Betapa ia telah begitu jauh menaklukkan alam, meneteskan keringatnya pada tiap bagian dunia ini, menyingkap rahasia demi rahasia, menjawab pertanyaan demi pertanyaan, hanya untuk kembali pulang lagi dalam kontemplasi, sujud, dan kepasrahannya pada keping demi keping rahasia yang tersisa.
Betapa ia, makhluk yang lemah dan ringkih ini, telah melampaui kebuasan jenis apapun, kekejaman manapun, kebiadaban seisi dunia, kebrutalan ternista, dan menghadirkan neraka-neraka terkeji di seantero jagat; tetapi ia juga yang telah membangun cinta-cinta dari yang paling murahan level sinetron hingga yang tersuci di dalam kemanusiaannya.
Betapa ia, sang darah-daging ini, yang telah membentuk dunia sesuai impian-impian vulgarnya, mengobrak-abriknya sekehendak tetes demi tetes mani, melumatnya dalam kehancuran fatal demi kesenangan-kesenangan cabul; dan betapa hanya ia, makhluk yang miskin ini, yang memiliki kesadaran, harapan, cita-cita, keyakinan, kepercayaan, dan tujuan; yang mampu mengubah kelaknatan jenisnya sendiri.
Betapa ia, dan hanya ia, anak-anak manusia dengan sejarah yang berdarah-darah ini, mampu mengungkap kemanusiaannya, menyadari jenisnya, menciptakan impian-impian bersama, berjanji tentang masa depan yang lebih baik, bekerjasama, mengucap persaudaraan umat manusia.
Betapa! Dia: manusia dengan kemanusiawian seutuhnya, begitu cantik dan mempesona; puncak mahakarya teragung alam kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H