PendahuluanÂ
Pada bencana pandemi Covid-19 sejumlah lapangan pekerjaan mengalami perubahan, sulitnya mencari pekerjaan pada masa pandemi membuat daya saing untuk mendapatkannya semakin menjadi ketat, tak terkecuali para penyandang disabilitas yang turut serta dalam persaingan,Â
Namun tak jarang pula kita menemui adanya diskriminasi pada penyandang disabilitas yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan saat mereka hendak melamar pekerjaan, sikap intoleran yang dilakukan oleh beberapa oknum tersebut membuat para penyandang disabilitas kecewa.Â
Sehingga membuat mereka melakukan aksi protes yang akhirnya berujung pada meja hukum atau berakhir meninggalkan jejak yang jelek pada instansi atau perusahaan tersebut.
Karena keanekaragaman inilah pada dasarnya tidak boleh ada pembedaan perlakuan atas manusia satu dengan yang lainnya, dengan itu juga kondisi fisik.
Keberadaan penyandang disabilitas di dunia pekerjaan adalah paksaan dan tidak semata karena aksi kemanusiaan ataupun kesosialan.Â
Maka dari itu maksud dari artikel ini membahas permasalahan dari intoleransi yang masih dilakukan oleh segelintir orang, selain membahas namun artikel ini juga akan memberikan pencegahan dan penanggulangan intoleransi yang terjadi pada penyandang disabilitas yang terjad dalam dunia pekerjaan.
Pembahasan
Di era globalisasi sekarang ini kita dipaksakan untuk memiliki kemampuan yang berkualitas melalui sumber daya manusianya, disertai pandemi Covid-19 ini yang mempersempit peluang pekerjaan, hal ini pun juga turut dirasakan oleh penyandang disabilitas.
Selain sulitnya mencari pekerjaan, hal yang membuat ini terjadi juga akibat dari adanya diskriminasi, diskriminasi masih marak terjadi di indonesia, diskriminasi dapat terjadi pada siapapun, diskriminasi terjadi karena mereka tidak memahami dan menerima perbedaan.
Di indonesia para penyandang disabilitas belum sepenuhnya terfasilitasi pada dunia pekerjaan, hal ini karena masih adanya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas pada saat penerimaan karyawan baru, Padahal mendapatkan pekerjaan adalah hak yang juga dimiliki oleh penyandang disabilitas, yang mana tercantum pada UU Pasal 11 Nomor 8 Tahun 2016 tentang hak pekerjaaan penyandang disabilitas yakni, setiap penyandang disabilitas mendapatkan hak pekerjaan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau swasta tanpa diskriminasi.
Dari UU tersebut kita mengharapkan adanya perubahan positif terjadi, namun nyatanya, meskipun telah dibuatnya UU tersebut tak memungkiri tidak adanya pendiskriminasian terjadi, Hal-hal tersebut masih saja terjadi karena mereka berpikir jika penyandang disabilitas hanya akan menghambat dan membuat perusahaan mereka di pandang sebelah mata serta karena masih kurangnya rasa empati.
Terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi baru-baru ini maupun yang selama ini terjadi terus menerus, yaitu kasus pertama yang dilakukan oleh beberapa oknum di perusahaan grab. Seorang difabel tuli hendak mengikuti rekruitmen mitra grab. pada saat akan mengikuti seleksi, penyandang difabel tersebut menjelaskan bahwa dia penyandang tuna rungu, akan tetapi petugas tidak menggubris pernyataannya.
Lantaran keterangannya tidak digubris bahwa ia adalah difabel tuli, maka petugas mendiskriminasinya dengan menyuruhnya membaca undangan wawancara secara keras dan jelas, selanjutnya ia harus mengikuti tes pendengaran dengan cara dipanggil namanya dari kejauhan diikuti dengan tepuk tangan, namun cara tersebut termasuk menyinggung penyandang difabel tuna rungu.
Bagi difabel, yang dilakukan oleh petugas tersebut sangat menjelaskan tindakan audisme, secara tidak langsung tindakan tersebut menghina penyandang difabel tuli.
Setelah hal tersebut menjadi viral, pihak grab dengan cepat menyampaikan permohonan maaf melalui pernyataan terbuka.
Grab indonesia mengatakan bahwa membebas tugaskan petugas tersebut lantaran terjadi penyalahan prosedur yang dilakukan oleh petugas tersebut saat menjalani perekrutan.
Cara pencegahan yang bisa kita lakukan saat menemukan kejadian tersebut yaitu melaporkan kepada yang berwenang dalam menangani kasus seperti pendiskriminasian serta mempelajari apa itu empati.
Kasus kedua yang ditemukan adalah pendiskriminasian kepada difabel seleksi pegawai BUMN, kejadiannya saat ia dinyatakan lulus namun tiba-tiba dalam waktu sehari dirubah menjadi tidak lulus, lantas ia memperjuangkan hak nya dengan melaporkan permasalahan ini ke komnas HAM dan presiden RI, bapak Jokowi.
Padahal pada UU Nomor 8 Tahun 2016 juga sudah menjelaskan mengenai hak bebas dari stigma untuk penyandang disabilitas yang salah satunya bebas dari penghinaan dan pelabelan negatif terkait kondisinya, namun beberapa perusahaan masih saja melakukan pelabelan negatif terhadap penyandang disabilitas, yang mengakibatkan mereka harus terus memutar otak dalam mencari pekerjaan, kita juga belum tahu bagaimana keadaan ekonomi mereka, bisa jadi mereka berasal dari kalangan yang termasuk membutuhkan uang untuk kehidupan sehari-hari, usaha yang mereka keluarkan menjadi lebih berat daripada orang lain, hal ini juga mengakibatkan penyandang disabilitas lebih memilih membuka usaha sendiri.
Permasalahan ini sendiri sebenarnya sudah pernah dibahas dalam jurnal ilmiah yang berjudul "Penyandang Disabilitas dalam Dunia Kerja" oleh penulis Geminastiti Purinami A, Nurliana Cipta Apsari, dan Nandang Mulyana. Di dalam jurnal tersebut mengatakan bahwa kaum disabilitas seharusnya tidak lagi dicap sebagai orang bermasalah, mereka seperti itu karena peranannya terbatasi oleh beberapa faktor.
Dari jurnal tersebut dan UU yang telah tertulis diharapkan agar bisa menghapus stigma negatif pada penyandang disabilitas dalam dunia kerja.
Demi membentuk dan mendapatkan kemandirian, para penyandang disabilitas menjalankan pekerjaan demi mencukupi kebutuhan hidup dan mengasah keterampilan sosial. Dampak jelas yang dialami oleh korban diskriminasi adalah penurunan kepercayaan diri dan lingkaran kemiskinan yang menghantui mereka, mereka pun lebih condong menutup diri dari pergaulan ataupun bersosialisasi sehingga mereka pun segan untuk mengambil peran dalam masyarakat karena mereka takut akan dicemooh dan dirundung.
Padahal telah tertuang di dalam Undang-Undang tertinggi yaitu UUD 1945 Pasal 28I Ayat 2 yang berbunyi bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan bersifat diskriminatif.
Hal itupun juga berlaku untuk penyandang disabilitas, yang mana juga hidup sebagai manusia di muka bumi, mereka juga ingin hidup sebagai orang normal pada umumnya tetapi mereka tidak bisa memilih bagaimana bentuk tubuh mereka saat lahir, mungkin saja untuk saat ini memang penyandang disabilitas adalah yang lebih rentan mengalami permasalahan serius dalam mencari pekerjaan ataupun mengakses dunia kerja, namun semangat dan kegigihan para penyandang disabilitas dalam usaha mereka untuk mencari pekerjaan lebih besar daripada orang normal pada umumnya.
Kita sebagai masyarakat indonesia yang memiliki empati tinggi dan melek akan hukum seharusnya lebih menyadari bahwa melindungi hak-hak penyandang disabilitas, khususnya hak atas pekerjaan, sudah menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah, perusahaan maupun masyarakat.
Hal ini dapat dimulai dengan menciptakan lingkungan kerja yang terbuka, yaitu lingkungan kerja yang menghargai keberagaman dan ramah terhadap kelompok kecil, salah satunya penyandang disabilitas.
Bukan termasuk hal yang sulit bagi kita untuk melakukan pencegahan terhadap diskriminatif yang mana tindakan tersebut termasuk bentuk intoleransi. Hal-hal yang termasuk pencegahan adalah menghargai perbedaan, membangun hubungan yang baik, dan belajar tidak menilai penampilan luar orang lain.
KesimpulanÂ
Di era globalisasi yang disertai dengan pandemi Covid-19 ini membuat lapangan pekerjaan menjadi sempit, hal ini juga yang dirasakan oleh penyandang disabilitas, selain mereka harus ikut bersaing namun mereka juga harus mengalami kerasnya diskriminasi, hal lain yang harus mereka lakukan adalah membuktikan value diri mereka sendiri bahwa mereka mampu bersaing dan pantas untuk mendapatkan pekerjaan,Â
karena dalam lapangan pekerjaan kita dituntut menjadi sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang berkualitas dan diharapkan membawa keuntungan bagi perusahaan, karena penyandang disabilitas sering dipandang sebelah mata maka dari itu mereka seringkali dianggap menjadi beban untuk perusahaan.
Dalam peraturan UU Nomor 8 Tahun 2016 sendiri menjelaskan bahwa untuk perusahaan swasta setidaknya 1% menerima penyandang disabilitas sebagai karyawan, dan setidaknya 2% untuk perusahaan menerima difabel sebagai karyawan mereka.
Dari UU tersebut kita mengharapkan adanya perubahan positif terjadi, namun nyatanya, meskipun telah dibuatnya UU tersebut tak memungkiri tidak adanya pendiskriminasian terjadi, Hal-hal tersebut masih saja terjadi karena mereka berpikir jika penyandang disabilitas hanya akan menghambat dan membuat perusahaan mereka di pandang sebelah mata serta karena masih kurangnya rasa empati.
Padahal pada UU Nomor 8 Tahun 2016 juga sudah menjelaskan mengenai hak bebas dari stigma untuk penyandang disabilitas yang salah satunya bebas dari penghinaan dan pelabelan negatif terkait kondisinya, namun beberapa perusahaan masih saja melakukan pelabelan negatif terhadap penyandang disabilitas, yang mengakibatkan mereka harus terus memutar otak dalam mencari pekerjaan, kita juga belum tahu bagaimana keadaan ekonomi mereka, bisa jadi mereka berasal dari kalangan yang termasuk membutuhkan uang untuk kehidupan sehari-hari, usaha yang mereka keluarkan menjadi lebih berat daripada orang lain, hal ini juga mengakibatkan penyandang disabilitas lebih memilih membuka usaha sendiri.
Dampak jelas yang dialami oleh korban diskriminasi adalah penurunan kepercayaan diri dan lingkaran kemiskinan yang menghantui mereka, mereka pun lebih condong menutup diri dari pergaulan ataupun bersosialisasi sehingga mereka pun segan untuk mengambil peran dalam masyarakat karena mereka takut akan dicemooh dan dirundung.
Hal itupun juga berlaku untuk penyandang disabilitas, yang mana juga hidup sebagai manusia di muka bumi, mereka juga ingin hidup sebagai orang normal pada umumnya tetapi mereka tidak bisa memilih bagaimana bentuk tubuh mereka saat lahir, mungkin saja untuk saat ini memang penyandang disabilitas adalah yang lebih rentan mengalami permasalahan serius dalam mencari pekerjaan ataupun mengakses dunia kerja, namun semangat dan kegigihan para penyandang disabilitas dalam usaha mereka untuk mencari pekerjaan lebih besar daripada orang normal pada umumnya.
Kita sebagai manusia patut terus bersyukur atas ciptaan atau apapun yang telah diberikan tuhan, kita semua sama dihadapan sang pencipta, tidak ada yang lebih sempurna dan lebih superior, Bukan termasuk hal yang sulit bagi kita untuk melakukan pencegahan terhadap diskriminatif yang mana tindakan tersebut termasuk bentuk intoleransi. Hal-hal yang termasuk pencegahan adalah menghargai perbedaan, membangun hubungan yang baik, dan belajar tidak menilai penampilan luar orang lain.
Sebagai masyarakat indonesia yang memiliki empati tinggi dan melek akan hukum seharusnya lebih menyadari bahwa melindungi hak-hak penyandang disabilitas, khususnya hak atas pekerjaan, sudah menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah, perusahaan maupun masyarakat.
Daftar Bacaan
- https://nasional.kompas.com/read/2021/08/15/10431821/rekrutmen-diskriminatif-banyak-penyandang-disabilitas-tak-diterima-kerja
- https://difabel.tempo.co/read/1586765/kronologi-rekrutmen-mitra-tuli-grab-indonesia-yang-dianggap-diskriminatif
- Â Â Â http://jurnal.unpad.ac.id/focus/article/view/20499
- http://www.jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/lbrmasy/article/view/2169/1737
- https://www.kompasiana.com/hauraathallahsalsabila0485/628c667af1f2983d8f0f1fe2/disabilitas-dalam-dunia-kerja
- https://jurnal.uns.ac.id/spirit-publik/article/view/16246/13060
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H