Mohon tunggu...
Muhammad Hidayat
Muhammad Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Tertarik pada masalah sosial, ekonomi dan lingkungan.

Tertarik pada masalah sosial, ekonomi dan lingkungan. Tertarik pada masalah sosial, ekonomi dan lingkungan. Tertarik pada masalah sosial, ekonomi dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Swastanisasi Pengawasan Parkir

5 April 2018   16:51 Diperbarui: 5 April 2018   16:58 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal menarik kedua yang bisa kita pelajari adalah hidupnya sektor swasta. Dengan swastanisasi ini maka bisnis mobil derek akan berkembang baik. Tentunya akan menambah lapangan kerja baru yang bisa menampung tenaga kerja lepasan dari sopir angkot misalnya. Ini seperti sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Ketertiban tercapai, lapangan kerja bertambah. 

Jadi pemerintah gak perlu menambah pegawai honor, biarlah mereka bekerja pada sektor swasta. Lalu, apakah swasta bisa memenuhi biaya operasionalnya? Jangan-jangan nanti semua akan tertib dan tidak ada lagi yang diderek. Benar, tentunya perlu kajian yang lengkap mengenai berapa mobil derek yang beroperasi, luas cakupan dan potensi pelanggaran (pendapatan) dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Sehingga pengusaha tidak rugi dan bisa terus melanjutkan pengawasan.

Yang ketiga adalah mengurangi pungli, suap dan kejadian "Saya telpon Ani#s". Kalau dengan tukang derek, ya susah tawar menawar. Sekali sudah diderek ya harus bayar. Titik. Mereka cuma "JASA DEREK" yang mendapat mandat dari pemerintah. Kalau sudah kena derek, ya silahkan bayar. begitu saja. Mau telpon ya silahkan, tapi bayar dulu jasa dereknya. Soal tilang tentu urusannya dengan pemerintah. SIlahkan bayar ke pemerintah. 

Tentunya pengawasan dari pemerintah terhadap jasa derek ini juga harus ketat. Kalau ketauan bermain mata dengan pelanggar aturan, tentunya kontrak atau izin langsung diputus. Dan tentunya banyak pengusaha lain yang mau menggantikan posisi mereka. 

Untuk menerapkan hal ini tentu banyak prasyarat atau "enabling conditions"-nya. Salah satunya adalah perangkat hukumnya, kesiapan tilang online (atau integrasi tilang ke pengurusan pajak dan STNK), kesiapan perusahaan-perusahaan untuk memenuhi standar tertentu, kesiapan perangkat, rambu-rambu dan marka jalan, serta kesiapan dari pengguna jalan dan pemilik kendaraan.  

Swastanisasi ini juga bisa diterapkan pada aspek lain seperti "UJI KIR" kendaraan oleh bengkel-bengkel swasta yang berkualifikasi. Sehingga dinas perhubungan tidak perlu memiliki bengkel uji KIR. Bengkel-bengkel tentunya sudah memiliki alat dan keahlian, tinggal ditata dengan baik saja. Tentang ini kita bisa cerita panjang lebar di lain waktu.

Demikian sekilas informasi. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun