Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Unsung Cinderella", Kisah Seorang Pharmacist (Apoteker) Rumah Sakit

17 Agustus 2020   18:05 Diperbarui: 18 Agustus 2020   10:18 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inti cerita "Unsung Cinderella" sebenarnya sederhana. Seperti juga "Radiation House" yang bercerita tentang peran penting operator alat-alat radiologi, " Unsung Cinderella" mencoba memahami peran apoteker rumah sakit yang sering terlupakan dan dipandang sebelah mata.

Kita bisa bilang terlupakan karena rumah sakit memang identik dengan dokter, pasien, dan perawat. Padahal, masih ada juga para apoteker yang mengabdikan dirinya untuk meracik obat sesuai dengan takaran yang tepat.

Kita juga bisa bilang dipandang sebelah mata, walaupun tidak selamanya begitu, mengingat, paling tidak di serial ini, untuk urusan memakai lift saja, apoteker atau pharmacist menempati urutan keempat setelah pasien, dokter dan perawat. Artinya ketika lift kebetulan penuh karena ada pasien yang mesti dirawat, para apoteker rumah sakit mesti naik tangga dan menerima dengan alasan yang tentu saja masuk akal.

Itulah inspirasi cerita "Unsung Cinderella" yang tercermin lewat karakter Midori Aoi, seorang apoteker rumah sakit yang sering kebablasan lantaran beberapa kali lebih sering bertindak layaknya dokter atau perawat ketimbang apoteker, termasuk saat Aoi-san memberikan pijat jantung kepada pasien yang tidak sadarkan diri setelah tersengat lebah.

Bagi mereka yang berkecimpung di ranah medis tidaklah sulit mengatasi masalah seperti ini. Pasien hanya perlu diberi Ephinepine (adrenalin) untuk mengurangi reaksi alergi yang dialami.

Ternyata, bukannya pulih, detak jantung pasien justru tidak terdeteksi alat pembaca detak jantung. Aoi-san yang sedari tadi tengah meracik obat pun diminta bantuan oleh dokter yang bertugas untuk melakukan pijat jantung lantaran tangan suster dan dokter sibuk melakukan penanganan dalam bentuk lain.

Ketika, dokter sudah mulai sempat melakukan pijat jantung, Aoi-san berusaha mencari petunjuk akar permasalahan pasien tadi dengan cara meraba kantong pasien.

Ternyata selain menderita alergi racun lebah, pasien yang bersangkutan juga menderita darah tinggi. Tidak heran, di kantong pasien terdapat beta blocker, obat yang berfungsi menurunkan tekanan darah yang cara kerjanya menghambat kerja hormon adrenalin. 

Penjelasan umumnya sederhana. Ketika homon adrenalin kita terhambat, detak jantung jadi menurun dan di saat yang sama tekanan darah juga ikut menurun. 

Untuk dapat menembus pengaruh beta blocker dibutuhkan Glucogen yang berfungsi menaikkan detak jantung,

Karena alasan itulah, Aoi-san menyarankan agar pasien diberi Glucogen, dan  dengan izin dokter yang menangani pasien,  ia lantas berlari mengambil  obat yang dimaksud

Penjelasan yang terkesan panjang ini ternyata hanya memakan waktu tiga sampai empat menit saja di depan layar kita. Tiga sampai empat menit itu pun baru awal cerita, yang mengantarkan kita ke cerita seru yang sebenarnya

Cerita Midori Aori-san, yang mendapat protes dari para dokter yang menangani pasien karena dinilai terlalu sering kelewat batas, termasuk ketika memberi saran untuk menangani ibu hamil yang mengalami HELLP syndrome (gangguan organ hati dan darah saat kehamilan).

Kebetulan,  Aoi-san yang  malam itu sedang berada di kantor, mendapat telpon dari dokter jaga. Dokter jaga tadi meminta obat lain lantaran paracetamol dinilai tidak bisa meredakan sakit kepala pasien yang sedang hamil tadi.

Aoi-san pun bertanya gejala yang dialami ibu tadi agar bisa memberikan obat yang tepat.

Dokter jaga tersebut mengatakan kalau pasien tadi bukan hanya mengalami pusing, tapi juga  mual dan penglihatannya pun tidak nyaman.
Mendengar penjelasan tadi, dengan sigap Aoi-san meluncur dari kantornya dan berinisiatif meminta dokter jaga memanggil dokter kandungan yang merawat pasien dan  meminta agar pasien tersebut diberi infus.

Belum sempat memberikan infus, dokter kandungan yang dimaksud keburu datang. Kita sendiri bisa menebak reaksi dokter tadi, apalagi Aoi-san menyarankan dokter tadi memberikan magnesium sulfat untuk mengurangi kejang ibu tadi.

Kita sendiri paham ujung kasus yang satu ini, namanya juga fiksi #eh. Meskipun begitu, Aoi-san tetaplah disidang karena dinilai lancang.

Dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien yang bersangkutan merekomendasikan agar Aoi-san membuat semacam permohonan maaf tertulis. Menariknya yang satu suara dengan dokter kandungan tadi bukan cuma satu, tapi beberapa.

Melihat situasi tidak memihak departemen farmasi, atasan Aoi di departemen farmasi mengambil resiko berani.

Ia mengatakan pada dokter yang bersangkutan, ketimbang meminta Aoi-san bikin surat permohonan maaf, kenapa tidak diskors saja sekalian. 

Saran yang terbilang berani, mengingat apabila saran tersebut dipenuhi, bukan cuma departemen farmasi yang rugi, tapi juga para dokter yang sudah terbantu ulah Aoi.

Mendengar saran ekstrim atasan Aoi-san, dokter kandungan tadi-pun keder dan dengan malu-malu mencabut protesnya.

Itulah Aoi-san yang di episode pertama ini terlihat terlalu sempurna. Sempurna karena bukan hanya jago meracik obat dan mendiagnosis penyakit pasien, tetapi juga cukup dekat dengan pasien, terlalu dekat malah, karena ia paham benar apa yang dirasakan pasien, terutama yang telah beberapa kali menjani rawat inap.

Aoi bahkan bisa memahami kenapa pasien sengaja menunda menyuntikkan insulinnya.

Kebetulan, bukannya ditanya kenapa pasien yang bersangkutan tidak menyuntikkan insulinnya, pasien tersebut malah dihardik oleh orang tuanya.

Sebuah logika klise sebenarnya, orang tua tersebut sebenarnya tidak marah. Mereka hanya khawatir dengan kondisi putrinya. Di satu sisi, putrinya hanya ingin menunjukkan bahwa ia sendiri lelah dengan perawatan yang harus dia lakukan.

Kebetulan Aoi-sanlah yang mengerem perdebatan kecil itu. Hanya saja, meskipun paham dengan apa yang dirasakan orang tua dan anak tadi, Aoi-san tidak bisa menerima alasan keduanya.

Ia justru punya pendapat sendiri. Pendapat yang ia sampaikan pada rekan sekamar pasien tadi yang juga mengalami diabetes saat anak tadi sudah diizinkan pulang beberapa hari kemudian.

Kebetulan, rekan pasien tadi juga melakukan hal yang sama. Ia sengaja telat menyuntikkan insulin agar bisa bertemu dengan pasien yang bisa memahami kesulitannya.

Kesulitan pasien yang harus terus-menerus mendapatkan suntikan insulin.

Sekali lagi, walaupun Aoi-san, paham dengan hal itu, Aoi-san tidak bisa diam saja. Ia justru menyemangati dua pasien tadi untuk paham akan bahaya Diabetic Ketaocidosis, di mana,apabila terlambat mendapat insulin,  pasien bersangkutan akan mengalami dehidrasi dan akan sering kehilangan kesadarannya. Dan apabila terlambat, bukan hanya sekedar koma yang harus mereka hadapi. Tanpa perlu berpanjang lebar, teman sekamarnya tadi pun langsung menghampiri rekan satunya berpamitan.

Sekali lagi, meskipun ceritanya cukup menarik dan memberi banyak pengetahuan buat awam kayak saya, cerita Unsung Cinderella terbilang datar untuk episode pertama. Itulah kenapa, saya baru sempat merampungkan satu dari lima episode yang sudah beredar sampai hari ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun