Mohon tunggu...
Ni Made Ari Candra Dewi
Ni Made Ari Candra Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama saya Ni Made Ari Candra Dewi akrab dipanggil Candra. Saya lahir dan besar di Desa Rendang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Saya sangat menyukai kesenian Bali khususnya seni tari. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan S1 Prodi PGSD di Universitas Pendidikan Ganesha.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tri Hita Karana Sebagai Filosofi Kehidupan Harmonis

21 Juni 2024   14:43 Diperbarui: 21 Juni 2024   17:51 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Ni Made Ari Candra Dewi.
NIM: 2311031228.
No. Absen: 10.
Prodi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
MPK: THK.
Rombel: 32.

Tri Hita Karana Sebagai Filosofi Kehidupan Harmonis.

Om Swastyastu,

Perkenalkan, saya Ni Made Ari Candra Dewi, seorang mahasiswa yang sedang menempuh S1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha. Saat ini saya sedang berada di penghujung semester 2 yang dimana sebentar lagi saya akan beralih ke semester 3. 

Dalam artikel ini saya akan berbagi sedikit tentang perjalanan akademik saya dalam MPK (Matakuliah Pengembangan Kepribadian) Tri Hita Karana/THK. Saya tergabung di Rombel (Rombongan Belajar) 32 yang diampu oleh Bapak I Wayan Putra Yasa, S.Pd., M.Pd.

Selama 1 semester ini banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan di Rombel 32 THK. Saya memahami bahwa Tri Hita Karana merupakan salah satu filosofi untuk mencapai kehidupan harmonis yang sangat penting. Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sanskrta yang dimana "Tri" berarti tiga, "Hita" berarti penyebab, dan "Karana" berarti kebahagiaan. Jadi Tri Hita Karana merupakan tiga penyebab kebahagiaan di dunia yang bersumber dari hubungan harmonis yang terjalin antara manusia dengan Tuhan, sesamanya, dan lingkungan, yang dijelaskan dalam tiga aspek yakni Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Istilah THK pertama kali dicetuskan oleh Dr. I Wayan Merta Suteja dalam Konferensi Daerah I Badan Pekerja Umat Hindu Bali di Perguruan Dwijendra Denpasar, pada 11 November 1966.

Tiga aspek Tri Hita Karana adalah sebagai berikut:

  • Parhyangan merupakan hubungan harmonis yang terjalin antara manusia dengan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi. 
  • Pawongan merupakan hubungan harmonis yang terjalin antara manusia dengan sesamanya.
  • Palemahan merupakan hubungan harmonis yang terjalin antara manusia dengan alam.

Secara generik, Tri Hita Karana memiliki tiga landasan yang dijalankan secara bersama-sama dalam kehidupan sehari-hari. Tiga landasannya adalah sebagai berikut:

  • Bakti > Bakti merupakan landasan yang tertuju dari sembah sujud umat manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Parhyangan). Dalam kehidupan bermasyarakat umat Hindu di Bali, landasan Bakti di implementasikan dengan menghaturkan sembah bakti berupa Yadnya. Terdapat dua yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali. 1) Nitya Karma (yadnya yang dilakukan secara rutin/setiap hari). Yadnya ini biasanya dilakukan setiap hari dengan Tri Sandya, menghaturkan banten saiban sehabis memasak di dapur, dan menghaturkan sarana bakti berupa canang, segehan, dan asep. 2) Naimitika Karma (yadnya yang dilakukan di hari-hari tertentu). Yadnya ini biasanya dilakukan di hari-hari tertentu seperti Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon. Selain itu yadnya ini juga dilaksanakan di hari raya suci besar seperti Galungan dan Kuningan, Saraswati, Siwaratri, Pagerwesi, dsb.
  • Tresne > Tresne (Cinta Kasih) merupakan landasan yang tertuju dari hubungan yang terjalin antara manusia dengan sesamanya. Umat Hindu di Bali mengimplementasikan aspek Tresna dengan "Menyama Braya".  Menyama Braya adalah budaya gotong royong di Bali yang dimana masyarakat menempatkan orang lain sebagai saudara atau "nyama".
  • Asih > Asih (Sayang) merupakan landasan yang tertuju dari hubungan yang terjalin antara manusia dengan alam. Dalam Budaya masyarakat Bali terdapat istilah "Mereresik" yang memiliki arti bersih-bersih. Mereresik biasanya dilakukan di tempat suci seperti Pura namun dapat juga dilakukan di tempat lain seperti Balai Banjar, Balai Masyarakat, dll.

Sebagai umat Hindu Bali saya menerapkan ajaran Tri Hita Karana dalam keseharian saya agar saya dapat menciptakan keharmonisan dalam kehidupan saya. 

  • Dalam aspek Parhyangan saya implementasikan dengan melakukan yadnya (Nitya Karma dan Naimitika Karma). Selain itu saya juga mengimplementasikannya dengan "Ngayah".  Ngayah memiliki arti bekerja dengan tulus ikhlas tanpa imbalan. Ngayah saya lakukan dengan ngayah mesolah (menari), ngayah mekidung (melantunkan nyanyian suci agama hindu), ngayah mundut (menjunjung benda suci), dll. Saya melakukan ngayah tersebut biasanya ketika dilaksanakan piodalan (perayaan hari jadi tempat suci) di pura-pura. 
  • Dalam aspek Pawongan saya implementasikan dengan Menyama Braya. Menyama braya biasanya saya lakukan dengan membantu saudara/kerabat yang sedang memiliki acara. Saya juga menerapkan Pawongan dalam organisasi seperti komunitas seni dan HMJ di kampus. Pawongan ini juga di implementasikan dengan upacara Manusa Yadnya seperti Magedong-Gedongan, Tutugambuhan, Otonan, Mepandes, dan Pawiwahan. Selain itu saya mengimplementasikan Pawongan dengan budaya "Megibung". Di daerah asal saya yakni Karangasem terdapat istilah megibung yang berarti makan bersama dalam posisi melingkar. Tradisi ini dapat memperkuat tali persaudaraan antar sesama.
  • Dalam aspek Palemahan saya implementasikan dengan membersihkan area rumah mulai dari bangunan inti, Merajan, hingga kebun belakang rumah. Bersama keluarga aspek ini saya terapkan dengan menanam berbagai macam tanaman yang dapat digunakan sebagai obat-obatan atau sarana banten. Selain itu saya dan keluarga juga selalu ngayah Mereresik di Pura Puseh, Desa Adat Rendang.

Tri Hita Karana juga dapat dikaitkan dengan Psikologi. Seperti Psikologi Hidup Bahagia yang dikemukakan oleh Ki Ageng Suryomentaram sebagai berikut:

  • Sabutuhe (sesuai dengan kebutuhan utama)
  • Sakperlune (seperlunya untuk memenuhi kebutuhan)
  • Sacukupe (secukupnya untuk memenuhi kebutuhan)
  • Sabenere (mengikuti aturan)
  • Samestine (mendapatkan sesuatu dengan benar)
  • Sakpenake (sepantasnya, senyamannya)

Tri Hita Karana bukan sekedar sebuah konsep dan filosofi untuk mencapai kehidupan yang harmonis, tetapi juga merupakan panduan hidup yang komprehensif dan berkelanjutan bagi masyarakat Bali. Dengan terciptanya harmoni antara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan sesamanya (Pawongan), dan manusia dengan alam (Palemahan), maka kebahagiaan dan kesejahteraan akan datang dengan sendirinya.

Tri Hita Karana merupakan konsep universal yang dapat diimplementasikan pada berbagai agama dan budaya. Implementasi dari nilai-nilai Tri Hita Karana tidak hanya diterapkan oleh masyarakat Bali, tetapi juga dapat diterapkan secara global sebagai pedoman untuk menciptakan kehidupan yang lebih seimbang.

Marilah kita bersama-sama menjaga, melestarikan, dan mewariskan nilai-nilai luhur ini kepada generasi selanjutnya agar kesejahteraan dan kebahagiaan tercipta dari harmoni yang sejati.

Om Santih, Santih, Santih Om.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun