Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Steve Nash: Cedera dan Mentor Tanpa Cincin Juara

12 Agustus 2016   14:01 Diperbarui: 13 Agustus 2016   07:59 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita bisa lihat. Mereka tidak muncul dalam tabel. Masuk final pun baru dua kali, musim 1975-1976 dan 1992-1993. Charles Barkley memimpin perolehan angka di final  1992-1993. Kevin Johnson menyusul di belakang.

Tim memang dikenal dalam dua hal. Permainan atraktif dan staf kebugarannya. Point guard bukan cuma dikenal lewat umpan matang tapi juga poinnya. Jeff Hornachek yang memulai,  dilanjutkan oleh Kevin Johnson, Steve Nash, Jason Kidd, Stephon Marbury, Steve Nash, Goran Dragic, Eric Bledsoe dan Devin Booker.  

Bikin Ndiri: Silakan lho kalok ada yang mau nambahi, ngoreksi, ngasih pastel apa bolkus juga gapapa
Bikin Ndiri: Silakan lho kalok ada yang mau nambahi, ngoreksi, ngasih pastel apa bolkus juga gapapa
Set nape keteangannye malah gede pisan kliatannya
Set nape keteangannye malah gede pisan kliatannya
Coba deh tengok menit 6:02 Kita tahu bagaimana Nash bermain, begitu juga Steve Blake (5) dan Ron Artest (15). Melihat mismatch, Nash akan cenderung mengumpan pada Marcin Gortat (4). Gortat seharusnya dijaga pemain sepantaran, setidaknya bukan Steve Blake. Begitu pikir Ron Artest. Artest pun meninggalkan posnya demi Gortat.  

Steve Nash ternyata sama jelinya dengan kita. Rasanya kita tahu akan mengumpan ke mana. Lanjutannya masih perlu diceritain?

Steve Nash bahkan sempat membawa Phoenix jadi tim tersubur pada periode keduanya (2004-2010). Gaya mereka enak dilihat. Permainan makin menarik justru ketika Steve Nash terjaga. Bukan cuma dua kadang tiga pemain. Umpannya bisa tetiba selonong lewat sela. Itulah mengapa mereka selalu diunggulkan waktu itu.


Sumber video: AL'S HIGHLIGHTS WORLD

Rasanya nggak perlu tapi cerita masih tersisa, dari video yang sama, detik yang sama malah. Bola meluncur ke jaring pada detik ke-17. Begitulah cara Phoenix bermain. Bola dilepaskan ke jaring sebelum pertahanan terbentuk sempurna. seven seconds or less kata pelatih Mike D’antoni (2003-2008).  

Para pemain diminta bermain sederhana. Tanpa banyak teori. Memasukan bola kurang dari tujuh detik, lewat umpan dan screen and roll. Bola sudah masuk jaring bahkan sebelum pertahanan lawan terbentuk sempurna. Klo modelnya gitu, pemaen kayak Kobe Bryant pun bakal dianggep gak jago bertahan,  Bukan kata saya, apalagi tetangga saya, tapi Mike D'antoni dalam buku  07 Seconds or Less: My Season on the Bench with the Runnin' and Gunnin' Phoenix Suns, 


"when we're changing ends on the fly. They have no answer for it. Kwame is awful. Odom's a very average defender. Vujacic [backuppoint guard Sasha Vujacic] can't guard anybody. And Bryant in the open floor takes chances that aren't good. Let's go get 'em."

 Nggak mesti kurang dari tujuh detik sih. Eksekusinya bisa lebih dari itu. Kadang butuh waktu tiga belas detik seperti pada set play antara Steve Nash (13), Boris Diaw (3) dan Shawn Marion (31).  


Sumber video: rache11

Kita bisa melihat keahlian para pemain Phoenix dalam membaca mismatch pada detik 0:36. Mismatch bukan cuma terjadi antara Boris Diaw (3) dan Jason Collins (35) tetapi juga Shawn Marion (31) dan Marc  Jackson (44). Keduanya dijaga oleh pemain yang terlihat lebih pendek dari mereka. Pola ini memungkinkan keduanya lebih leluasa menembak atau mengumpan. 

Diaw melihat Jason Collins (2,13 m) berdiri terlalu bungkuk. Ia sengaja mendekat agar Collins bisa berada tepat di belakang Marion (2,01). Begitu menerima umpan, Marion bergerak ke paint area tanpa terkawal.

Bukan cuma Diaw, Marion pun bisa mengumpan seperti terlihat pada menit 3:56. Marion melihat Diaw yang berdiri bebas dalam paint area. Diaw leluasa masuk ke paint area lantaran Shandon Anderson (49) berdiri terlalu jauh darinya. Shaquile O’neal (32) terlambat menutup ruang gerak lantaran terhalang Kurt Thomas.  Bola meluncur masuk hanya enam detik sejak bola digulirkan.


http://i.azcentral.com/ (Grant Hill masuk ke silinder berisi nitrogen adem )
http://i.azcentral.com/ (Grant Hill masuk ke silinder berisi nitrogen adem )
Permainan cepat membuat pemain cepat lelah dan rentan cedera. Tim training Phoenix merupakan yang terbaik di NBA. Mereka dikenal tahu bagaimana mengembalikan kebugaran para pemain. Salah satunya dengan  cyrosauna. Cyrosauna dilakukan dengan cara menempatkan pemain ke dalam bak silinder berisi gas nitrogen bersuhu –110 C. Ketika silinder berputar, suhu makin menurun hingga -160 C hingga -170 C. Perubahan suhu memicu sistem imun mengalirkan darah kaya nutrisi pada organ-organ vital. Badan mereka akan terasa lebih rileks setelah tiga menit. Grant Hill merasakan sekali manfaatnya. Hill rata-rata hanya absen dua pertandingan babak reguler pada musim 2008-2011. Hill biasanya bisa absen lima belas sampai lima puluh pertandingan pada sepuluh musim sebelumnya.
Nggak heran sih rentan cedera kalok model maennya begini <sportige.com>
Nggak heran sih rentan cedera kalok model maennya begini <sportige.com>
Bukan cuma mengembalikan kebugaran, Staf training Phoenix  juga dikenal mampu menjaganya. Steve Nash hanya absen delapan pertandingan selama musim 2004-2006. Terbilang sedikit. Nash telah mengalami cedera tulang belakang sejak masih memperkuat Dallas Mavericks. Permainan ekspresif Nash membuat sendi pada ruas tulang belakangnya cedera. Cedera tulang punggung membuat bagian tubuh lain ikut rentan, hamstring, misalnya. Beberapa kali kambuh, kalau tidak bisa dibilang sering, ketika bermain bersama Lakers.  Bukan cuma tulang belakang, Nash juga sempat mengalami nyeri bahu, lebam betis, dan kelelahan selama memperkuat Dallas. Nash bisa rehat sekitar lima belas sampai empat puluh pertandingan  reguler di musim-musim awal cederanya.  Meskipun demikian, cedera tidak menghalanginya berprestasi. Dirk Nowitzki, Steve Nash, dan Michael Finley pernah membawa Dallas masuk babak playoff untuk pertama kali dalam satu dasawarsa terakhir.

Prestasi ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Rick Celebrini. Sejak mengalami cedera tulang belakang, Nash memang mempelajari biomekanika dengan bantuan pelatih kebugarannya tersebut agar lebih memahami cederanya sendiri. Nash belajar tentang cara kerja otot tubuhnya, bukan hanya dari sisi fisiologi dan anatomi, tetapi juga stastistik, kimia, dan model matematika. Pengetahuan ini membantu Nash memahami program penguatan tulang belakang yang disusun Calebrini.

Walaupun memiliki prestasi yang meyakinkan. riwayat cedera mendorong Mark Cuban untuk tidak memperpanjang kontrak Nash. Cuban juga ingin membangun tim  berintikan pemain muda seperti Jason Terry, Dirk Nowitzki, dan Atawn Jamison.  

Steve Nash pun kembali bermain untuk Phoenix. Ia Phoenix dua kali mencapai final wilayah selama tujuh tahun masa baktinya. Ia rata-rata hanya melewatkan maksimal lima sampai tujuh pertandingan pada enam tahun pertamanya. Tiga kali lebih sedikit dibandingkan ketika masih bermain untuk Dallas.

Tim kebugaran Phoenix memang unik. Aaron Nelson dan timnya selalu memastikan cedera pada satu bagian tubuh tidak mempengaruhi bagian tubuh yang lain. Mereka menyusun program kebugaran agar Nash mampu bermain efektif selama 35 menit.

 

advance-password-recovery-57acd0abd37e61203d73e399.jpg
advance-password-recovery-57acd0abd37e61203d73e399.jpg
Mereka meminta Nash menjaga kestabilan tubuhnya sepanjang musim. Nash juga diharuskan menjaga bobot tubuhnya selama libur untuk mencegah risiko cedera tulang belakang. Ia pun hanya diberi rehat lima hari selama libur kompetisi agar kebugarannya tetap terjaga, tujuh sampai sembilan hari lebih singkat dari masa rehat atlet pada umumnya. Ia dibekali program latihan untuk memperkuat bagian tubuhnya yang sehat. Salah satunya adalah exercise dengan bola bosu. Nash berdiri dengan satu kaki sembari memegang dumbel selama sembilan puluh detik. Exercise ini ini diulang 12-30 kali  dalam tiga sesi untuk melatih kelenturan dada dan punggung. 

Biar anggota tubuh Nash bertenaga, doi maenan dumbel ma bola bosu <suber gambar dari nba.com, gitu juga atasnya>
Biar anggota tubuh Nash bertenaga, doi maenan dumbel ma bola bosu <suber gambar dari nba.com, gitu juga atasnya>
Nash juga diberi latihan kardiovaskular untuk mencegah cedera. Prinsipnya sama dengan cyrosauna. Kegiatan dilakukan untuk memperlancar aliran darah. Bermain basket, sepakbola, atau tenis merupakan contoh-contohnya. Latihan yang amat cocok untuk Nash. Nash memang dikenal suka bermain sepak bola sejak lama. Itulah program latihan Steve Nash pada awal musim 2007-2008.

Semua dilakukan untuk menjaga kebugaran Nash selama musim kompetisi. Satu-satunya musim di mana Nash bermain nyaris penuh dalam babak reguler untuk Phoenix. Nash bermain atraktif dalam 81 pertandingan. Sayang Phoenix langsung kalah di babak pertama playoff. San Antonio Spurs mengalahkan Phoenix Suns 4-1. Offense might win some games, but defense wins championships.  Tidak selamanya tepat tapi mendapat pembenaran kali ini. Tim terkokoh keempat melawan tim paling ofensif di masanya.



Sumber: AL'S HIGHLIGHTS WORLD: Parker duel ama Nash

Kita bisa melihat Phoenix bermain seperti biasa di menit 1:11. Steve Nash bermain pick and roll dengan big man, kali ini Amar’e Stoudmire. Skema berjalan sempurna. Tembakan tiga angka meluncur mulus dalam keranjang. Meskipun begitu, ada yang menarik di sini. San Antonio bermain cerdas. Manu Ginobili (20) bertugas menjaga Steve Nash. Tim Duncan (21) bersiap di depan jaring untuk menutup ruang Stoudmire (10), Kalaupun lolos, Stoudmire tidak akan memasukan bola dengan nyaman.

Set play San Antonio berhasil mempersempit ruang gerak Steve Nash. Untungnya screen Stoudmire terbentuk sempurna. Steve Nash jadi punya cukup ruang menembakan bola. Alih-alih menutup ruang, Ginobili justru berdiri di belakang big man agar ruang tembak Nash terhalang. Menurut Ron Thomas dalam buku  They Cleared the Lane: The NBA's Black Pioneers, itulah prinsip man-to-man defense.Ginobili hanya melihatnya dengan cara yang berbeda.  

Phoenix butuh 21 detik untuk mencetak angka. San Antonio cuma butuh separuhnya, Kita bisa melihatnya tepat sesudah tembakan Nash tadi masuk.  San Antonio memainkan pick and roll juga. Tony Parker membawa bola. Marcus Williams membentuk screen.

Phoenix juga bertahan seperti Spurs. Leandro Barbosa menutup ruang gerak Tony Parker. Shaquille O’Neal malah menang postur dari Marcus Williams (2). Hanya saja Williams bermain cerdik. Ia menggunakan tubuhnya untuk memperlambat gerak Barbosa. Terlebih Parker terlihat lebih gesit.  Kombinasi pergerakan keduanya membuat Barbosa tertinggal sekitar setengah langkah dari Parker.

Sumber: Drew Garrison

Phoenix Suns memang bukan tim yang kokoh. Pertahanan Mike D’antoni selalu berada di luar peringkat 11 besar. Raihan terbaiknya ada di peringkat 13 musim 2006-2007. Pencapaian yang kurang bagus sebagai tim, tapi bukan individunya. Keterampilan bertahan Shawn Marion tidak terlalu buruk. Perannya vital. Tanpa permainan bertahannya, Phoenix bisa kalah enam kali. Defensive win share Marion ada di peringkat enam. Kontribusi Tim Duncan lebih vital. San Antonio bisa meraih tujuh kemenangan lebih banyak karena permainan bertahannya. Defensive Win Share Duncan ada di peringkat satu musim itu. Marion hanya peringkat enam.

Pemain lawan rata-rata hanya bisa memasukkan 30% tembakannya kalau Marion menjaga lawan dari belakang. One-on-one malah lebih besar lagi. Lawan hanya bisa memasukan 25% tembakannya saat berhadap-hadapan dengan Marion. Itulah mengapa Dallas mengontrak Marion musim 2009-2010. Itulah asyiknya NBA. Statistik apa saja ada. Kita hanya perlu mencari, selama ada yang mengukur dan nggak lupa mengunggah. Marion memang ulet mengejar bola, ke manapun bergulir

http://ww4.hdnux.com/
http://ww4.hdnux.com/
Kontribusinya masih kalah jauh dari  Draymond Green.  Menyerang bisa, bertahan juga boleh. All-round player katanya. Semua itu karena posturnya. Lincah bertenaga meski tidak terlalu tinggi. Pemain lawan jadi susah bergerak jika berada dalam jangkauannya, pemain dari segala posisi, meski berpostur lebih tinggi. Sebagai gambaran, presentase tembakan para pemain NBA, di semua posisi mencapai 45,6%. Persentase mereka menurun 6,5% ketika berhadapan dengan Green. Untuk post-up defense, presentase keduanya sama. Green membiarkan lawan hanya memasukan 31,4% tembakannya. One-on-one malah lebih baik. Lawan hanya bisa memasukan 30% tembakannya ketika berhadapan satu lawan satu dengan Green.  Persentasenya sedikit dibawah Kawhi Leonard. Persentasenya berbeda 1%.  Hanya saja, Green punya keunggulan.  presentase tembakan tiga angka para pemain rata-rata menurun 6,7 % dari biasanya ketika berhadapan dengan Green.

Sumber ESPN player

Keduanya bisa disebut lockdown defender. Leonard dan Green bertugas menjaga pemain terbaik di tiap tim. Bukan kata saya tapi Chris Ballard dalam buku The Art of a Beautiful Game: The Thinking Fan's Tour of the NBA. Mereka jeli menggunakan kelebihan fisiknya untuk bertahan, bergelut, merebut bola, dan mengejar lawan. Kebetulan keduanya sempataran. Sama-sama bertinggi 2.01 meter. Masing-masing punya cara sendiri untuk bertahan. Jika Green memanfaatkan kecepatan dan kekuatan fisiknya, Leonard menggunakan tangannya. Rentang tangan Leonard terbilang panjang, 2,22 meter, terbilang panjang untuk pemain setinggi Leonard. Panjang rentang tangannya sama dengan Scottie Pippen. Rentang tangan yang panjang tentu saja memudahkan Leonard meraih bola rebound. Rata-ratanya 6,8 rebound musim lalu. Selain itu, Leonard punya ukuran telapak yang lebar. Lebarnya 28,57 cm. Telapak tangan Lebron James saja tidak selebar itu. Hanya saja telapak tangan Leonard masih kalah lebar dari Michael Jordan, 28,89 cm. Tangan panjang. Telapaknya lebar. Tidak heran Leonard memimpin perolehan steal San Antonio musim ini.

Jangan lupa, Lebron James juga bisa disebut defender yang baik. James belajar skema bertahan dari Mike Brown. Pemain-pemain asuhannya dikenal fasih menutup ruang, menjaga sisi lapangan yang tidak digunakan lawan untuk menyerang (weakside defense) seperti yang tampak pada menit 4:97.


Kita akan segera tahu mengapa Zydrunas Ilgauskas (11) bergerak ke kanan ketika Chauncey Bilups (1) menyusun serangan.  Billups mengumpan pada Rasheed Wallace (36) agar  Richard Hamilton (32) bisa melepaskan diri dari penjagaan Sasha Pavlovic. Alih-alih mengejar. Pavlovic justru memanfaatkan  postur Ilgauskas. Ia berlari di belakang Ilgauskas agar pergerakan Hamilton terhalang.

James juga melakukan hal yang sama. Ia bergerak sejajar begitu Walace menerima umpan Billups, menyulitkan ruang gerak Tayshun Prince yang siap melakukan drive dari sisi kanan. Terlebih Lindsey Hunter (10) ikut menutup ruang. Bola-pun dikembalikan ke tangan Billups.Coba deh Curry nyang di sono, ceritanye beda kayaknya #eh

Untungnya Billups jeli. Ia melihat Ilgauskas bergerak menutup ruang gerak Hamilton. Membiarkan Dale Davis (34) bebas tak terjaga. Tanpa kesulitan Hamilton segera mengumpankan bola ke Davis. Kirain mau ditembakin, eh nggak taunya sama cui kita.  Davis ngumpanin bola ke  arah jaring lantaran ngeliat James terlalu ke depan. Tapi ...

Itulah gunanya weakside defense,  Karena nggak terlalu jauh, James bisa langsung recover bahasa sononya. Terlebih. postur tubuhnya dan keterampilan fisiknya amat mendukung. Langkah kakinya lebar. James cuma butuh sembilan langkah untuk sampai ke ujung lapangan. Empat langkah lebih sedikit pemain NBA pada umumnya. Kecepatannya setara Chris Paul 9,11 meter per detik. Terbilang sangat cepat untuk pemain setinggi 2,03 meter dan berat 113 kg. Steph Curry saja kalah. Belom lagi lompatannya 1 meter lebih. Lebih tinggi dari rata-rata center, 0,91 meter. Lewat kelebihannya ini, James bisa meraih rebound 13,1% lebih banyak dari rata-rata pemain terjangkung di sebuah tim.

Sumber: ESPN Player

Ketiganya boleh beda gaya, tapi hasilnya cenderung sama. Tembakan lawan berkurang 8-9% dari biasa. Nama mereka setidaknya juga muncul dalam statistik NBA dari segi defense. Berapa poin yang kira-kira bisa dibuat para pemain lawan dalam 100 posesion ketika kita memainkan pemain yang dimaksud. Pengaruh pemain tersebut bisa dilihat dari statistiknya. Semakin kecil angka yang ditampilkan, pengaruh pemain makin signifikan. Ketika Lebron James bermain, tim lawan rata-rata mencetak 101,9 poin. Poinnya 0,1 poin lebih banyak dari Kevin Love. Juara biasanya mengirimkan setidaknya tiga wakil dalam daftar 50 besar dalam empat musim terakhir. Cleveland Cavaliers mengirimkan Lebron James (24), Kevin Love, (25) dan Tristan Thompson (44).

Phoenix Suns hanya mengirimkan maksimal dua wakil tiap musim dalam 12 edisi NBA terakhir. Shawn Marion (2004-2006), Amare Stoudmire (2006-2007), Miles Plumlee (2013), dan Alex Len (2014). Pemain Phoenix lebih kerap muncul pada daftar offensive rating.Steve Nash, Amare Stoudmire, Shawn Marion, Joe Johnson (2004), Boris Diaw,Raja Bell, James Jones, Leandro Barbosa, Shaquile O’Neal (2008), Jared Dudley, Channing Frye, Jason Richardson, Marcin Gortat, Goran Dragic, dan PJ Tucker. Nama mereka menghias daftar offensive rating sekitar 12 edisi belakangan. Kebanyakan dari mereka pernah bermain bersama Steve Nash. PJ Tucker hadir tepat setelah Steve Nash berganti tim.  

Minjem tabel wiki
Minjem tabel wiki
Beberapa diantaranya terdengar tidak asing beberapa tahun belakangan. Mereka lebih dikenal dengan tembakan tiga angkanya, setidaknya 23% tiap musim, James Jones bahkan 51,9% dua musim lalu. Channing Frye malah menyamai rekor Quentin Richardson. Keduanya  mencetak sembilan tembakan tiga angka pada perpajangan waktu saat menghadapi Minnesota Timberwolves. 

roster-phoenix-suns-57ada3028223bdb417247bf3.jpg
roster-phoenix-suns-57ada3028223bdb417247bf3.jpg
Menariknya, mereka pernah bermain pada periode yang sama.  Satu lapangan malah. Hanya enam kali. Tidak sulit melihat alasannya.  Lawan akan kesulitan membuat poin ketika Jones ada di lapangan. Buktinya ada di baris ketiga. Ketika Jones bermainlawan hanya bisa mencetak 109, 4 poin dalam 100 possession.  Miami Heat (2012-2013) dan Cleveland Caveliers (2016) sepertinya melihat hal yang  sama. Jones membawa  keduanya  juara. Selisih empat cincin dari Robert Hory.

Boris Diaw, Shawn Marion, James Jones, Leandro arbosa maen bareng <Barwww.82games.com></Barwww>
Boris Diaw, Shawn Marion, James Jones, Leandro arbosa maen bareng <Barwww.82games.com></Barwww>
http://www.82games.com/
http://www.82games.com/
Bukan cuma Jones, empat rekannya juga mendapat cincin dari tim masing-masing. Phoenix memang bukan pengirim alumni terbanyak. Saya mencatat Washington mengirim delapan wakil dalam empat musim berturut-turut. Wizard hanya baru absen musim lalu. Berikut adalah pemain yang sempat memperkuat Wizard: Brendan Haywood (2001-2010), Brian Cardinal (2002), Caron Butler (2005-2010), Juwan Howard (1994-2001), Mike Miller (2009-2010), Rashard Lewis (2010-2012) Ronny Turiaf (2011-2012), dan Shaun Livingston (2010).   

Indiana Pacers ada di peringkat kedua. Brandon Rush (2009-2010), Dahtay Jones (2009-2011), James Jones (2003-2005), Jeff Ayres (2011-2012), Leandro Barbosa (2011), dan Peja Stojakovic (2006).

Roster dua tim di atas belum pernah bermain dalam periode yang sama. Mereka hanya bersimpang jalan. Slisipan orang Zimbabwe bilang (perasaan jawa deh). Tidak seperti para starter Phoenix. Semua bermain bersama Steve Nash. Meski, Frye datang belakangan. Nama mereka masuk dakam daftar juara, minimal satu.

Mereka memainkan permainan yang sama seperti yang biasa mereka mainkan di tim terkini. Cepat, sederhana, dan enak dilihat.  Mengapa mereka baru menang sekarang? Itulah kenapa saya ngalor-ngidul bikin corat-coret sepuanjaaaaaang ini. Alasannya bukan cuma satu. Bukan defense yang kurang pas, tapi kini mereka menemukan tim yang tepat. Tim mereka dikenal punya skema yang khas. Kita sudah tahu bagaimana San Antonio menari, para pemain Mavericks mengejar bola, atau Golden State memainkan pick and roll-nya. Beda dari Phoenix Suns, kata Steve Kerr. Seenggaknya empat detik, menurut saya. Kerr memang layak berpendapat. Toh, beliau memang General Manager Phoenix (2010).

Mereka mungkin bukan bintang utama. Meski begitu, mereka tahu cara mengembalikan keceriaan, menghidupkan permainan, dan membuat perbedaan, dari tempat yang tepat, bangku cadangan. Mereka belajar itu semua dari yang terbaik, Steve Nash. Sosok yang justru tidak akan  bisa menjadi juara sebagai pemain. Nash memang sudah undur diri dari lapangan lantaran cedera.

Saya sendiri nggak tau kenapa Nash nggak sempat jadi juara. Charles Barkley, Karl Malone dan John Stockton juga sama. Hanya nyaris. Meski begitu, boleh kan saya eh kita menduga. Tentu aja boleh, saya yang nyorat-nyoret sendiri ini. Ngeliat  gimana roster 2006-2007 satu per satu jadi juara, rasanya Nash lebih dari mampu. Nash mungkin cuma belom nemuin sosok yang bisa ngembaliin keceriaan dari sisi lapangan, kayak yang  rekan-rekannya lakukan sekarang.

kelupaan, makasih   admin, buat tambahan, koreksi, editan, hl-an, masukan, dan saran. kalok yang baca mo nambahin, ngurangin, ngoreksi, ngasih masukan , sarapandan kripik saya seneng banget loh, enelan, sekian kurang lebihnya saya mohon maap dan terima pastel 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun