Artikel tersebut membahas mengenai Gus Dur, mantan presiden Indonesia dan cara dia menyampaikan suatu pesan. Sebelum, saat, dan sesudah masa jabatannya, Gus Dur tetap menggunakan anekdot sebagai sarana menyampaikan pesan.Â
Ia tidak takut menyuarakan pendapatnya ataupun kritiknya melalui anekdot dan karya lain yang Ia buat. Namun, hal ini  dianggap sebagai ancaman dan pencemoohan terhadap nama baik pemerintahan. Meskipun begitu, suatu negara tidak akan bisa berkembang tanpa memperbaiki kekurangan yang dimilikinya. Gus Dur merupakan tokoh yang patut dicontoh, sebab Ia mengajarkan kita untuk terus berjuang melalui segala rintangan untuk mencapai tujuan yang benar.
Anekdot sendiri pada hakikatnya merupakan teks yang berisi sindiran/kritikan yang dibungkus dengan humor. Anekdot dapat berisi mengenai berbagai topik dan bertujuan berbeda-beda, tetapi sebaiknya dianggap sebagai kritik yang membangun dan buka sebagai cemooh, hal yang disampaikan melalui anekdot bertujuan untuk menghibur dan memberi kritik bukan sebagai pencemaran nama baik. Oleh karena itu, dalam mebaca teks anekdot sepatutnya dibaca dengan pikiran yang terbuka untuk berkembang dan tidak dianggap sebagai tindakan ujaran kebencian.
Sebagai contoh, berikut adalah anekdot yang menyinggung tema politik dan juga merupakan karya Gus Dur, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa intensi teks ini bukan sebagai ujaran kebencian tetapi sebagai kritikan yang diharapkan dapat membangun.
Tiga Gus Adalah Musuh Orba
Di kalangan Nahdliyin, Gus adalah julukan bagi anak kiai yang mereka hormati. Panggilan hormat itu tetap melekat,bahkan sampai si anak sudah jadi bapak atau kakek. Begitulah, menurut Gus Dur, ada Gus Nun, Gus Mus, dan lain-lain tanpa menyebut diri sendiri.
Lain sikap hormat kalangan Nahdliyin, lain pula pandangan pemerintah Orde Baru. Yang terakhir ini tak suka dengan para Gus itu, terutama yang kritis terhadap kekuasaan.
Kekritisan Gus Dur terhadap pemerintah Orde Baru mengakibatkan ia "dikucilkan." Gus Nun sering ngomong pedas, maka dianggap musuh pemerintah juga .
Tapi, kata Gus Dur, di acara jamuan makan malam bersama tamu-tamunya,sebenarnya ada satu "Gus" lagi yang tidak disukai pemerintah.
Para tamu pun penasaran, dan menunggu Gus siapa lagi gerangan yang dimaksud .
"Gusmao...,"ungkap Gus Dur menyebut nama belakang Kay Rala Xanana (sekarang Presiden Timor Leste), pemimpin Fretilin yang saat itu masih di penjara.
Â
Anekdot di atas menyinggung kembali masalah politik yang ada dalam negeri, bahkan yang terjadi kepada Gus Dur. Kritik Gus Dur tidak dipandang sebagai tanggapan yang membangun, namun sebagai hal yang perlu diawasi pemerintahan. Hal ini didukung dengan sikap pemerintah yang menganggapnya sebagai ancaman, pada saat anekdot Gus Dur disampaikan oleh orang lain, banyak yang menganggapnya sebagai ujaran kebencian dan kemudian ditangkap oleh polisi. Kasus seperti ini, seharusnya tidak terjadi jika pemerintah lebih terbuka terhadap kritikan dan memandang hal tersebut sebagai masukan untuk lebih mengembangkan negara.