Mohon tunggu...
Calya Maharani Putri Yuzerman
Calya Maharani Putri Yuzerman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Darussalam Gontor

Nama saya Calya Maharani Putri Yuzerman, biasa dipanggil Calya, saya adalah seorang Mahasiswi Fakultas Humaniora Jurusan Hubungan Internasional dari Universitas Darussalam Gontor. Saya lahir dan besar di Kota Jakarta yang asri pada tanggal 16 Mei 2005. Keluarga saya terdiri dari orang tua yang selalu mendukung dan dua saudara perempuan yang menjadi sahabat setia saya. Ketertarikan saya terhadap dunia sosial dan pengetahuan politik sudah muncul sejak duduk di bangku SMP. Saya seringkali tertarik dengan isu-isu konflik yang kerap terjadi di dunia luar. Minat ini membawa saya memilih jurusan hubungan internasional, dengan harapan dapat menggali lebih dalam pengetahuan tentang yang sedang terjadi di dunia pemerintahan di lingkup internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kompleksitas Sengketa Laut China Selatan Melalui Lensa Neorealisme

17 Agustus 2024   18:53 Diperbarui: 17 Agustus 2024   19:01 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Neorealisme berpendapat bahwa negara-negara bertindak demi kepentingan mereka sendiri dan berusaha memaksimalkan kekuatan relatif mereka. Dalam sengketa Laut Cina Selatan, setiap negara pengklaim memiliki kepentingan nasional yang dipertaruhkan, seperti akses terhadap sumber daya, perlindungan hak-hak maritim, dan pelestarian integritas teritorial. Kepentingan-kepentingan ini sering kali berbenturan, sehingga menimbulkan perselisihan diplomatik, tindakan tegas, dan upaya untuk memperkuat aliansi dengan kekuatan eksternal.

-Dampak veto China terhadap kebijakan PBB dalam sengketa Laut China Selatan sangat signifikan dan mencakup beberapa aspek penting:

1. Pembatasan Tindakan PBB: Hak veto yang dimiliki China sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB membatasi kemampuan PBB untuk mengambil tindakan yang efektif dalam menyelesaikan sengketa. Ketika ada resolusi yang mungkin merugikan kepentingan China, Beijing dapat menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan keputusan tersebut, yang mengakibatkan stagnasi dalam upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik di Laut China Selatan.

2. Kelemahan Penegakan Hukum Internasional : Meskipun Pengadilan Arbitrase PBB telah membatalkan klaim China atas Laut China Selatan, PBB tidak memiliki mekanisme untuk menegakkan keputusan tersebut. China menolak untuk mengakui keputusan tersebut dan menyatakan bahwa badan arbitrase tidak memiliki jurisdiksi dalam sengketa ini. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya hukum internasional, tanpa dukungan dari negara-negara besar atau tanpa kemampuan untuk menegakkan keputusan, hasilnya menjadi tidak efektif.

3. Pengaruh Terhadap Negara Lain : Veto China menciptakan ketidakpastian bagi negara-negara lain yang terlibat dalam sengketa di Laut China Selatan. Negara-negara seperti Filipina dan Vietnam mungkin merasa tertekan untuk tidak mengajukan gugatan lebih lanjut atau mencari dukungan internasional karena takut akan reaksi China. Ini dapat mengarah pada pengabaian hak-hak mereka dalam konteks hukum internasional.

4. Mendorong Ketegangan Regional : Ketidakmampuan PBB untuk bertindak secara efektif akibat veto China dapat memperburuk ketegangan di kawasan. Negara-negara lain mungkin merasa perlu untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka atau mencari aliansi baru untuk melawan pengaruh China, yang dapat mengarah pada perlombaan senjata dan ketidakstabilan di kawasan Asia-Pasifik.

Secara keseluruhan, veto China di PBB menciptakan tantangan besar bagi penyelesaian sengketa Laut China Selatan dan memperlihatkan keterbatasan PBB dalam menghadapi konflik yang melibatkan negara-negara besar dengan kepentingan nasional yang kuat.

Kesimpulan:

Sebagai kesimpulan, kompleksitas sengketa Laut Cina Selatan dapat dipahami melalui lensa neorealisme dengan melihat dinamika kekuatan, kekhawatiran keamanan, dan pengejaran kepentingan nasional di antara pihak-pihak yang terlibat. Neorealisme menyoroti peran kekuasaan dan sifat anarkis dari sistem internasional dalam membentuk perilaku negara dan dinamika sengketa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun