Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Geliat Tim-Tim Wilayah Timur NBA

6 Agustus 2021   11:28 Diperbarui: 6 Agustus 2021   19:05 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Semua gambar yang ada di sini, kecuali yang bukan, kebanyakan diambil dari clutchpoints sebagaimana tercantum dalam gambar)

Seperti kita tahu, sejak berakhirnya era Michael Jordan (Chicago Bulls) di wilayah timur pada tahun 1998, perebutan juara NBA selama 23 tahun terakhir lebih banyak dikuasai tim-tim wilayah barat. 

Tercatat Los Angeles Lakers mendapatkan enam titel (2000-2002, 2009-2010, dan 2020), San Antonio Spurs lima  titel (1999, 2003, 2005, 2007, dan 2014), Golden State Warriors tiga titel (2015,2017-2018), dan Dallas Mavericks satu titel (2011), sedang di wilayah timur hanya kebagian delapan tropi, masing-masing dari  Miami Heat (2006, 2012-2013) Detroit Pistons (2004), Boston Celtics (2008), Cleveland Caveliers (2016), Toronto Raptors (2019), dan terakhir Milwaukee Bucks (2021). 

Itupun dengan catatan andai kata Russell Westbrook, yang turut memimpin Oklahoma City Thunder meraih rekor kemenangan terbaik di babak reguler tidak absen pada tahun (2013) di semifinal wilayah, atau Draymond Green tidak harus absen pada satu pertandingan kunci pada salah satu pertandingan putaran final lantaran pelanggaran yang dibuatnya pada pertandingan sebelumnya (2016), atau Kevin Durant tidak cedera (2019) pada partai puntjak hasilnya mungkin akan beda.

Wilayah timur memang sempat berjaya sejak Boston Celtics memulai tren "big three" di mana sebuah memberi dua "bala bantuan" besar pada satu maskot tim, berupa dua bintang besar di eranya demi memaksimalkan peluang meraih cincin juara. Kebetulan dengan hadirnya Kevin Garnett (Minnesota Timberwolves) dan Ray Allen (Seattle Supersonics), Paul Pierce akhirnya meraih cincin juara pertama dan satu-satunya bersama Boston Celtics (2008), begitu juga Dwayne Wade yang akhirnya mencicipi lagi gelar juara NBA, bahkan dua kali, semenjak kedatangan Lebron James (Cleveland Caveliers) dan Chris Bosh (Toronto Raptors), setelah sebelumnya meraih cincin juara bersama Shaquille O'Neal pada tahun 2006. 

Tren tersebut bahkan ditiru oleh Lakers yang mendatangkan Steve Nash (Phoenix Suns), bintang gaek Karl Malone (utah Jazz), Dwight Howard (Orlando Magic) pada musim 2012-2013 tapi melaju sampai partai puntjak pun tak, serta Golden State Warriors yang langsung tambah cespleng semenjak kedatangan Kevin Durant (Oklahoma City Thunder)  pada tahun 2017 dan langsung mempersembahkan dua trofi dalam dua tahun.

Brooklyn Nets

Big Three Brooklyn Nets: Kevin Durant, Kyrie Irving, dan James Harden (The Ringer) - clutchpoints 
Big Three Brooklyn Nets: Kevin Durant, Kyrie Irving, dan James Harden (The Ringer) - clutchpoints 

Pola itu jualah yang musim lalu coba ditiru Broklyn Nets musim lalu, dengan mendatangkan Kevin Durant (Warriors) yang sedang dalam masa pemulihan sehingga praktis dikatakan absen satu musim dan Kyrie Irving (Celtics) yang rentan cedera satu musim sebelum musim kemarin, serta James Harden kala kompetisi musim lalu sedang berjalan. Mereka bahkan juga mendatangkan pemain yang di masa jayanya menjadi kunci timnya masing-masing, yaitu LeMarcus Aldridge (San Antonio Spurs, yang mulai disegani sejak bermain untuk Portland Trail Blazers) dan Blake Griffin (Detroit Pistons, yang menjadi idola kawula muda saat masih membela Clippers di awal-awal karier sekitar satu dekade lalu), meski di atas lapangan tidak seindah harapan, lantaran dari sejak kepindahan Harden dari Houston Rockets (kurang lebih pertandingan kesepuluh babak reguler Nets musim lalu), dari 62 kesempatan, praktis Harden, Durant, dan Irving hanya bermain delapan kali di babak reguler, karena salah satu atau dua bintang utama Nets tersebut harus absen, kebanyakan karena cedera. Belum lagi Aldridge memutuskan untuk pensiun karena masalah kesehatan setelah hanya lima kali bertanding bersama Nets sejak kepindahannya dari San Antonio Spurs, dan kabar terakhir berniat kembali bermain, entah di tim mana kelak, setelah dinyatakan layak bermain selepas melalui serangkaian tes kesehatan.

Pada babak playoff musim kemarin, Nets kandas di babak kedua selepas sempat unggul 2-0 di kandang sendiri (dengan format best of seven), satu kali bahkan tanpa kehadiran Harden di game kedua, namun gagal menuai kemenangan di kandang lawan, serta satu pertandingan penentuan di game ketujuh yang dihelat di kandang sendiri.

Meskipun kalah di putaran, musim ini, mereka masih difavoritkan menjadi kandidat terdepan meraih titel juara NBA pada musim baru nanti, dengan catatan, musim depan, tiga bintang utama mereka bisa bermain lebih banyak. 

Sebuah perkiraan awal yang wajar lantaran analis akan cenderung menempatkan tim dengan deretan bintang sebagai kandidat juara, sebagaimana keinginan netizen budiman (maksudnya biar analisisnya dibaca para casual fans, alias fans yang nggak mengidolai tim tertentu), meski di atas kertas pun masih agak sulit lantaran, meski baru kedatangan Patty Mills (San Antonio Spurs) yang dikenal bermental juara, punya daya juang, dan jiwa kepemimpinan yang bagus, di tengah bursa perpindahan pemain yang masih berjalan ini, baik itu free agent atau pun melalui sign and trade (atau bursa tukar-menukar pemain), mereka sudah kehilangan dua role player, yaitu pemain non bintang yang perannya bisa diandalkan di atas lapangan lantaran skills dan pengalaman, yaitu Jeff Green yang harus pindah ke Denver Nuggets serta Spencer Dinwiddie (yang praktis tidak bermain sampai akhir musim lantaran cedera) yang berlabuh ke ibukota bersama Washington Wizard, serta salary cap mereka yang sudah di atas batas atas, jadi agak sulit mendatangkan pemain bagus berkualitas lewat trade lagi selepas aset terbaik mereka Dinwiddie dikirim ke Wizard.

 Kalaupun bisa, mereka paling hanya bisa merekrut seperti Andre Iguodala (yang konon akan memperkuat satu dari tiga tim pilihannya yaitu Warriors, Nets, atau Lakers), pemain senior yang sempat membawa Warriors menjadi juara dengan kontrak minimal, seperti yang diberitakan. Menariknya, dengan kompetisi di wilayah timur yang tidak seketat di wilayah barat, mereka masih bisa berada di posisi kedua wilayah timur, dengan pemain pelapis dari bangku cadangan yang nama dan rekam jejaknya tidak sebagus para pemain pelapis Philadelphia 76ers, seperti George Hill, Dwight Howard, atau bahkan pemain muda mereka Mattise Thybulle, yang sudah bermain di putaran kedua babak playoff setidaknya sekali atau pemain pelapis juara musim lalu Milwaukee Bucks di mana mereka punya Jeff Teague, Bryn Forbes, PJ Tucker (yang naik menjadi starter) semenjak Donte DiVincenzo cedera yang tidak kagok menjalani peran tersebut lantaran biasa bermain sebagai starter di tim mereka sebelumnya, serta Boby Portis dan Patrick Connoughton yang sudah mencicipi babak playoff lebih dari sekali selama membela tim mereka sebelumnya dari bangku cadangan.  

Menariknya lagi, tanpa bermaksud meremehkan rekam jejak para pemain cadangan Nets musim lalu, paling hanya Blake Griffin dan Landry Shamet yang punya rutin cukup banyak di babak playoff, Timothe Luwawu Cabarott yang bermain bersama Shamet di Sixers, kariernya tidak secemerlang kompratiotnya tersebut dari bangku cadangan Sixers. 

Bahkan, untuk Tyler Johnson, sebagian fans bahkan tidak mengira kalau yang bersangkutan masih bermain di NBA selepas permainannya meredup sejak pindah dari Miami Heat tiga tahun silam. 

