Sejak NBA berdiri 75 tahun lalu, tercatat ada 22 pemain urutan pertama yang menjadi juara NBA. Jumlah tersebut terbilang sedikit mengingat draft nomor satu merupakan pemain yang dianggap calon bintang di eranya, yang kelak menjadi tulang punggung sebuah tim menjadi juara.
Meski sedikit, draft urutan pertama yang mengantarkan timnya menjadi juara masih jauh lebih banyak ketimbang urutan kedua atau keempat, di mana draft urutan kedua setidaknya mengirimkan 15 wakil (termasuk di antaranya Jason Kidd, Kevin Durant, Isiah Thomas, dan Tyson Chandler) atau draft urutan keempat mengirimkan setidaknya delapan wakil (termasuk di antaranya Dion Waiters, Chris Bosh, Lamar Odom, Antonio Daniels, dan Glenn Rice)
Channel: Dunkman827
Tidak seperti draft urutan di bawahnya, draft urutan pertama biasanya berperan sebagai maskot tim yang memimpin rekan-rekannya menghadapi beragam situasi, meski tidak jarang pemain seperti Mychal Thompson (Los Angeles Lakers), Dwight Howard (Lakers), dan Glenn Robinson (San Antonio Spurs) mendukung rekan-rekannya dari bangku cadangan karena usia yang tak lagi muda.
Meski berstatus sebagai draft urutan pertama, perjuangan para pemain bersangkutan menjadi juara justru tidak mudah karena draft urutan pertama nyaris bisa dipastikan dipilih oleh tim papan bawah di musim sebelumnya, meski tidak selalu yang terbawah.
Dengan ditentukan kocokan arisan yang menguntungkan tiga sampai lima tim terbawah, draft urutan pertama sengaja dipilih agar tim yang bersangkutan bisa berkembang lewat draft dalam dua atau tiga musim berikutnya, yang terkadang diikuti dengan niatan mengalah sebanyak-banyaknya dengan "sengaja".
Meski terkesan "dipaksa mengalah", cara ini merupakan cara termudah bagi sebuah tim untuk mendapatkan draft urutan atas selama dua hingga tiga tahun berikutnya karena draft urutan atas biasanya diberikan pada tim dengan jumlah kekalahan terbanyak. Terlebih dengan cara ini, para pemain muda bisa lebih menikmati permainan, tanpa beban harus menang.Â
Cara itulah yang sekarang sedang ditempuh Houston Rockets dan Detroit Pistons untuk mengumpulkan pemain muda, seperti yang pernah dilakukan Orlando Magic yang melaju ke final NBA 1995 dengan bermaterikan pemain seperti draft urutan pertama Shaquille O'Neal (1992) dan draft urutan ketiga Penny Hardaway (1993), meski mereka harus mengakui keunggulan Houston Rockets dengan skor 4-0.
Berbeda dengan Magic era O'Neal, 17 tahun berselang, Magic kembali ke final NBA juga bermaterikan draft urutan pertama Dwight Howard (2004), yang kali ini dibantu beberapa pemain yang jauh lebih matang, seperti Hedo Torkoglu (Sacramento Kings) dan Rashard Lewis (Seattle Supersonics).
Meski gagal menjadi juara di awal-awal karier, keduanya berkesempatan menjadi juara NBA beberapa tahun berselang bersama tim mereka berikutnya Los Angeles Lakers.
O'Neal meraihnya pada tahun 2000 dan Howard pada tahun 2020.
...
Meski kebanyakan pemain meraih cincin juara setelah berganti tim, pemain seperti Hakeem Olajuwon (1995), Magic Johnson (1979) David Robinson (1995), dan Tim Duncan (1997) meraihnya saat memperkuat tim mereka masing-masing sejak awal karier, meski beberapa dari mereka memperolehnya dengan bantuan pemain yang sudah berpengalaman.
Kareem membawa Milwaukee Bucks menjadi juara di musim keduanya menjadi pemain NBA saat timnya diperkuat dua draft urutan pertama pada tahun yang berurutan Bob Boozer (1959) dan Oscar Robertson (1960).
Terlepas dari bakatnya yang sudah tercium sedari lama, prestasi Magic Johnson yang langsung menjadi juara di tahun pertamanya menjadi pemain juga didukung pemain berpengalaman seperti Michael Cooper, Norm Nixon, Jamaal Wilkens, dan Kareem yang membawa Lakers berada di urutan kelima pada musim sebelumnya.
Meski terkesan sama, lantaran Tim Duncan (draft urutan pertama tahun 1997) membawa San Antonio Spurs menjadi juara NBA lima kali (1999, 2003, 2005, 2007, dan 2014) berkat bantuan seniornya, draft urutan pertama tahun 1987, David Robinson, prosesnya sedikit lebih asyik.
San Antonio Spurs sendiri berhak memilih Duncan di urutan pertama lantaran performa Spurs di tahun sebelumnya terbilang buruk begitu Robinson cedera.
Selepas Duncan bergabung, Spurs berhasil meraih lima gelar juara, di mana prestasi mereka tetap terjaga meski Robinson pensiun begitu meraih gelar kedua.
Kunci keberhasilan mereka ada pada kegigihan mereka untuk tidak mengadopsi mentah-mentah aturan yang telah dibuat NBA, terutama tentang cara membangun tim dan bagaimana Spurs mengembangkan gaya bermain.
Begitu Duncan yang punya akurasi dan umpan tajam bermain untuk Spurs, posisi Spurs dari tahun ke tahun cenderung stabil di papan atas, yang membuat mereka kerap mendapatkan draft tidak jauh dari urutan 26 ke bawah.
Draft tersebut biasanya mereka gunakan untuk mencari pemain bertubuh jenjang dengan akurasi dan gaya menembak yang belum matang.
Dengan gaya bermain yang khas, para pemain tadi dibimbing untuk menjadi defender yang sulit dilewati sekaligus punya akurasi tembakan yang meningkat dari musim ke musim. Sebagai bonus beberapa dari mereka juga punya dribel yang lumayan seperti Bryn Forbes (juara bersama Milwaukee Bucks 2020) atau Kyle Anderson (Memphis Grizzlies)
Dengan pertahanan solid dan akurasi tembakan bagus, para pemain muda Spurs terbiasa beradaptasi dengan berbagai tipe permainan, terutama permainan yang mengandalkan umpan antar pemain yang cepat.
Seperti pada saat menjadi juara pada tahun 2005, saat sebagian besar tim mengandalkan serangan di bawah jaring, Spurs justru mengandalkan permainan tembakan tiga angka, mengandalkan umpan antar pemain yang biasanya diawali pergerakan Tony Parker mencari ruang.
Pada tahun tersebut, Spurs menjadi tim dengan akurasi tembakan tertinggi keempat NBA, di bawah Phoenix Suns yang mengandalkan serangan cepat tanpa bertele-tele "7 second or less" ala Steve Nash.
Di sisi lain, saat menjadi juara tahun 2014, ketika semua tim mulai berlomba-lomba mengandalkan tembakan tiga angka, Spurs justru mengandalkan pertahanan ketat dan serangan di bawah jaring untuk meminimalisasi tembakan tiga angka tim lawan.
Menariknya, meski jumlah percobaan tembakan tiga angka Spurs tidak sebanyak 16 tim NBA lain di atasnya, akurasi mereka masih yang terbaik di NBA saat itu.Â
Itu semua bisa terjadi karena, para pemain Spurs tidak terburu-buru langsung menembak meski ruang tembak cenderung terbuka, melainkan banyak mengandalkan umpan-umpan antar pemain yang akurat untuk mengecoh sekaligus menguras stamina pemain lawan lebih dulu.
Kebetulan perkembangan pemain muda Spurs terbilang bagus karena mereka dimentori pemain mancanegara kaya prestasi yang juga punya akurasi dan visi bagus seperti Tony Parker, Boris Diaw, dan Manu Ginobilli (memenangi olimpiade, juara NBA, dan liga champions Eropa (Eurolegue) sebelum berkiprah di NBA).
Kebetulan para pemain bintang Spurs ini juga rela digaji dengan nilai yang wajar, yang tidak sejor-joran aturan NBA di mana yang pemain bintang NBA diperkenankan mendapat gaji hingga 25% dari total anggaran gaji suatu tim, apabila sudah berkiprah lebih dari delapan musim dan meraih prestasi tertentu, yang mempersulit sebuah tim membangun prestasi jangka panjang lantaran tim tim tersebut biasanya diisi oleh pemain belum berpengalaman atau pemain senior yang rela mendapat pendapatan lebih rendah demi meraih cincin juara NBA.
Channel: Dylan MurphyÂ
Terlepas dari hengkangnya Kawhi Leonard demi prestasi yang lebih tinggi ke Toronto Raptors, prestasi Spurs sendiri mulai meredup begitu para pemain senior mulai pensiun dan pemain yang mulai matang belum punya pengalaman yang cukup untuk membimbing juniornya.
Sejak Spurs memulai pembinaan pemain muda dari awal, praktis tidak ada tim lain yang mengembangkan skema pembinaan pemain yang serupa.
Golden State Warriors saat ini mungkin mengembangkan pola pembinaan pemain yang paling mirip di mana pemain seperti Andre Iguodala, Draymond Green, Klay Thompson, dan Steph Curry bertugas membimbing pemain Jordan Poole atau Moses Moody yang sekilas memiliki gaya bermain yang mirip Curry, meski Moody belum banyak mendapat kesempatan bermain sebanyak Poole.
Ketika pemain kunci seperti Curry tidak mampu menampilkan penampilan terbaiknya, pemain yang sedang dalam masa puncak seperti Gary Payton dan Andrew Wiggins bisa mengambil alih.
Kebetulan fokus perhatian pemain lawan, biasanya lebih tertuju pada Curry, Thompson, atau Green, bahkan saat ketiganya tidak sedang menyerang sekalipun.Â
Di sinilah peran Wiggins. Wiggins yang pada saat bermain untuk Timberwolves dikenal dengan permainan ofensif, sebagaimana filosofi permainan Timberwolves, kini menunjukkan potensi defense, seperti yang diproyeksikan para pemandu bakat NBA dahulu yang membuatnya dipilih menjadi draft nomor satu tahun 2014 oleh Cleveland Cavaliers. Kebetulan secara postur dan gaya bermain Wiggins tidak jauh beda dengan Kawhi Leonard, draft urutan 15 tahun 2011, yang makin dikenal setelah membawa Spurs juara di tahun 2014. Â
Cavaliers sendiri langsung mengirimkan Wiggins ke Timberwolves demi mendapatkan Kevin Love (yang kemudian menjadi juara bersama Cavaliers). Sedang Timberwolves berkembang sebagai tim yang mengandalkan offense lantaran mayoritas pemain muda mereka dikenal lebih ofensif, meski harus diakui pengalaman Wiggins menginjakkan kaki di babak playoff pertama kali bersama Timberwolves diwarnai didikan defense keras pelatih Tom Thibodeau dan Jimmy Butler (2018).Â
Melihat potensinya sebagai pemain serbabisa, Warriors sengaja mendatangkan Wiggins. Bukan hanya permainan ofensif-nya yang tetap terjaga, di bawah bimbingan defender utama Warriors, Draymond Green, defense Wiggins makin terasah.Â
Menariknya, meski bukan dikenal sebagai defender utama Warriors, Wiggins sukses mematikan pengatur serangan utama dari dua tim berbeda, Luka Doncic (Dallas Mavericks) dan Jason Tatum (Boston Celtics) yang biasanya cukup mudah menyerang hingga bawah jaring.Â
Meski terkadang tertutup oleh poin yang mereka raih, peran itulah yang sejatinya banyak mereka mainkan dari awal musim yang boleh jadi menentukan apakah Wiggins akan menjadi penerus tradisi draft urutan pertama yang menjadi juara berikutnya atau Tatum yang akan memperpanjang nafas hingga game ketujuh nantiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H