Anwar Usman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, telah dinyatakan bersalah atas pelanggaran etika berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Putusan ini terkait dengan dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi terkait uji materi perkara tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Anwar Usman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, telah terlibat dalam beberapa perbuatan yang melanggar etika dan kode etik hakim konstitusi. Beberapa perbuatan yang dilaporkan dan diperiksa oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) termasuk:
- Tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan putusan, yang merupakan pelanggaran terhadap Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan dan Integritas.
- Tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (judicial leadership) secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan.
- Membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan, yang melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi.
- Dituding berbohong dalam penanganan perkara tertentu.
Sebagai akibat dari pelanggaran etika berat, Anwar Usman telah kehilangan jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Anwar Usman juga digugat atas perbuatan tercela dan tidak memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi, dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp1,3 triliun. Dengan demikian, Anwar Usman terlibat dalam serangkaian perbuatan yang melanggar kode etik hakim konstitusi, yang mengakibatkan konsekuensi hukum dan kehilangan jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Dalam kasus tersebut bisa diketahui hal yang dilakukan oleh anwar usman merupakan pelanggaran kode etik hakim mahkamah konstitusi, Peraturan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sendiri diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yang mana meliputi prinsip-prinsip yang mengatur perilaku dan etika hakim konstitusi, termasuk prinsip Sapta Karsa Hutama yang meliputi prinsip-prinsip keadilan, integritas, dan perilaku yang baik.
Kritik yang dapat saya berikan dari kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua MK yaitu anwar usman, sebagai berikut:
- Keterlibatan Keluarga: Terdapat dugaan keterlibatan keluarga Anwar Usman dalam perkara yang ditanganinya, yang menimbulkan pertanyaan akan netralitas dan objektivitas keputusan yang diambil, dan dari hal ini mampu menimbulkan persepsi bahwa yang dilakukan oleh anwar usman adalah politik dinasti, yang dimana kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga
- Dengan dilakukannya pelanggaran etika dan sumpah jabatan, hal tersebut sudah melecehkan konstitusi
Sebagai patriotik dengan ini saran yang dapat saya berikan supaya tidak terjadi lagi hal seperti kasus di atas pentingnya kita menjaga independensi, netralitas, dan integritas dalam proses peradilan, serta menekankan perlunya penegakan kode etik dan perilaku hakim konstitusi untuk memastikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H