Memang tidak bisa dipungkiri, dengan bermain bersama Kevin Durant dan Kyrie Irving dan James Harden, sebagian pemain NBA lain bisa bermain layaknya all star, lantaran fokus pemain lawan akan tertuju pada para bintang, sehingga pemain lain, selama skillnya memang sesuai dengan kebutuhan tim, akan lebih mudah mencetak angka.

 Tidak heran, para bintang NBA disebut memiliki daya gravitasi lebih tinggi ketimbang pemain lain karena, dengan ketangkasan fisik serta skill yang mereka miliki, tanpa pengawalan ketat, mereka dinilai lebih mudah mencetak angka ketimbang mayoritas pemain NBA lain.

Miami Heat

Big Three Miami Heat: Jimmy Butler, Kyle Lowry, dan Bam Adebayo mengapit presiden tim Pat Riley dan Coach Erik Spoeltra - clutchpoints 
Big Three Miami Heat: Jimmy Butler, Kyle Lowry, dan Bam Adebayo mengapit presiden tim Pat Riley dan Coach Erik Spoeltra - clutchpoints 

Miami Heat tercatat segera berbenah seusai kekalahan telak 4-0 dari lawan yang mereka kandaskan musim sebelumnya Milwaukee Bucks. Tanpa basa-basi, presiden tim, Pat Riley, yang turut membidani lahirnya tiga cincin juara NBA di jari Dwyane Wade, langsung mendatangkan Kyle Lowry yang turut membawa Raptors menjadi juara NBA beberapa tahun silam (bahkan dianggap pemimpin Raptors sesungguhnya di lapangan kala itu, dan bukannya Kawhi Leonard) , PJ Tucker yang baru saja mengantarkan Bucks menjadi juara, serta sejauh ini Markieff Morris untuk membantu mewujudkan impian Jimmy Butler yang tertunda, yaitu menjadi juara NBA. 

Bersama Omer Yurtseven, rokie yang tampil dominan di pembukaan turnamen pemanasan, Ketiganya bakal menggantikan peran Trevor Ariza yang terbukti kurang menggigit menggantikan peran pemain favorit saya di musim sebelumnya, Jae Crowder, yang langsung membawa tim barunya Phoenix Suns, masuk final NBA serta peran Kendrick Nunn yang di awal musim perdananya di Heat tampil bagus, namun belum kembali ke permainan terbaiknya di babak playoff sejak yang bersangkutan pulih dari Covids (saya baru sadar kalau dua pemain ini, Ariza dan Nunn ,maksud saya, musim baru nanti akan membela Lakers).

Minimal dengan diperkuat Lowry, Heat jadi punya big three versi mini, mengingat dua musim lalu, mereka juga punya Bam Adebayo menuai puja-puji bukan hanya piawai sebagai center yang punya visi serta kemampuan operan yang bagus, tapi juga dikenal bisa meredam kekuatan fisik adik saya, Giannis yang memang lebih sering ditinggal sendiri di bawah jaring ketika menyerang, sehingga di atas kertas bisa mengoper ke empat pemain lain yang memang jago tembak di sekelilingnya. 

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Coach Erik Spoelstra menginstrusikan tiga pemain sekaligus untuk memagari Giannis ketika berlari mendekati jaring, agar Giannis kesulitan mengoper apalagi menembak (karena akurasi tembakannya memang kurang bagus) dengan penjaga utama tentu saja Adebayo, yang siap seorang diri meredam kekuatan fisik Giannis yang kala itu memang tidak sepenuhnya fit

  Sayang, musim lalu cara yang sama tidak berhasil lantaran Milwaukee tidak lagi meninggalkan Giannis seorang diri di dekat jaring ketika menyerang, tapi juga menginstrusikan Brooks Lopez yang tidak kalah besarnya ikut berpatroli di sana. Praktis meski dinilai bertenaga kuda, postur Adebayo yang dari sononya sudah keliatan lebih mungil (116 kg mungil dari mananya ya) dari Giannis dan Lopez tidak kuasa menahan gempuran dua raksasa Bucks. Terlebih dari sisi postur, paling hanya Butler yang terlihat bisa mengimbangi kekuatan fisik sebagian besar pemain Bucks musim lalu.

Meski dari sisi postur, para pemain baru Heat masih kalah dari pemain Bucks musim lalu sekalipun, setidaknya dari sisi gravitasi Lowry masih teruji lebih bagus dari Nunn. Terlebih dari sisi mental dan pengalaman di partai puntjak, Lowry jelas lebih banyak dari Goran Dragic, yang konon akan berpindah ke Raptors mengisi peran Lowry. Dengan pengalaman tersebut, Lowry diharapkan mampu mengembalikan keganasan Tyler Herro yang masyur karena tembakannya nyaris semua tembakannya tidak bisa luput kala itu.

Chicago Bulls 

chicago-bulls-hq-610cb8386e7f011fbc263272.jpg
chicago-bulls-hq-610cb8386e7f011fbc263272.jpg

Big Three Chicago Bulls: Lonzo Ball, Zach Lavine, dan Demar Derozan, dan masih ada Nikola Vucevic di luar frame (alesan aja saya karena kebetulan nggak nemu foto yang berempat, Chicago Ball HQ)

Jika ada nama besar di NBA yang penasaran belum sempat mencicipi babak playoff, meski sudah lebih dari empat musim berkiprah di NBA dan bermain dalam laga all star, tanyalah Devin Booker (yang sudah pecah telur musim lalu) dan Zach Lavine. Kebetulan seperti layaknya Booker dan Herro, Lavine juga draft pick urutan ke-13 yang punya gaya bermain yang mirip, amat produktif mencetak angka meski dinilai bukan pemain bertahan yang baik.

Selama ini Bulls dinilai gagal memaksimalkan talenta yang mereka miliki lantaran manajemen lama di bawah kepemimpinan Gar Forman dan Garry Paxton (biasa disingkat GarPax) sudah terlalu lama berada di puncak manajemen dan punya peran terlalu dominan, termasuk dengan menunjuk Fred Hoiberg dan Jim Boylen yang kurang berpengalaman sebagai pelatih, padahal, dua musim lalu saja, mereka dibekali pemain-pemain muda terbaik seperti Kris Dunn yang dianggap sebagai salah playmaker dengan kemampuan bertahan terbaik, semenjak masih bermain untuk Minnesota Timberwolves bersama Lavine, tapi tampil kurang maksimal lantaran rentan cedera bahkan sampai sekarang.

 Mereka juga punya Wendell Carter Junior, big man yang dikenal jago rebound, serta Laurie Markkanen, big man idaman para eksekutif NBA, karena terbilang lincah dan amat tajam dari luar jaring untuk pemain setinggi 213 cm. Kelimanya dinilai mampu meretas jalan yang sempat dibuat Tom Thibodeau dan Derrick Rose (kini membela New York Knicks) masuk final wilayah timur tahun 2011. 

Sayang selain Lavine yang tampil ngotot, pemain lain seperti Markkanen justru tampil lesu darah. Para pemain Bulls tersebut rerata baru bisa mengeluarkan penampilan terbaik setelah lepas dari Bulls. Contoh teraktual adalah Daniel Gafford yang membantu Russell Westbrook. mengeluarkan permainan terbaik sebagai pengumpan jitu, lantaran, sebagai big man, Gafford punya kecepatan, kelincahan, dan lompatan tinggi layaknya Javalee Mcgee bersama Lakers, yang cocok menerima permainan umpan-umpan lambung dan panjang ala Westbrook atau Bobby Portis yang turut membawa Bucks juara NBA musim lalu dari bangku tjadangan, lewat akurasi tembakan tiga angkanya.

Musim baru nanti Bulls akan diperkuat pemain berpengalaman layaknya Lonzo Ball yang kurang lebih punya gaya bermain seperti Westbrook, Demar DeRozan yang tembakannya nyaris tidak terhentikan jika menembak dari jarak lemparan bebas, serta Nikola Vucevic, big man tangguh dan piawai mengeksekusi tembakan tiga angka, jebolan Orlando Magic, yang mesti banyak diperkuat pemain tangkas bertalenta, langkahnya lebih sering mentok di putaran pertama babak playoff lantaran permainannya  mudah terbaca (mengandalkan tembakan tiga angka semata, dengan defense ala kadarnya, meski pelatih beda datang silih berganti membina).

maaf gambar free agent ga urut, yang pertama yang ada tulisan sportac-nya, ini yang ketiga

Di bawah kepemimpinan Billy Donovan yang sempat menukangi Durant dan Westbrook di OKC, walaupun belum berhasil lolos playoff di musim perdana ia melatih, identitas permainan tim mulai terbentuk. Pemain lebih bersemangat dan tidak lagi berpusat pada Lavine semata.

Minimal musim depan, di atas kertas mereka punya tiga pemain paten yang bisa mengkreasikan peluangnya sendiri yaitu Lavine, Vucevic, dan DeRozan, yang apabila dikawal ketat bisa membuka ruang tembak ke playmaker Lonzo Ball atau Markkanen yang kemungkinan besar hengkang ke Charlotte Hornets bersama free agent (favorit saya) Kelly Oubre Jr, yang sayangnyo rentan cedera.

 Belum lagi, dari bangku cadangan, Bulls juga punya Alex Carusso yang didatangkan dari Lakers dan Patrick Williams yang sejak di-drafted diproyeksikan menjadi pemain bertahan yang baik, serta Cristiano Felicio yang licin di bawah jaring.

Dengan kualitas pemain yang mereka miliki, meski tidak tahu mereka ada di posisi berapa kelak, jika tidak rentan cedera, mereka menjadi tim yang amat menjanjikan musim baru nanti.

Washington Wizard

Musim ini Washington Wizard diperkuat para pemain bagus di tiap posisi Bradley Beal, Kentavious Cadwell-Pope (KCP), Spencer Dinwiddie, Kyle Kuzma, Davis Betrans, Daniel Gafford, Montrezl Harrell, dan Isaiah Todd (yang penampilannya menjanjikan lewat akurasi tembakan memikat (dan keahlian mengedit video yang tepat #eh) ... meninggalkan, John Wall, rekan Beal yang sempat ikut membawa Wizard tampil menjanjikan beberapa musim lalu bersama Wizard, walaupun kerap mendapat kritik lantaran akurasi tembakan yang jauh dari akurat, sekadar mengandalkan kecepatan dan rentan cedera, sehingga dikirim ke Houston Rockets yang sejak kepindahan Harden ke Nets harus mulai membangun tim dari awal lewat pemain-pemain muda, yang entah kapan bakal berada di posisi (imajiner) Washington Wizard musim ini

fadeawayworld.com
fadeawayworld.com

Kunci bagus tidaknya penampilan Wizard musim ini ada di tangan Bradley Beal, pemain kunci mereka (yang tengah dalam masa pemulihan cedera hamstring). Andai kata Beal, pemain yang rajin mencetak 30+ poin dari berbagai posisi ini bertahan, Wizard di bawah pelatih debutan Wes Unseld, yang turut membawa Denver Nuggets masuk final wilayah barat dua musim lalu itu, akan menjadi tim dengan pemain dengan kemampuan yang tidak jauh beda di tiap posisi.

Dimulai dari posisi point guard, mereka jelas baru mendatangkan Spencer Dinwiddie yang ketika belum cedera dan sebelum kedatangan "big three" Nets, selalu menjadi andalan Nets minimal di bangku cadangan dengan rutin mencetak 18+ poin.

Belum lagi mereka punya Aaron Holiday, adik dari Jrue Holiday yang baru saja menjadi juara NBA bersama Bucks, yang meski belum sepiawai kakaknya, punya gaya permainan yang kurang lebih sama, dengan mengandalkan akurasi tembakan.

Di posisi shooting guard, sebagai deputi Beal, Wizard punya mantan pemain Lakers Kentavious Cadwell-Pope (KCP) yang saat menjadi juara memulai peran sebagai pemain cadangan, namun seiring absennya Avery Bradley yang meminta izin untuk menjaga anak-anaknya di rumah (saat awal Covid), KCP mulai berperan sebagai starter dengan kemampuan bertahan prima dan akurasi tembakan tiga angka lebih sering bagus (meski persentasenya tidak konsisten). 

Bukan cuma bisa bermain sebagai shooting guard, begitu juga Beal, KCP juga bisa bermain sebagai small forward, yang di era modern ini punya peran yang identik dengan shooting guard, yaitu mencetak tembakan dari area tiga angka sekaligus mencegah pemain lawan menerobos pertahanan. Artinya, meski punya posisi yang sama, Beal dan KCP bisa dimainkan di saat yang sama.

Channel: Air Highlight

Jika masih kurang, di posisi small forward mereka punya dua nama keren yang boleh jadi, jadi titik lemah tim ini kelak lantaran kurang piawai bertahan yaitu Deni Avdija, yang lebih banyak menghabiskan musim perdananya di pinggir lapangan karena cedera, serta rookie Corey Kispert yang punya tembakan prima, baik itu di luar area tiga angka maupun dari jarak lemparan bebas.

Avdija, jika memang sudah pulih dari cedera, dari postur dan visi permainan serta umpannya, akan mengingatkan kita pada Luka Doncic, meski dari segi fisik,kepercayaan diri dan akurasi umpan serta tembakan masih kalaaah jauh dari Doncic. Sebagai perbandingan, kalau dalam istilah bola mungkin anda akan bosan dengan istilah titisan Messi atau Maradona, atau Messi dari negeri A, B,C,D yang ujung-ujungnya kita tahu sediri seperti apa kiprahnya (sungkem sama Pablo Aimar dan Riquelme) #tuwak banget ya referensi saya.

Di posisi Power Forward, mereka punya dua nama beken Davis Betrans yang dua musim lalu diuber-uber seantero general manager NBA lantaran akurasi tembakan tiga angka yang luar biasa, walaupun skill lainnya terbilang tidak terlalu istimewa, serta Kyle Kuzma, yang di awal kariernya justru dikenal mirip Betrans, namun seiring akurasinya yang kurang konsisten, Kuzma mulai mengembangkan skill sebagai pemain yang makin piawai bertahan dan mencetak angka di bawah jaring yang baik, meski tidak bagus dan istimewa (berarti masih di atas buruk, jelek, dan lumayan. Sebagai perbandingan Klo Lonzo finishing permainan di bawah jaring di awal karier bisa dibilang buruk atau jelek saking parahnya).

Di posisi center, mereka punya tiga center paten, Daniel Gafford dan dua alumni Lakers, Thomas Bryant serta peraih sixth man of the year satu musim sebelum musim lalu, Montrezl Harrell, lantaran penampilannya yang dominan di bawah jaring lawan, yang rata-rata dijaga oleh pemain yang lebih besar dan tinggi dari Harrell, namun lebih sering tidak terpakai di babak playoff lantaran lawan-lawan Harrell tadi sudah tidak perlu menghemat tenaga sepanjang musim (yaitu 72 atau normalnya 82 pertandingan) di babak playoff, untuk beradu fisik di babak yang bisa dibilang partai hidup mati bagi tim yang ingin melangkah ke putaran berikutnya.

Sekedar menerka kelebihan dan kekurangan tim di atas kertas memang tidak ada artinya apabila tidak bisa diwujudkan di atas lapangan. Tetapi setidaknya, tim-tim tadi sudah memiliki identitas yang jelas, yang kekurangannya juga amat bisa diperbaiki dengan penambahan satu atau dua pemain untuk melengkapi puzzle yang dibutuhkan seiring berjalannya kompetisi apabila dibutuhkan.

Sejauh ini, tanpa mengesampingkan penampilan konsisten Philadelphia 76ers yang terbilang konsisten tiga musim belakangan, Boston Celtics yang beberapa musim terakhir selalu menjadi langganan final wilayah timur, namun harus mencari identitas lagi semenjak dua musim terakhir kehilangan kedalaman skuad karena cedera dan kurang bisa menunjukkan penampilan terbaik sesuai harapan ketika dimainkan, klo dalam istilah bola, serta Toronto Raptors yang mungkin sedikit menurun sejak beberapa pemainnya bergantian cedera dan berpindah home court sementara dari Toronto, Kanada ke Tampa Florida Amerika Serikat karena pemain tidak diizinkan sering-sering menyeberang lintas negara sebelum flu mereda, keempat tim ini tampaknya akan bersuara lantang di musim baru nanti, setidaknya di atas kertas, dengan catatan tidak terhalang cedera panjang pemain kunci atau cedera ringan yang terjadi secara bergantian antar pemain satu dengan pemain lain, biasanya yang jadi kambing hitam layaknya Lakers adalah fisioterapisnya, meski pada musim sebelumnya sakses menjaga kebugaran pemain Lakers di luar Lebron, yang punya tim kebugaran sendiri, sampai meraih cincin juara.

Kebetulan prestasi Boston Celtics kurang berkembang dua musim belakangan juga lantaran cedera dan para rookie yang diharapkan bisa matang dari bangku cadangan malah cedera atau kurang bisa memenuhi ekspektasi apabila dimainkan.

Sayang, Celtics belum bisa memperbaiki kelemahan dalam waktu dekat anggaran mengontrak pemain musim ini sudah di atas salary cap dan mesti menunggu musim depan, untuk mencoba memikat pemain kunci seperti Bradley Beal, seiring habisnya masa kontrak beberapa pemain, sehingga anggaran salary cap yang terbilang cukup lapang di dua musim mendatang tersebut diharapkan bisa menggoda Beal untuk merapat ke Celtics yang secara umum punya komposisi pemain yang matang lantaran mereka punya Jayson Tatum, Jaylen Brown, dan Marcus Smart yang punya pengalaman bermain di final wilayah di usia yang relatif muda.

Sportac
Sportac

Terlebih, dengan kembalinya Danny Green memperkuat Philadelphia 76ers layaknya musim lalu, para free agent papan atas (kecuali Kawhi yang belum menentukan sikap akan menetap di Clippers atau tidak) sudah menemukan rumahnya masing-masing, yang artinya kerangka sebagian besar tim sudah terbentuk. Perpindahan pemain lewat trade, termasuk ke Celtics, jelas masih mungkin terjadi, toh pengumuman perpindahan atau menetapnya pemain di suatu tim baru bisa dilakukan secara resmi baru bisa dilakukan secara resmi tanggal 6 agustus jam 12:01 malam waktu Amerika Serikat atau tanggal 7 Agustus jam 12:01 siang Waktu Indonesia Barat kalau tidak salah, walaupun untuk perpindahan nama besar ke tim pemburu gelar juara atau minimal babak playoff nyaris terbilang kecil lantaran anggaran tim-tim tersebut sudah nyaris terisi penuh, dan kalaupun bisa, mereka paling hanya bisa menawarkan kontrak trade exception, yang sekitar kurang dari 10 juta dolar, yang hanya bisa digunakan oleh tim-tim yang alokasi anggarannya di atas salary cap, dengan catatan belum dipakai oleh tim yang bersangkutan.

free-agent-2-610ce6ea06310e3eec6167f2.jpg
free-agent-2-610ce6ea06310e3eec6167f2.jpg
Yang ada malah, tim yang alokasi anggarannya di atas salary cap sengaja ingin mengirimkan pemain ke tim yang anggaran mengontrak pemainnya masih tersisa banyak (karena memang tidak ada pemain yang nilai kontraknya mahal), seperti Marc Gasol dan Alex Carusso  yang sengaja ingin Lakers lepas ke Minnesota Timberwolves, setidaknya karena DUA alasan. 

 Pertama, Lakers (dan juga tim lain) ingin membuka ruang untuk mengontrak pemain baru yang gayanya lebih sesuai dengan skema Lakers musim ini yang bertempo sedikiiiiiiiiiit lebih cepat, untuk ukuran tim yang rata-rata pemainnya berusia 35+++ tahun (bukan Gasol banget) dan mengandalkan akurasi tembakan bagus dengan rataan peluang di atas lima tembakan per pemain (bukan Carusso banget, karena walaupun akurasi tembakan tiga angkanya di atas 35%, Carruso rata-rata hanya menembak tiga tembakan tiga angka per pertandingan yang jika ditambah akurasinya cenderung turun), namun urung lantaran Carruso tidak bersedia bermain untuk Timberwolves yang seolah tanpa ambisi beberapa musim terakhir.

Dua, tim yang anggaran mengontrak pemainnya sudah di atas salary cap, (seperti Golden States Warriors setelah memperpanjang kontrak Curry beberapa musim ke depan, atau Clippers yang anggarannya jelas di atas salary cap apabila jadi mengontrak Kawhi lagi, atau Nets, yang sebagian besar anggarannya digunakan untuk mengontrak Durant, Irving, dan DeAndre Jordan) untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan pemilik tim (lantaran tidak semua pemilik tim sekaya pemilik Clippers Steve Balmer (mantan CEO Microsoft) dengan kekayaan 84,3 miliar dolar, dibanding pemilik Charlotte Hornets dengan Michael Jordan yang hanya 1,6 miliar dolar).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun