Lakers, cerita tentang mereka mungkin tidak menarik musim ini, mereka sementara ini kalah enam kali lebih banyak dari peringkat kedelapan New Orleans Pelicans dan mungkin sekali kalah lebih banyak di pertandingan tersisa.
Para pemain yang mereka punya juga kurang menarik. Kentavious Caldwell-Pope (KCP), pemain yang lebih dikenal dengan permainan bertahannya, ketimbang tembakan-tembakan yang masuk. Memang tembakan yang masuk nyaris lebih sedikit dari pemain yang menggantikan posisinya waktu itu di Detroit Pistons, Avery Bradley. Saya bilang waktu itu karena Bradley memang pindah ke LA Clippers pertengahan musim ini.
Larry Nance juga sama, lebih jago menyabot bola dari tangan pemain lawan ketimbang menembak. Praktis sebagian besar poin yang dibuatnya dibuat dekat sekali dengan jaring, kalau tidak dengan dunk ya dengan tip up. Hanya saja, kekurangan Nance dalam memasukkan bola, diimbangi dengan kemauannya membuka ruang, berbagi bola, untuk menjadikan permainan lebih menarik ditonton, Itulah yang membuat saya mengidolakan Larry Nance, selain karena sikapnya yang supel terhadap semua pemain.
Bersama Julius Randle dan Corey Brewer, Larry Nance membimbing para anak kemarin sore yang dicibir punya umpan istimewa, tapi nggak bisa nembak. Lonzo Ball, atau Lorenzo Ball kata, Hubie Brown. Pemain yang kehadirannya dinantikan lantaran Lakers sempat sembilan kali kalah ketika Lonzo cedera, bahkan sampai hari ini.
Barisan pemain yang tembakannya kurang konsisten makin lengkap apabila nama Brandon Ingram dimasukkan. Pemain yang semasa kuliah, berhasil memasukkan 41% tembakan tiga angkanya ini, lebih sering berduel di bawah jaring, memanfaatkan kaki jenjang dan rentang tangannya yang panjang. Praktis di luar mereka, hanya Jordan Clarkson, Kyle Kuzma, dan belakangan Josh Hart yang bisa nembak, itu pun dari jauh.
Brooks Lopez, meski pun, bisa nembak dari dalam (dan luar), tembakannya kerap luput musim ini  bisa jadi lantaran Lopez-lah yang jadi opsi pertama penembak tiga angka Lakers. Tidak ada rekan berbagi bola di lingkar luar, meski ruang tembak terbuka. Akurasi tembakan tiga angka yang musim lalu hingga 35%, melorot sekitar 7%, dan baru kembali menemukan ritmenya, tiga pertandingan terakhir. Â
Lantas kalau tidak bisa pake nembak, gimana mereka bisa maen basket, maksud saya, menang? Gampang, mereka menang dengan cara bertahan, merebut bola yang belum berhasil masuk, dan melakukan serangan balik cepat, langsung ke paint area. Sesuatu yang bisa dilakukan dengan sangat baik oleh Julius Randle, pemain yang saya kurang suka cara bermainnya.
Mereka bisa begitu lantaran mereka punya semua pemain yang dibutuhkan. Â KCP, Larry Nance, Brandon Ingram, dan Lonzo Ball siap menghadang, memastikan pemain lawan tidak bisa memasuki paint area, selalu sigap berada di belakang screener yang bermain pick and roll dengan guard, memastikan bola tidak bisa dengan mudah dimainkan oleh satu sama lain di area lingkaran tiga angka,
Para pemain Lakers bisa begitu piawai memainkan permainan bertahan lantaran punya badan yang kokoh, kaki-kaki lincah yang ulet, dan tidak segan merentang tangan ke atas untuk mempersempit sudut tembakan. Dari tongkrongannya sudah terlihat. Kyle Kuzma dan Jordan Clarkson bisa dimainkan kalau ingin serangan balik lebih tajam.
Lewat postur yang nyaris seragam, tidak masalah siapa yang jadi penjaga siapa. Selama postur tidak terlalu beda jauh nggak masalah. Lewat karakteristik permainan yang sama. Luke Walton bisa dengan nyaman memainkan hobinya melakukan hockey substitutions, mengganti semua pemain mula saat bersamaan. Sesuatu yang kerap menuai sejak awal menjadi pelatih Lakers.
Musim lalu, Lakers sejatinya punya empat guard dengan tipe berbeda. D'angello Russell dan Nick Young yang jago menembak dari luar lebih sering dimainkan hingga menjelangan perempat pertama dan ketiga, Akhir perempat pertama hingga pertengahan perempat kedua. Luke lebih suka memainkan guard bertipe cepat yang jago memasuki paint area buat bikin angka.