Terkadang hal yang tidak baik menurut saya (dan orang-orang), buat orang lain, masih lebih baik menurut orang tersebut, karena orang tersebut pernah mengalami hal yang tidak jauh lebih baik dari apa dialaminya sekarang. Itulah kesan yang saya tangkap dari film Manbiki Kozoku () atau shoplifters atau secara harfiah berarti keluarga pengutil.
Mendengar judulnya, wajar apabila bukan saya saja yang akan protes, tapi entah kenapa saya merasa tidak berani berkomentar banyak. Â Keluarga Shibata mungkin jelas bukan keluarga yang baik, karena sebagian anggota keluarga ini memilih mengutil di sela-sela waktu kerja atau luang.
shoftlifter-gambar-2-png-5c63f05daeebe13c77387524.png
shoftlifter-gambar-4-png-5c63efc312ae946f1f6ecb33.png
shoftlifter-gambar-5-png-5c63efe012ae947bb86c50d5.png
Keluarga ini selalu punya cara bikin saya garuk-garuk kepala, meski katakanlah itu hanya lantaran gantungan baju atau pemotong kuku yang mereka ambil dari saku pakaian yang sedang  mereka cuci atau seterika. Hanya saja, selang berapa lama, mereka bisa membuat saya berhenti berkomentar, entah kenapa.
shoftlifter-gambar-6-png-5c63f0856ddcae50d60a757a.png
shoftlifter-gambar-11-png-5c63f2b9ab12ae704e7da8c3.png
Mungkin karena akting Lily Franky  yang tanpa banyak gaya, atau tanpa pendalaman karakter yang macam-macam. Cukup memberikan makanan yang dibawanya pada orang yang tidak dikenal, yang memang tampak lama tidak makan.
shoftlifter-gambar-12-png-5c63f50b43322f5a3b6cfe82.png
shoftlifter-gambar-13-png-5c63f592c112fe25ba4daa97.png
Saya, di sisi lain, dibuat kaget oleh adegan  yang dimainkan Matsuoka Mayu, yang meski sama sekali tidak vulgar, tetap bikin saya kaget meski barang satu setengah sampai dua menit lebih sedikit. Satu dua menit yang sedikit membuat saya kecewa sebenarnya. Kenapa cerita seperti ini masih menyelipkan subtema yang biasanya hadir di cerita lebih gelap atau tegas.
shoftlifter-gambar-7-png-5c63f17baeebe12fc2623cd2.png
shoftlifter-gambar-8-png-5c63f16d677ffb3b0f5d00d5.png
shoftlifter-gambar-10-png-5c63f115bde575502b529a42.png
Bukan apa-apa, meski dikenal dengan industri film dewasanya, film, serial, atau dorama jepang, terutama, yang beredar pertengahan tahun 1990-an hingga akhir 2000-an amat jarang menampilkan adegan kasur atau jitak bibir sekalipun. Kalaupun ada adegan jitak bibir, momentumnya dipilih dengan hati-hati, dengan frekuensi kemunculan yang bahkan lebih sedikit dari drama korea terkini sekalipun. Kalau anda tidak percaya, tengoklah dorama Beach Boys (1997) atau Majo No Juken (1999).
Beach Boys dan Majo no Joken memang berbeda dari Manbiki Kozoku. Â Dua judul yang saya sebut di awal tidak lain adalah dorama, sedang Manbiki Kozoku merupakan drama layar lebar yang dibuat di era yang jelas berbeda. Â Hanya saja, ketiganya punya kehangatan yang hampir mirip, bahkan Manbiki Kozoku, terasa lebih temaram, dengan akting para pemain yang sama sekali tidak terasa menonjol. Sepanjang film, saya bahkan tidak merasakan nada tinggi sekalipun, baik itu dari almarhumah Kirin Kiky atau Lily Franky. Semuanya mengalir teratur dan cenderung membosankan, minimal membosankan untuk diulang lebih dari tiga kali. Karena itulah saya sedikit terganggu, bukan dengan karakter Matsuoka Mayu di sini atau alasan karakter Matsuoka Mayu menentukan pilihan hidup, melainkan dengan kejutan yang tidak biasa ini. Terlebih karakter yang dimainkan Matsuoka Mayu memang menyatu dengan jalan cerita. Â Tanpa adegan tersebut, kita nggak akan memahami karakter yang Matsuoka Mayu perankan secara utuh.
Terlepas dari itu semua, Matsuoka Mayu berhasil bikin saya sejenak lupa pernah melihatnya di mana. Karakternya yang mudah tersentuh dan sedikit murung membuat saya harus mengecek mesin pencari untuk memastikan apakah Matsuoka Mayu adalah sosok koki dingin dan tertutup yang hobi berpindah tempat istirahat dari warnet satu ke warnet lain dalam Mondai no Aru Restaurant.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Film Selengkapnya