Mohon tunggu...
Candra Sagala
Candra Sagala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rasisme Terhadap Masyarakat Papua

26 Desember 2021   09:19 Diperbarui: 26 Desember 2021   09:19 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rasisme masih sering terjadi sampai saat ini dan dapat kita lihat melalui media sosial maupun secara langsung. Rasisme biasanya dilakukan seseorang kepada orang lain karena adanya perbedaan warna kulit maupun tentang fisik, misalnya berat badan yang berlebih dan warna kulit yang gelap. Masyarakat Papua sering menjadi korban rasisme karena memiliki kulit yang berwarna gelap serta rambut yang keriting yang membuat mereka terlihat berbeda dari yang lainnya. 

Namun, dalam kehidupan sehari-hari banyak orang maupun oknum yang sering menjadikan perbedaan tersebut sebagai hinaan tersendiri kepada masyarakat Papua.

Ada banyak sekali kasus rasisme yang terjadi di Papua. Namun ada salah satu kasus yang sangat menarik perhatian saya yaitu kasus yang terjadi di Surabaya pada 16 Agustus 2019, dimana mahasiswa Papua mengalami rasisme oleh mahasiswa lainnya. Mereka dituduh merusak bendera merah putih tanpa adanya bukti yang kuat.

Akibat tuduhan tersebut, 43 mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua Jalan Kalasan Surabaya, dikepung bahkan dimaki dengan sebutan "monyet". 43 mahasiswa Papua tersebut dikepung dan diancam oleh oknum TNI, aparat kepolisian, Satpol PP dan ormas reaksioner. Saat pengepungan terjadi, aparat keamanan menembakkan gas air mata ke dalam asrama dan pengepungan tersebut terjadi selama lebih dari 24 jam. Selanjutnya, 43 mahasiswa tersebut dibawa ke Mapolrestabes Surabaya.

"Kami diangkut dan ditahan di Polrestabes, namun sama sekali tidak ditemukan bukti maupun pelaku yang merusak bendera merah putih", ujar seorang  mahasiswa korban rasisme tersebut.

Rasisme yang terjadi di Surabaya tersebut memicu terjadinya aksi unjuk rasa yang besar di berbagai kota dan kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat yang meminta agar pelaku rasisme tersebut dituntut dan diadili. Namun, bukannya mendapat keadilan, pemerintah malah melakukan pembungkaman melalui pemblokiran akses internet, mengirim pasukan militer ke Papua, bahkan mendikriminalisasikan sejumlah aktivis dengan tuduhan makar.

Sementara itu, pelaku rasisme di Surabaya yang menjadi sumber peristiwa tersebut, yaitu Syamsul Arifin sebagai oknum aparatur sipil negara dan Tri Susanti sebagai pimpinan ormas reaksioner hanya dijatuhi hukuman selama 5 dan 7 bulan penjara. Mahasiswa Papua pastinya tidak setuju dengan hukuman yang diberikan tersebut dan mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM berat di Papua. Mereka juga menuntut pemerintah untuk menghentikan operasi militer yang terjadi di Papua dan mendesak pemerintah memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi masyarakat Papua.

Itulah salah satu kasus rasisme yang cukup besar yang terjadi kepada masyarakat Papua, khususnya terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Rasisme merupakan suatu hal yang tidak baik dan tidak patut untuk dilakukan. Agar rasisme tidak terjadi lagi, sebaiknya kita sebagai manusia saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada diantara kita dan menjadikan perbedaan tersebut sebagai suatu keunikan bagi tiap-tiap daerah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun