangun kisah hidupnya tidak mengarah ke kesuksesan hari ini. ataupun jika ia menganggap drop out adalah sebuah masalah yang besar, titik titik itu juga tidak akan terangkai seindah sekarang. Saya belajar tentang sebuah optimisme menjalani kehidupan, kita berada di satu titik hari ini, dan tidak tahu di titik mana persinggahan kita nantinya, yang jelas adalah do the best and God will cover the rest !

2. Strong Value Proposition

Pertanyaan kedua yang muncul adalah, apa yang membuat Microsoft tumbuh sebesar itu ? apakah tidak ada perusahaan sejenis kala itu ? dan bagaimana mereka mengalahkan pesaingnya ?. Mission statement microsoft yang berbunyi "one home one PC" menyadarkan saya akan adanya sebuah value proposition yang kuat, bahwa Microsoft tidak hanya sekedar perusahaan pencetak uang, namun ia memiliki bagian tersendiri dalam proses membangun dunia di bidang teknologi. Ia bermimpi kala setiap rumah memiliki satu PC, sebuah mission statement yang sederhana namun bermakna besar. Siapa membayangkan ketika zaman itu hanya beberapa gelintir rumah yang memiliki mesin ketik dan calcultor, namun hari ini hampir disetiap rumah ada logo Microsoft. Sekali lagi, ia menjadi bagian dari proses bagaimana manusia tumbuh dan mengembangkan diri.

3. The Ladder that Matter

Setiap individu di Microsoft pasti bangga bisa bekerja disana, menjadi bagian dari salah satu orang terpintar di dunia, semua berebut untuk mencapai posisi puncak. Dimanakah posisi puncak itu ? Yap ! posisi yang dimiliki Bill Gates. Tapi kita tau sama tau bahwa akhirnya Bill Gates meninggalkan posisi itu dan fokus mengurusi Bill and Melinda Gates foundation. Lalu saya merenung tentang mereka yang berebut meraih posisi puncak, jadi untuk apa mereka berebut mendapatkan tangga itu ? jika yang sudah disanapun berfikir bahwa bekerja untuk kemanusiaan jauh lebih penting.

Saya belajar untuk tidak menjadi naif disini, belajar mengenal dari mana diri ini berasal dan kembali. Ketika kita bekerja siang dan malam untuk kepentingan dunia, apakah itu make sense ? masuk dalam logika ? karena pada akhirnya itu akan kita tinggalkan ketika kita berpindah ke alam selanjutnya.

Lalu, apa hubungannya dengan "sarjana kertas". The big leader seperti Bill Gates justru sama sekali tidak berfikiran seperti apa yang dipikirkan oleh kebanyakan mahasiswa sekarang. Lulus cum laude, jenjang karier yang bagus, bergelimang harta. Karena Bill Gates drop out, bangkit dari potensi pribadinya, dan menyumbangkan hampir seluruh hartanya untuk amal demi sebuah tangga yang benar-benar berharga.

Untuk saya pribadi dan teman-teman yang sedang berjuang mengakhiri masa belajar di kampus, berlelah lelah dengan tantangan skripsi dan lain-lain. Ingatlah, pembelajaran itu tidak hanya terletak pada lembar demi lembar skripsi, pada jam demi jam di ruang kelas, tapi pada titik titik berserakan yang Allah tabur dimana saja. Tujuan dari sebuah pembelajaran adalah pembebasan, jangan sampai kita terjebak pada sebuah stress berkepanjangan karena tak kunjung mendapat selembar kertas bernama ijazah dan melupakan kontribusi nyata dari ilmu dan segala bentuk potensi yang telah Allah anugerahkan.

Ada sebuah tangga yang nyata, "the ladder that matter" yang tidak boleh kita lupakan, bahwa kita lahir kedunia bukan untuk tunduk pada materialisme dan industri lahir. Namun menjadi khalifahNya dan bersiap untuk perbekalan kembali padaNya suatu hari nanti. So ? Break a leg aja daaaah !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun