Mohon tunggu...
Cancu Uthe
Cancu Uthe Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Blank

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tempo Doeloe tak Berarti Jadul

25 Februari 2013   14:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:42 2026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ejaan merupakan hal yang sangat penting di dalam pemakaian bahasa terutama dalam ragam bahasa tulis. Yang dimaksudkan dengan ejaan sendiri adalah hal-hal yang mencakup penulisan huruf, penulisan kata, termasuk singkatan, akronim, angka dan lambang bilangan serta penggunaan tanda baca. Oleh karena itu, kita memerlukan ejaan untuk membantu memperjelas komunikasi yang di sampaikan secara tertulis.

Dalam beberapa kurun waktu ini, Indonesia mengalami beberapa perubahan ejaan. Sebelum EYD diresmikan pada tanggal 16 agustus 1972, Indonesia telah menggunakan beberapa ejaan. Awalnya menggunakan Ejaan Van Ophuysen, lalu Ejaan Republik ( Ejaan Soewandi ), Ejaan Pembaharuan, Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan (LBK), baru kemudian Ejaan Yang Disempurnakan diresmikan sampai sekarang ini.

Dalam hubungannya dengan pembakuan bahasa, ejaan mempunyai fungsi yang penting yaitu : sebagai landasan pembakuan tata bahasa, kosa kata dan peristilahan, serta sebagai alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain kedalam bahasa Indonesia. Mengingat pentingnya fungsi itu pembakuan ejaan perlu di capai terlebih dahulu agar dapat menunjang pembakuan aspek-aspek kebahasaan lain.

Namun, bukan berarti kita harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan melainkan kita boleh menggunakan bahasa yang tidak baku/bahasa percakapan yang tidak formal. Karena sebenarnya penggunaan bahasa pada dasarnya digunakan sesuai dengan situasi pemakaian.

Atas dasar inilah aku tertarik menggunakan bahasa tempo doeloe. Bahasa yang menggunakan Ejaan Van Ophuysen yang menurutku sangat menarik jika digunakan. Ejaan Van Ophuysen sendiri ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan dalam sebuah buku Kitab Logat Melajoe. Sejak ditetapkannya itu, Ejaan Van Ophuysen pun dinyatakan berlaku. Sesuai dengan namanya ejaan itu disusun oleh Ch.A.Van Ophuysen, yang dibantu oleh Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Sebelum Ejaan Van Ophuysen disusun para penulis pada umumnya mempunyai aturan sendiri-sendiri dalam menuliskan konsonan, vokal, kata, kalimat, dan tanda baca. Oleh karena itu, sistem ejaan yang digunakan pada waktu itu sangat beragam. Terbitnya Ejaan Van Ophuysen sedikit banyak mengurangi kekacauan ejaan yang terjadi pada masa itu.

Beberapa hal yang cukup menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain sebagai berikut :
1. Huruf y ditulis dengan j
Misalnya :
Sayang : Sajang
Yakin : Jakin
Saya : Saja
2. Huruf u ditulis dengan oe
Misalnya :
Umum : Oemoem
Sempurna : Sempoerna
3. Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma diatas
Misalnya :
Rakyat : Ra’yat
Bapak : Bapa’
Rusak : Rusa’
4. Huruf j ditulis dengan dj
Misalnya :
Jakarta : Djakarta
Raja : Radja
Jalan : Djalan
5. Huruf c ditulis dengan tj
Misalnya :
Pacar : Patjar
Cara : Tjara
Curang : Tjurang
6. Gabungan konsonan kh ditulis dengan ch
Misalnya :
Khawatir : Chawatir
Akhir : Achir
Makhluk : Machloe’

Ejaan Van Ophuysen yang menurutku cukup menarik untuk digunakan kemudian aku gunakan. Yah, aku menggunakannya dalam penulisan namaku. Cancu, sapaanku seringkali aku menulisnya dengan “tjantjoe”. Cukup menarik kan? Tapi, bukan berarti nama tempo doeloe kemudian menjadikannya jadul.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun