Mohon tunggu...
Calon Ekonom
Calon Ekonom Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Independen

Calon ekonom merupakan sekelompok penulis independen yang fokus terhadap kajian dan opini ekonomi serta edukasi konten terkait teori ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Problem Pendidikan, Ancam Bonus Demografi?

7 Februari 2024   14:18 Diperbarui: 7 Februari 2024   14:59 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : freepik.com

Saat ini marak sekali diperbincangkan isu bonus demografi di Indonesia yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2030. Era bonus demografi telah dimulai pada tahun 2020 dimana jumlah penduduk usia produktif sangat melimpah sehingga Indonesia berpotensi keluar dari zona middle income trap. Data menunjukkan penduduk usia produktif Indonesia mencapai hampir 70 persen dari total penduduk atau sekitar 190,23 juta jiwa. 

Sumber gambar : Katadata.com
Sumber gambar : Katadata.com

Dalam model pertumbuhan ekonomi Robert Solow dijelaskan bahwa pertumbuhan angkatan kerja sebagai modal fisik sangat penting dalam meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi disamping kapital atau modal. Keberadaan jumlah penduduk usia produktif sangatlah penting sebagai modal pembangunan bangsa. Namun dalam menuju Indonesia emas 2045, kuantitas saja tidaklah cukup. Perlu adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia agar tingkat produktivitas yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal. 

Pembangunan sumber daya manusia bukanlah sesuatu hal mudah dan cepat. Hingga saat ini, Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan yang turut menghambat pembangunan SDM. Salah satu masalah paling pelik adalah pendidikan.  Memang persoalan pendidikan bukanlah satu - satunya masalah pembangunan SDM, namun pendidikan dianggap sebagai aspek paling fundamental yang menentukan nasib masa depan seseorang karena memberikan peluang besar dalam proses akumulasi kapital seseorang, dalam hal ini memperoleh pekerjaan yang layak dengan upah yang tinggi sehingga kualitas hidup lebih terjamin seperti akses tempat tinggal, kesehatan, keuangan, termasuk juga pendidikan bagi generasi selanjutnya. 

Namun tampaknya arah kebijakan pendidikan di Indonesia masih belum konsisten karena setiap pergantian pemerintahan kurikulum dan sistem  pendidikan selalu berubah - ubah. Bahkan menurut riset oleh Profesor Harvard, Lant Pritchett,  kualitas pendidikan Indonesia tertinggal jauh selama 128 tahun. Padahal di sisi lain Indonesia mempunyai potensi besar penduduk produktif hingga tahun 2030. Pertanyaannya, apakah pendidikan saat ini dapat menjamin kualitas SDM sebagai modal menuju Indonesia emas tahun 2045? 

Beberapa kebijakan pendidikan tidak mampu menyelesaikan permasalahan dan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Menurut asesmen pendidikan yang menilai capaian pendidikan suatu negara dari PISA (Programme for International Student Assessment (PISA) menyebutkan bahwa capaian pendidikan yang diukur berdasarkan minat membaca, matematika, dan sains tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Padahal sejak dimulainya era reformasi hingga saat ini kurikulum pendidikan di Indonesia telah berubah sebanyak 5 kali. 

Tren Hasil PISA Indonesia Rata - Rata Skor (2009 - 2022), Subjek Kemampuan membaca, matematika, dan sains usia 15 tahun, OECD
Tren Hasil PISA Indonesia Rata - Rata Skor (2009 - 2022), Subjek Kemampuan membaca, matematika, dan sains usia 15 tahun, OECD

Kesuksesan suatu kurikulum pendidikan terletak pada kemampuan pengajar. Pengajar yang kompeten dan cepat dalam menyesuaikan diri pada perubahan kurikulum sangat penting dalam menunjang kualitas dan pemerataan pendidikan di Indonesia. Namun masalahnya kualitas pengajar di Indonesia terhitung masih cukup rendah terutama di sekolah - sekolah negeri. Hal tersebut disebabkan oleh sistem perekrutan guru yang tidak sesuai standar mutu pendidikan, beban administrasi guru yang padat, hingga upah yang minim.  

Salah satu kebijakan pendidikan lainnya yang menuai kontroversi dari masyarakat hingga saat ini adalah sistem zonasi dimana sistem seleksi masuk jenjang sekolah dasar hingga menengah atas didasarkan oleh jarak rumah dengan sekolah. Sistem ini diberlakukan dengan tujuan pemerataan pendidikan sehingga tidak ada lagi stigma masyarakat yang mengagung-agungkan salah satu sekolah sementara sekolah lainnya dipandang sebelah mata. Meskipun demikian, sistem seleksi berdasarkan nilai tetap dilaksanakan hanya saja porsi yang diberikan tidak sebesar sistem zonasi yang mencapai minimal 50 persen. Namun pelaksanaan yang begitu cepat dan tidak diiringi dengan perbaikan kualitas yang menyeluruh pada sekolah menimbulkan masalah baru. Sistem ini dirasa menurunkan jiwa kompetitif antar siswa dalam belajar sehingga output yang dihasilkan adalah siswa - siswa dengan rasa keingintahuan dan eksplorasi pengetahuan yang rendah. Padahal dalam dunia kerja jiwa kompetitif sangat diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan karir. 

Pendidikan di Indonesia juga belum banyak mengadopsi teknologi sebagai bagian dari sistem belajar-mengajar. Hal ini terbukti bahwa selama pandemi covid-19 kondisi learning loss yang dialami siswa terjadi akibat pengajar belum mumpuni dalam menguasai teknologi pendidikan. Kurikulum pendidikan Indonesia juga belum banyak memasukkan pendidikan teknologi misalnya bahasa pemrograman. Menurut HR Forecast, keterampilan akan teknologi sangat berharga di hampir seluruh industri misalnya saja kemampuan programming, analisis data, hingga UI-UX. Bahkan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan bahwa bahasa pemrograman lebih penting dari bahasa inggris. Pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa pada era disrupsi teknologi penting untuk memiliki pengetahuan akan teknologi. Inilah yang seharusnya dipersiapkan Indonesia sejak dulu agar bonus demografi tidak sia - sia. 

Keberadaan teknologi juga membuat persaingan pasar tenaga kerja semakin kompetitif. Tenaga kerja manusia tidak hanya berkompetisi dengan tenaga kerja manusia lainnya tetapi juga dengan teknologi. Transisi dari penggunaan tenaga kerja manusia menjadi tenaga kerja mesin atau otomatisasi industri diprediksi mengalami tren peningkatan seiring dengan kebijakan efisiensi perusahaan. Akibatnya mereka yang tidak memiliki kompetensi teknologi akan digantikan oleh teknologi yang lebih efisien sementara mereka yang mempunyai kemampuan teknologi akan menjadi bagian dari proses pengembangan teknologi. 

Pada era industri 4.0 seperti sekarang ini, otomatisasi industri tidak hanya terpaku pada mesin - mesin produksi tetapi juga robotisasi, Internet of Things (IoT), dan penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligent). Namun kecerdasan buatan nampaknya akan mendominasi peralihan teknologi pada hampir seluruh sektor ekonomi. Hal ini terjadi karena teknologi ini mampu melakukan pengembangan pada dirinya sendiri tanpa perlu dilakukan input database berulang kali. Tentu dari sudut pandang produsen, teknologi yang semacam ini luar biasa efisien. Menurut data dari IDC Asia-Pacific (2022) industri yang menggunakan teknologi ini untuk menunjang produktivitas mereka adalah sektor perbankan, retail, manufaktur serta pemerintah. Pada beberapa dekade ke depan, tentu teknologi semacam ini akan lebih berkembang melebihi apa yang diekspektasikan oleh manusia. Inilah yang kemudian disebut sebagai proses revolusi teknologi. 

Menurut World Economic Forum diperkirakan hingga tahun 2025 akan ada sekitar 85 juta pekerjaan tergantikan oleh AI. Riset lain oleh Goldman Sachs juga mengemukakan hal serupa sebanyak 300 juta pekerja akan digantikan oleh perkembangan teknologi ini. Kondisi ini merupakan ancaman yang cukup serius dan berdampak buruk terhadap kemungkinan terjadinya pengangguran yang meningkat. Terlebih lagi talenta digital dan teknologi Indonesia masih belum mencukupi gap kebutuhan industri. Meskipun demikian berdasarkan world Digital Competitiveness 2023 mencatat daya saing digital di Indonesia berada di peringkat 45 dari 64 negara lebih baik dari tahun sebelumnya 51 dari 64 negara. Artinya tengah terjadi perbaikan dari tahun ke tahun. 

Tampaknya pemerintah pun telah menyadari ketertinggalan pada sektor pendidikan serta pemenuhan SDM teknologi dan digital. Kebijakan saat ini diarahkan tidak hanya pada pendidikan formal saja namun juga informal. Misalnya program pelatihan pra kerja, dimana individu yang tidak cukup mengenyang pendidikan formal dapat memperoleh keterampilan tertentu sebagai modal untuk bekerja. Sedangkan pada pendidikan formal, pemerintah merencanakan konsep kurikulum yang memberikan kebebasan belajar mulai dari pendidikan dasar, menengah, hingga tinggi. Sementara itu dalam rangka percepatan pemenuhan SDM teknologi dan digital, melalui kementerian komunikasi dan informasi juga meluncurkan program bernama talenta digital. Program MBKM-MSIB oleh kemendikbud juga telah mengakomodasi platform swasta untuk dapat berkontribusi menyelenggarakan program pelatihan teknologi dan digital bagi mahasiswa. Melalui beberapa program tersebut setidaknya Indonesia dapat mengakselerasi ketertinggalannya dalam hal peningkatan mutu dan kualitas SDM. 

Solusi Kebijakan 

  1. Kebijakan Pendidikan Berdasarkan Permasalahan dan Sosial Budaya Daerah

Persoalan pendidikan tidak bisa diselesaikan dengan hanya mengubah kurikulum dan pemberian bantuan fisik semata. Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi ketimpangan kualitas pendidikan antara Pulau Jawa dengan Luar Pulau Jawa. Oleh karena itu formulasi kebijakan pendidikan harus mengarah pada pemerataan kualitas pendidikan dan kebijakan tidak harus disamaratakan pada seluruh wilayah di Indonesia. Ini artinya, kebijakan dapat berbeda - beda tergantung pada masalah yang dihadapi pada suatu wilayah. Pendekatan sosial budaya setempat juga digunakan sebagai fondasi dalam melakukan formulasi kebijakan. Tentu adaptasi pendidikan akan lebih cepat. Studi RISE mengungkapkan bahwa di Kota Bukittinggi diterapkan kebijakan pendidikan berupa program supervisi silang dan sekolah keluarga mengingat kondisi pada daerah tersebut memiliki jaringan kekerabatan yang sangat kuat dan di Yogyakarta program pembelajaran melibatkan partisipasi aktif dari orang tua dan masyarakat dalam proses advokasi pendidikan. Program ini didorong oleh tradisi di Yogyakarta yaitu Handarbeni dan Guyub Rukun. 

  1. Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Tenaga Kependidikan

Tenaga pendidik memiliki peran penting dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Tentu penyediaan tenaga pendidik harus diimbangi dengan gaji dan jaminan kesejahteraan agar mereka lebih fokus dan profesional dalam mengajar. Banyak tenaga pendidik yang melakukan pekerjaan sampingan sehingga kurang fokus mengajar lantaran digaji hanya sebesar Rp2,4 juta per (DataBoks, 2023),jauh berbeda dengan negara tetangga seperti Thailand Rp9,5 juta, Filipina Rp6,9 juta, dan Malaysia Rp5,5 juta per bulan. Kunci pemerataan sumber daya manusia berkualitas adalah meningkatkan dan memeratakan kapasitas dan kesejahteraan tenaga pendidik. Ketimpangan kualitas tenaga pendidik juga mempengaruhi ketimpangan kualitas pelajar yang mayoritas hanya berkembang di pulau Jawa. Tentu dalam hal ini perlu campur tangan pemerintah seperti mengoptimalkan pelatihan dan ujian kompetensi atau memperketat kualifikasi. Disamping itu tunjangan kesejahteraan juga ditingkatkan agar sesuai dengan kompetensi. 

  1. Meninjau Arah dan Proses Pendidikan Usia Dini dan Dasar

Asesmen atau penilaian juga dirasa penting pada pendidikan dasar untuk mengetahui minat belajar para siswa. Hal ini penting untuk membangun semangat belajar mengingat siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan keinginannya. Namun juga tidak boleh abai terhadap kegiatan belajar yang berguna untuk meningkatkan kemampuan literasi, numerasi, dan matematika dasar. Ketiga kemampuan tersebut sangat fundamental sebagai ilmu dasar untuk menjangkau ilmu yang lebih dalam. Dalam proses peningkatan kemampuan literasi, numerasi, dan matematika dasar perlu juga digunakan metode pembelajaran digital sebagai salah satu metode yang interaktif sehingga siswa tidak mengalami kejenuhan dalam belajar. Akan tetapi penggunaan teknologi dalam proses belajar - mengajar semacam ini juga membutuhkan persiapan tenaga pengajar yang lebih mumpuni dalam mengajar, mengawasi, dan mengevaluasi kegiatan belajar - mengajar. Intinya pendidikan dasar semestinya diarahkan pada pembelajaran yang mengakomodasi siswa untuk mengeksplorasi rasa keingintahuan dan lingkungan sekitarnya dibandingkan pada pembelajaran yang sifatnya teoritis di dalam kelas.

  1. Membenahi Sistem Zonasi

Tujuan dari sistem ini sebenarnya sudah baik yaitu pemerataan pendidikan dan mengubah stigma masyarakat terkait dengan persepsi sekolah unggul atau favorit pada beberapa sekolah. Masalahnya sistem ini menghasilkan masalah baru yang perlu dievaluasi, dimana masyarakat seringkali melakukan tindakan yang tidak jujur. Misalnya kecurangan dalam perubahan domisili, kecurangan nilai, pemalsuan Surat Keterangan Miskin, minimnya kemampuan daya tampung sekolah atau sebaliknya justru sekolah kelebihan daya tampung. Oleh karena itu perlu adanya verifikasi data yang melibatkan institusi keuangan, tempat bekerja orang tua, dan dinas dukcapil. Pengajuan perubahan domisili ataupun kartu keluarga juga harus ditinjau dengan sebaik-baiknya. Pembangunan sekolah baru juga diperlukan jika memang jumlah sekolah yang ada tidak mampu menampung siswa baru. Selain itu, porsi seleksi untuk sistem zonasi untuk saat ini juga perlu diperkecil dan hasil asesmen pendidikan juga perlu menjadi bagian pertimbangan. Pelaksanaan sistem zonasi juga harus diiringi dengan perbaikan pada jenjang pendidikan sebelumnya agar tidak terjadi kemampuan yang timpang antar siswa. 

  1. Kolaborasi  BLK dan Creative Hub

Untuk mempercepat peningkatan kualitas tenaga kerja yang handal dan kreatif diperlukan kolaborasi antara Balai Latihan Kerja dengan Creative Hub. BLK sebagai tempat pelatihan kerja dengan tujuan meningkatkan skill dan kompetensi diri akan menjadi lebih optimal jika dikolaborasikan dengan creative hub yang dapat menghimpun dan mengembangkan daya kreasi tenaga kerja. Output utama dari kolaborasi ini dapat memunculkan UMKM baru atau peningkatan daya saing UMKM yang telah ada. Tidak hanya produk yang dipamerkan namun tenaga kerja juga mendapatkan kesempatan pelatihan lebih lanjut terkait bisnis kreatif, proses inkubasi bisnis, hingga mendapatkan pendanaan dari para investor. Selain itu juga terbentuk jaringan di dalam komunitas luas dan ruang diskusi serta edukasi tentang hak kekayaan intelektual yang diharapkan dapat meningkatkan kontribusi ekonomi kreatif. Dengan demikian pemerintah harus mewujudkan iklim yang produktif ini dengan mengawal dan menunjang fasilitas dan proses pengembangan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan terus melanjutkan kartu pra kerja bagi pengangguran, namun dengan catatan harus tepat sasaran agar pengangguran benar-benar bisa berkurang. 

Referensi

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/30/era-bonus-demografi-69-penduduk-indonesia-masuk-kategori-usia-produktif-pada-juni-2022

https://www.kompasiana.com/juliushizkia3311/5f7ace45b34e1c041564c6 f2/reasons-indonesia-is-128-years-behind

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/mendikbud-ppdb-sistem-zonasi-mengakomodasi-ketimpangan-akses-dan-kualitas-pendidikan

https://blogs.worldbank.org/id/eastasiapacific/memulihkan-dampak-penutupan-sekolah-di-indonesia-akibat-pandemi-covid-19

https://www.investopedia.com/personal-finance/most-valuable-career-skills/

https://data.goodstats.id/statistic/sarahjauhari/perbandingan-skor-pisa-indonesia-dari-tahun-ke-tahun-alami-penurunan-pada-2022-TKKZ3

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20221026064947-37-382512/85-juta-pekerjaan-lenyap-di-2025-siap-siap-ganti-profesi

https://rise.smeru.or.id/id/blog/5-prioritas-kebijakan-pendidikan-untuk-memajukan-pembelajaran-di-indonesia

https://www.weforum.org/press/2020/10/recession-and-automation-changes-our-future-of-work-but-there-are-jobs-coming-report-says-52c5162fce/ 

https://www.goldmansachs.com/intelligence/pages/generative-ai-could-raise-global-gdp-by-7-percent.html

https://media.neliti.com/media/publications/369275-analisis-pertumbuhan-total-factor-produc-c022c723.pdf

https://news.detik.com/kolom/d-4859980/demografi-yang-belum-menjadi-bonus

https://www.cnbcindonesia.com/news/20230516164243-4-437889/mas-nadiem-bappenas-usul-ada-kurikulum-coding-di-tingkat-sd

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211013125502-532-707177/jokowi-sebut-ilmu-coding-lebih-penting-dari-bahasa-inggris

https://www.leapfactor.io/blog/mengenal-lebih-jauh-arti-revolusi-industri-40

https://www.idc.com/getdoc.jsp?containerId=prAP50639623 

https://www.imd.org/centers/wcc/world-competitiveness-center/rankings/world-digital-competitiveness-ranking/ 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun