Fidel Castro, Sang Pejuang Revolusioner alias Sang Komandan wafat dengan tenang pada 25 November 2016, dalam usia 90 tahun. Rakyat Kuba berkabung selama 9 hari.
Tak hanya di Kuba, hari berkabung untuk Castro pun dilakukan di Korea Utara (Korut). Kedekatan ideologi, dan eratnya hubungan personal-emosional Castro, dengan ayah (Kim Jong-Il) dan kakek (Kim Il-Sung) dari pemimpin Korut saat ini, Kim Jong-un, mendorongnya menetapkan hari berkabung nasional selama 3 hari untuk Sang Komandan. Di Korut, Fidel Castro adalah pahlawan Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK). Dialah satu-satunya pemimpin asing yang mendapatkan gelar tertinggi di Korut.
Kim Jong-un pun mengutus Choe Ryong-Hae, wakilnya di Partai Pekerja, untuk menghadiri pemakaman Castro, Minggu (4 Desember 2016). Selain Choe Ryong-Hae, pemimpin dunia yang tampak hadir dalam pemakaman yang sifatnya tertutup ini adalah Presiden Bolivia Juan Evo Morales Ayma (atau dikenal dengan Evo Morales), dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Upacara pemakaman abu jenazah Sang Komandan dilakukan di Santiago, bukan di Havana. Fidel Castro dimakamkan di samping makam pahlawan kemerdekaan Kuba, Jose Marti – Idola Castro sejak muda.
Santiago adalah tempat lahirnya Revolusi Kuba pada tahun 1959, di bawah pimpinan Castro, dan didukung oleh Raul adiknya, dan teman sejati seperjuangannya, Che Guevara.
Dibenci dan dipuja dalam negeri
Pemimpin yang pernah berkuasa selama 5 dekade ini, dibenci sekaligus dipuja. Dibenci, karena seperti dilansir Yahoo News, Rabu (30/11/16), selama berkuasa, Castro Sang Pejuang Revolusioner, memenjarakan puluhan ribu pengkritiknya dan mengeksekusi ribuan orang yang melawan pemerintahannya. Rezimnya yang kejam melahirkan gelombang migrasi jutaan rakyat Kuba ke Amerika Serikat (AS), termasuk salah seorang anak kandungnya sendiri.
Dipuja, karena bagi rakyat miskin Kuba, keberhasilan revolusi 1959, menjadikan semua warga Kuba hidup setara. Tidak ada jurang antara kaya dan miskin – Itulah aplikasi ideologi yang diadopsi Castro dari ‘perkawinan’ sistem Lenin-Marx. Karisma dan idealismenya yang kuat pun mampu mempertahankan kedaulatan Kuba hingga saat ini. Ia tidak dapat didikte oleh AS bahkan Soviet, sekutunya kala berkuasa. Keberhasilannya menerapkan sistem pemerintahannya, mencipta Kuba menjadi negara yang memiliki layanan pendidikan dan kesehatan gratis terbaik bagi warganya, dan role model bagi dunia.
Idola dan simpati internasional
Di luar Kuba, Apa yang dilakukan Castro mendapat simpati dan pujian internasional. Kuba dikenal dunia dengan empati kemanusiaannya yang super luar biasa; tenaga medisnya tak hanya terampil, tetapi juga berkomitmen besar bagi pertolongan kesehatan di seluruh dunia, kendatipun keadaan dalam negeri Kuba sendiri tidaklah bagus.
Kuba merupakan satu-satunya negara yang mengirimkan dokter terbanyak untuk membantu bangsa-bangsa lain di dunia. Tercatat, hingga April 2012, ada 38.868 tenaga dokter profesional Kuba yang bekerja di 66 negara. Dan, 135.000 tenaga medis Kuba yang bekerja di negara lain.
Dalam kaitan itu, Fidel Castro pernah berkata, “Kami mengirim dokter, bukan tentara.”
Reputasi Kuba dalam bidang kemanusiaan, membentuk frase terkenal: Siapa mencintai kemanusiaan, dia harus melihat Kuba.
The last but not least, keberaniannya melawan AS di hampir sepanjang masa hidupnya, menjadikan Fidel Castro sebagai lambang anti hegemoni AS, dan menjadi idola negara-negara miskin di Asia dan Afrika, serta menginspirasi beberapa pemimpin di Timur Tengah.
Lazarus kini pergi selamanya
Rezimnya yang keras dan sangat anti AS, membuatnya menjadi sasaran pembunuhan pihak-pihak yang tidak menyukainya. Lebih dari 600 kali upaya pembunuhan ditargetkan kepadanya. Tapi Castro selalu lolos dari bidikan maut. lantaran itulah, Sang Komandan sempat dijuluki sebagai “Lazarus”. Dan kini, Fidel Castro, Sang Lazarus, pemimpin negeri kecil di Karibia Utara itu telah pergi untuk selamanya.
Pesannya kepada sang adik, dilarang mengabadikan nama dirinya sebagai nama jalan di seantero Kuba. Segala bentuk monumen dan patung untuknya pun dilarang diciptakan. Pemimpin hebat kontroversial dunia ini layak mendapatkan penghormatan abadi, setidaknya di tanah airnya sendiri, yang diperjuangkan dan dibesarkannya. Namun, ia memilih tidak dikenang, apalagi dikultuskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H