Mohon tunggu...
Hukum Pilihan

Menjemput Asa Masyarakat Sari Rejo

27 Januari 2019   17:58 Diperbarui: 27 Januari 2019   18:09 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik Agraria kerap kali terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Konflik yang terjadi antara masyarakat penghuni lahan, maupun masyarakat adat tempatan dengan pihak pengusaha / kapitalis dan dengan pemerintahan terkait, tak jarang berujung pada pada kekerasan fisik hingga menimbulkan korban jiwa.

Patutlah kita bersedih hati. Berdasarkan data dari Konsorsium Pembaruan Agraria ( KPA ) pada tahun 2017 saja di berbagai daerah di Indonesia terjadi dua kali konflik  dalam sehari, atau setidaknya 659 konflik lahan dalam setahun. 

Pemerintah pun tak memungkiri cekcok pertanahan terjadi di akar rumput. Sebetulnya pemerintah telah berupaya meminimalisir Konflik Agraria; Presiden Joko Widodo meneken peraturan presiden tentang reforma agraria yang disebutnya dapat segera mewujudkan keadilan hak atas tanah.

Konflik penguasaan lahan yang terjadi tersebut, juga berlangsung di berbagai kawasan di Sumatera Utara. Salah satu yang ramai menjadi pemberitaan di media massa adalah konflik lahan yang melibatkan Kementerian Pertahanan / TNI AU dengan masyarakat Sari Rejo, Polonia, Kota Medan. 

Pada 2016 lalu, terjadi bentrok fisik antara warga sari rejo dengan aparat TNI AU. Bentrok itu menelan 11 korban luka-luka, dua diantaranya awak media lokal, dan empat orang warga mengalami kritis.

Apa yang terjadi di Sari Rejo tentunya memprihatinkan bagi kita, dan meninggalkan luka bagi masyarakat yang menempati lahan. Sebetulnya apa yang menjadi sebab konflik lahan di sari rejo ?

Jika dilihat dari perjalanan sejarahnya, lahan tersebut akan membawa kita pada masa sebelum kemerdekaan. Sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia lahan tersebut berada di wilayah adat Kedatukan Sukapiring, satu dari empat Kedatukan yang ada di tanah deli, Kota Medan kini. 

Menurut keterangan Datuk Zulkifli salah seorang zuriat kedatukan suka piring, TNI AU hanya diberikan penguasaan sementara karena adanya peralihan kekuasaan tahun 1949. Peralihan kekuasaan pada 27 Agustus 1949 telah melahirkan kebijakan pemerintah, yakni melakukan konsolidasi guna menguasai wilayah strategis di seluruh Indonesia. 

Dijelaskan Zulkifli, dirunut dari sejarah kepemilikan lahan, pada masa Hindia Belanda terjadi kontrak dengan Deli Maskapai atas lahan tersebut termasuk lahan bandara polonila sekitarnya seluas 3 mil persegi. Yang pada tanggal 3 Agustus 1982, seharusnya lahan tersebut telah dikembalikan TNI AU pada Kedatukan Suka Piring.

Terkait konflik lahan yang melibatkan Kementerian Pertahanan / TNI AU itu, tentunya ini menjadi tanggung jawab pula bagi wakil rakyat yang berada di Komisi 1 yang  salahsatu lingkup kerjanya di bidang pertahanan. Beberapa hari pasca bentrok tahun 2016 lalu, rombongan komisi 1 DPR-RI yang masa itu dimpimpin Meutya Hafid hadir di sari rejo. 

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatera Utara 1 berjanji akan segera menyelesaikan konflik yang terjadi dan mengupayakan adanya sanksi tegas bagi prajurit TNI AU yang terbukti terlibat dalam tindak kekerasan pada warga dan jurnalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun