Meski NBA terdiri dari 30 tim, buat saya, nggak lebih dari 11 tim yang sejak awal layak difavoritin masuk playoff NBA. Wilayah barat, udah jauh-jauh hari oleh mas dan mbak ESPN bakal menghadirkan lima nama eh tim, yang nggak jauh-jauh dari Golden States Warriors, Houston Rockets, Minnesota Timberwolves, OKC Thunder, New Orleans Pelicans, Portland Trail Blazers, dan San Antonio Spurs.Â
Tumben, saya ndak meletakkan Meski variasi teknik dasar dan variasi permainan terbilang masih lebih kaya dari sebagian BESAR tim NBA dari kedua wilayah, absennya beberapa pemain kunci dan keberanian Pop mendahulukan para pemain mudanya jadi alasan saya untuk nggak kagetan kalau Manu dan adik-adiknya ada di peringkat enam atau delapan di akhir babak reguler. Saya sendiri masih perlu diyakinkan klo menyangkut Denver Nuggets.Â
Meski, kemarin sempat bikin deg-degan dengan unggul 20 poin menghadapi OKC, kemenangan tipis yang dihadirkan Gary Harris lewat tiga poin di detik-detik terakhir bikin saya gembira sekaligus gemes. Gembira lantaran saya seneng Denver bikin kejutan. Gemes lantaran tim ini entah gimana caranya nggak punya gairah yang sama bermain di kandang orang, maksud saya tim lain. Â
Wilayah timur, buat saya, lebih sedikit lagi yang saya jagokan. Boston Celtics yang akhirnya kedatangan Greg Monroe, Toronto Raptors, Washington Wizard, dan tim yang lagi naik daun Toronto Raptors. Meski setiap wilayah dapet jatah 8 tim, kenapa saya cuma menjagokan tiga. Alasan pertama, di luar, Toronto Raptors, baru Sixers yang punya tren kemenangan positif menghadapi tim unggulan wilayah barat dan tiga tim dari timur yang saya sebut di atas. Miami Heat, meski sekarang ada di peringkat lima besar agak sulit mengalahkan tim unggulan wilayah barat, praktis baru Minnesota Timberwolves yang sempat mereka kalahkan sekali. Mereka nyaris belum sempat menang menghadapi tim-tim yang maksimal akan mereka temui tujuh kali, itu pun klo masuk final.
Washington Wizard, meski mereka bagus, tim ini terlalu mengandalkan jump shot Bradley Beal dan Mike Scott, serta tusukan pemain yang mesti absen enam hingga delapan pekan.

Konsistensi jump shot dua nama yang saya sebut terakhir memang nggak sebagus nama-nama yang saya mensyen lebih awal, tapi John Wall dan Russell Westbrooks bisa-bisa tampil ganas, ndilalah jika dibutuhkan. Chris Paul emang jauh lebih pendek dari nama-nama yang udah disebutin, tapi tugas mengawal Kevin Durant dan mid-range jump shot yang lebih banyak masuk dari kagaknya seolah menetapkan standar tersendiri bagi para point guard bagus.

Terbilang nggak mudah mengingat OKC nggak punya ruang seleluasa tim lain dalam kotak bekal salary mereka. Klopun mereka dapet  tambahan dana sekitar 8,4 juta dolar, untuk biaya mengontrak pemain pengganti, kaga banyak perimeter defender yang tersedia di lapangan yang punya nilai kontrak nggak gitu tinggi. Mungkin Tonny Allen bisa jadi jawaban, tapi apakah memungkinkan pemain yang baru saja bertukar tim dan lalu dilepas tim barunya, bisa langsung bergabung ke tim baru dalam jangka waktu sekitar lima sampai enam hari, saya kurang tau. Â
Video Coach Nick dari BBallbreakdownÂ
Peran defender emang makin vital di era NBA jaman now, terutama parimeter defender. Tugas mereka bukan cuma memastikan, para guard bisa nyampan berakselerasi ke arah jaring, tetapi juga memastikan mereka tidak dengan mudahnya melakukan one-on-one jump shot. Secara teori itu mudah, selama yang nembak bukan Curry, Harden, Durant, Lillard, Chris Paul atau Lebron James selama pemain NBA punya tekad, kaki yang lincah, serta kesabaran membututi para shooter terbaik NBA ini rasanya  dengan mengorbankan badan termasuk rentang tangan, nggak ada tembakan tiga angka pemain NBA yang kaga bisa dijinakkan.Â
Sayang pemain NBA yang punya tekad sekukuh itu termasuk langka di NBA. Danny Green, Tonny Allen, dan Patrick Beverley termasuk pemain mungil langka yang bisa dengan lengket menjaga pemain yang jauh lebih tinggi dari yang ngejaga. Sebagian lagi rerata punya tembakan tiga angka bagus dan postur yang mirip, bertinggi 6'7-6'9. Jimmy Butler, Paul George, Draymond Green, Otto Porter Jr., Kawhi Leonard, boleh dibilang sebagai sosok defender ideal lantaran tidak terlalu jangkung dan kalah lincah bagi guard yang sekali lagi punya tinggi antara 6'3-6'7 dan/ atau tidak keder ketika berhadapan dengan sosok kokoh center yang rata-rata bertinggi mulai dari 6'11 hingga 7'3.
Menarik klo kita mau menengok ke Houston Rockets. Mereka punya Trevor Ariza sebagai forward, klo-pun cedera seperti sekarang, mereka punya pelapis sebagus Luc Mbah-a-Moute dan PJ Tucker yang punya keterampilan mirip, perimeter defender yang bagus dan jago nembak tiga angka. Nggak heran Mike D'antoni ternasuk pelatih yang cukup seing hanya memasang delapan pemain di tiap laga. Gordon dan Nene biasanya jadi menu wajib Rockets dari bangku cadangan. Pemain sebagus Gerald Green aja bisa ngga masuk rotasi kalok Capela/Nene- Anderson/Mbah-a-Moute/Tucker/Ariza- Harden/Paul/Gordon bugar.
Ryan Anderson jadi contoh gimana power forward jaman sekarang. Stretch four, jangkung dan punya tembakan tiga angka yang bagus. Syukur-syukur rajin memberi umpan buat pemain lain masuk ke arah jaring tanpa bola. Bukan apa-apa, meski umumnya stretch four jelas membuka ruang buat pemain lain, ngga semuanya punya insting untuk mengoper bola kea rah pemain yang punya posisi tembak lebih nyaman.Â
Anderson termasuk yang saya liat jarang ngasih backdoor cut ke pemain yang tiga empat langkah lebih maju darinya lantaran sistemnya emang begitu. Justru CP3 yang rajin memberi umpan ke Tucker atau Anderson yang entah gimana udah ada di deket jaring aja. Ngomomg-ngomong soal stretch four yang nggak egois, saya jadi inget Boris Diaw. Kenapa kaga ada yang ngundang doi balik ke NBA yak, gaya maennya pan cocok ama kebanyakan tim NBA zaman sekarang?
Meski udah berumur, gerakannya masih lincah loh. Lewat gerakannya yang lincah, pemaen kayak beliau, Kevin Durant, ma Jordan Bell bisa jadi center klo timnya maenin small ball. Center lincah yang bukan cuma jago jadi interior defender tapi juga perimeter defender sekalian macam Nerlens Noel, yang sekarang asik ngejogrog di bangku cadangan Mavericks lantaran cedera jari. Syukur-syukur mid-range jump shot-nya sekeren Embiid. Klop dah.

Itulah kenapa pemaen kayak Roy Hibbert nyaris kehilangan panggung. Klo-pun ada posisi tawar mereka juga nggak begitu tinggi, seperti layaknya Dwight Howard yang selepas cedera punggung, sedikit kehilangan kelincahannya (emang Howard bisa dibilang lincah yak #eh). Minimal posisi tawarnya kini nggak setinggi reputasinya, draft NBA no 1 2004, finalis NBA 2009. Saya nggak bermaksud bilang kalok Marco Bellinelli bukan shooter bagus loh ya, doi masih salah satu shooter terbaik NBA. Hanya saja, nilai barter Howard tidak sementereng yang dikira. Howard menyeberang ke Charlotte bersama draft pick no. 31, ditukar dengan Marco Belinelli, Miles Plumlee dan draft no. 41. Memang nggak gampang terlebih kontraknya terbilang lumayan, di atas 14 juta dolar dan masih bersisa dua musim ini. Buat saya, bahasa sederhananya, dengan keterampilan yang kurang sesuai dengan tren NBA belakangan ini, klo ada yang mau ambil peluang itu maka kasih aja. Terlebih Atlanta Hawks perlu cap yang lega untuk membangun tim berisi pemain muda.
Lewat uraian panjang kali lebar di atas, kita bisa ngeh tren NBA sekarang di mana pemain yang jago bertahan dan punya tembakan (tiga) angka yang bagus jadi primadona. Terlebih jika pemain-pemain ini dikontrak jauuuuuuuuuuuuuuuuh sebelum salary cap naik di tahun 2016-17 dan akan berakhir musim ini atau paling lama satu hingga dua musim ke depan, terhitung musim ini. Pada periode sebelum salary cap naik, pendapatan pemain per musim cenderung kurang atau sama dengan 17 juta dolar, setara dengan kontrak maksimal pemain yang telah berbakti kurang dari enam musim di NBA, layaknya Klay Thompson waktu itu. Dengan masa kontrak yang akan berakhir dua musim lagi, akan ada tim yang bakal rayahan, bahasa jawanya, jika Golden States Warriors berminat melepas salah satu shooter terbaiknya sebelum masa kontrak berakhir.
Nilai segitu aja banyak yang mau apalagi punya nilai dan durasi kontrak di bawah Klay musim ini. Terlebih bila harga eh skillnya cocok. Lou Williams dan Avery Bradley salah duanya. Sebelum dipinang Detroit Pistons, nggak heran berhembus kabar kalok OKC berhasrat memakai jasanya #halah, terutama sejak Robertson cedera.
Lou Williams juga punya (calon) nasib yang mirip, selain rekor kekalahan Clippers dan pendapatannya yang cukup bersahabat (dan akan berakhir akhir musim ini), Lou punya keterampilan yang amat didamba SEMUA TIM NBA. Sweet Lou adalah volume scorer yang mampu memimpin Clippers mengalahkan Warriors dengan 50 poinnya. Kemampuannya lengkap. Nembak tiga angka one-on-one, drive jago, pump fake apalagi.Â
Nembak yang kayak  bukan nembak tapi ngasilin free throw. Konon di NBA ada dua jagonya Lou Williams dan James Harden. Drivenya juga lumayan, nyaris ga bisa dihentikan kecuali dengan pelanggaran. Bisa juga disebut absorb contact,di mana pemain yang lebih gesit kaga jiper pas ngadepin pemaen yang punya tenaga lebih, malah cenderung terdorong ke belakang.
Channel NBA: Ralph Lawler BinggoÂ
Buat saya absorb contact yang ngebedain pemain NBA dan bukan NBA Â (dalam hal ini G-league). Makin ke sini guard yang begonoan makin jarang, Saya nggak yakin apa tembakan akrobatik Curry bisa disebut absorb contact apa bukan. Yang jelas Allen Iverson, Tracy McGrady, dan Kobe Bryant termasuk salah tiga di antaranya. Seniman yang jago ngedrive dan ngedunk. Demar Derozan, Kyle Lowry, dan James Harden termasuk generasi terkini, meski ketangkasan nama terakhir nggak gitu istimewa.
Pemain model Draymond Green atau Larry Nance Jr. terlalu kaku buat ngejagain mereka. Setau saya baru Kelly Oubre Jr. yang kurus, lincah, lagi lentur yang bisa mengimbangi kelenturan mereka-mereka ini. Â
Selain pemain dengan nilai kontrak bersahabat, pemain dengan nilai kontrak cukup besar juga laris lho, selama kontraknya emang cuman semusim dan berakhir musim ini. Kayak JJ Redick.
JJ Redick bisa dikontrak lumayan besar lantaran Sixers punya banyak pemain yang masih terikat kontrak rookie macam Embiid, Simmons, dan Saric. Dengan begitu total pendapatan mereka bisa di atas salary cap.
Menariknya kombinasi trio pemain yang masih hijau ini membawa Sixers mempunyai rekor menang kalah lebih baik dari musim-musim sebelumnya. Raihan kemenangan mereka musim ini bahkan melebihi raihan kemenangan Sixers pada lima musim ke belakang. Salah satu rahasianya adalah kehadiran empat starter jangkung. Ben Simmons (6'10), Robert Covington (6'9), Dario Saric (6'10), dan Joel Embiid (7'0). Selama keempat nama ini dipasang sebagai starter, Â mereka sudah menang 21 kali dan kalah 12 kali. Uniknya ketika salah satu dari mereka absen, persentase kemengan Sixers di bawah 20%.Â
Bukan hanya jago tembak, Saric, Embiid dan Simmons visi dan akurasi umpan yang bagus, empat, tiga, dan tujuh adalah rataan assist ketiganya sejauh ini Selain itu, selain Simmons, keempat starter lain biasanya adalah penembak jitu dengan akurasi terendah Embiid (29,5%) dan Covington, akurasi tembakan pernah mencapai 49% dari 7,2 kali percobaan di pertandingan-pertandingan awal. Kehadiran sosok raksasa segede Embiid yang praktis butuh double team untuk bisa menghentikan pemain ini, dan kehadiran Simmons yang meski belum pernah memasukan tembakan tiga angkanya sekalipun nyaris hanya bisa ditandingi Rudy Gobert, Steven Adams dan Hassan Whiteside yang bukan cuma kokoh tapi juga bertenaga. Itu juga klo mereka ngga sibuk matchup dengan Embiid. Terbukti 74,6% tembakan maksud saya sodoran dan dunk di bawah jaring masuk. Â
Dengan raihan 16,8 poin, 7,7 rebound, dan 7,3 assist (nyaris triple double), Sixers boleh dibilang punya extra rebounder dari para starternya. Starter setinggi 6'9 untuk small forward jelas teramat jangkung, terlebih point guard-nya. Secara teori, tim ini udah menang rebound duluan sebelum tanding. Meski sempat 10 kali kalah dalam 12 pertandingan, tim ini perlahan bangkit di 15 pertandingan terakhir. Dalam sepuluh laga menarik tersebut, mereka praktis hanya kalah oleh tim-tim yang memang punya ekstra rebounder macam Warriors, OKC, Toronto Raptors, New Orleans Pelicans nggak jarang lewat over time. Minimal tim yang saya sebut barusan punya petarung tangguh bawah jaring  Â
Meski pada pertemuan kedua mereka kalah, Sixers sempat bikin keder Portland, Rockets, dan Timberwolves kewalahan sekali. Bahkan seingat saya Portland sempat dibikin cuma bisa bikin 15 poinan di quarter pertama lantaran CJ McCollum mendadak jinak di hadapan Embiid. Jump shotnya banyak yang nggak nyampe dan tim tamu baru rada galak stelah Lillard ngamuk di perempat ujung.
Di empat laga terakhir, sayangnya mereka kalah tiga kali, menariknya oleh tim yang big man elsplosif, Steven Adams, Giannis Antetokounmpo, dan anak baru yang jujur baru saya tau namanya pagi tadi pas nonton Lakers menang, Jarret Allen.
Kekalahan Sixers atas OKC bukan disebabkan lantaran Simmons tidak bisa menyarangakn bola, lantaran permainan Adams menutup ruang gerak Embiid setiap kali Embiid mengontrol bola, double team selalu dilakukan tepat di passing lane yang mengarah ke Ben Simmons. Selain itu kombinasi pick and roll saat dengan Russel Westbrook belum bisa ditandingi Embiid.Â
Seiring pengalaman rasanya Embiid bisa mengimbangi Adams. Meski tinggi, kokoh dan lincah Embiid masih kurang cepat dan bertenaga jika dibandingkan dengan Adams. Sepanjang bisa menjaga kebugaran, rasanya Embiid dan Simmons bisa makin bagus. Terlebih, mereka baru bermain bersama musim ini lantaran, Simmons kudu absen musim lalu, dan Embiid lebih banyak nggak maen di tiga musim pertamanya lantaran cedera.
Saya pribadi justru nggak berharap banyak Markelle Fultz. Selain belum bugar, cara nembaknya juga masih unik. Mungkin doi bisa mencontoh Ben Simmons yang meski cedera berhasil nunjukin perkembangan defense yang ciamik dan nambah tinggi minimal 2 inci #eh
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI