Akhir-akhir ini sangat banyak sekali sentimen yang justru berlawanan arah dan malah berbalik sial pada seseorang yang tak pandai menempatkan dirinya dengan baik, seperti contoh, jagat maya dihebohkan dengan tanggapan musisi Rio Clappy dengan nama asli  Rizky Ceisario ini yang lahir di Jakarta pada 11 Apri 1992.Â
Tanggapan Rio terkait penggunaan lagunya, "Bunga Abadi", sebagai backsound pada Instagram Story milik Kaesang Pangarep dan Erina Gudono. Tanggapan Rio yang terang-terangan meminta Kaesang untuk tidak menggunakan lagunya memicu berbagai reaksi publik.Â
Netizen mempertanyakan sikap Rio yang dianggap "pilih-pilih" siapa yang boleh menggunakan karyanya. Banyak yang berpendapat bahwa seorang musisi, jika sudah mempublikasikan karyanya, seharusnya membiarkan publik untuk bebas menikmatinya.Â
Namun, apakah permintaan ini bisa dilihat sebagai bentuk proteksi hak kreatif seniman atau sebaliknya, sebuah tindakan yang berlebihan?
Dalam unggahan Instagram yang viral, Rio Clappy dengan tegas meminta agar Kaesang tidak menggunakan lagunya sebagai backsound.Â
"Gausah pake lagu gue bisa gak? Gak sudi...," tulisnya. Yang mana pernyataan ini menimbulkan kontroversi, terutama karena melibatkan figur publik seperti Kaesang, yang notabene adalah anak dari Presiden Indonesia dan Lagu Bunga Abadi ciptaannya itu dipakai oleh Erina dan Kaesang dalam foto perjalanan kehamilan. Foto hitam putih tersebut menampilkan Kaesang yang memeluk perut Erina Gudono dari belakang. Â
Pasangan suami istri ini menuai sentimen negatif dari masyarakat setelah memamerkan gaya hidup mewah, salah satuny adalah menikmati fasilitas dan membeli makana  dengan harga yang tidak masuk akal, hal ini dianggap berlebihan sementara rakyat tengah berjuang mengawal putusan Mahkamah Konstitusi yang banyak membuat beragam peristiwa terjadi pada saat itu. Dan hal ini juga yang mungkin mendasari kenapa Rio Capply tiak sudi lagunya dipakai oleh pasangan suami istri tersebut.
Banyak yang terkejut dengan sikap Rio, mengingat penggunaan lagu sebagai backsound di platform media sosial sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh berbagai kalangan. Mengapa seorang musisi sampai menolak karyanya digunakan oleh orang lain, terutama oleh sosok publik? Banyak netizen merasa tidak puas dengan tindakan Rio.Â
Mereka menganggap musisi seharusnya tidak membatasi siapa yang bisa menikmati karya mereka. Kini, instagram Rio Clappy ramai dihujat netizen. Tak sedikit yang menilai jika pernyataan Rio Clappy pada Kaesang dan Erina keterlaluan. Salah satu komentar di unggahan tersebut menyebutkan,
 "Kalau gak sudi lagunya dipake orang, jangan buat lagu banggg."
Sementara yang lain menyoroti bahwa ini adalah pertama kalinya ada musisi yang "pilih-pilih" siapa yang boleh menikmati musiknya.
"Dia ngaku musisi tapi gua ga pernah denger ada musisi yg karna berbeda politik dia langsung benci sama penikmat lagu dia sendiri? aneh kan? ya jelas karna pada dasar nya dia buat lagu bukan karna mencintai musik tapi karna mencintai abah".
"Sombong amat, karir br mulai melejit .tapi sombong banget..sampe gak sudi lagunya dipake gt"
 Reaksi ini menunjukkan bahwa publik melihat seni sebagai sesuatu yang seharusnya bebas dinikmati oleh siapa saja, tanpa perlu persetujuan dari pencipta.
Keputusan untuk menolak penggunaan lagunya mungkin didasarkan pada keinginan untuk menjaga integritas karya. Seniman seringkali merasa bahwa karya mereka mewakili nilai-nilai atau emosi tertentu, dan ketika karya tersebut digunakan oleh orang atau pihak yang tidak mereka setujui, hal ini bisa terasa seperti penyalahgunaan.
 Namun, bagaimana hal ini dipandang oleh publik? Apakah sikap Rio ini justru menimbulkan persepsi negatif terhadap kebebasan berkarya?
Tantu saja bagi sebagian besar masyarakat, sikap Rio ini bisa dianggap bertentangan dengan semangat kebebasan berekspresi dalam seni. Yang mana kebebasan berekspresi ini seharusnya dimiliki oleh setiap orang. Karena seni dianggap sebagai medium universal yang bisa dinikmati dan diinterpretasikan oleh siapa saja.Â
Dengan membatasi siapa yang boleh menggunakan lagunya, Rio bisa dianggap mempersempit ruang bagi publik untuk terhubung dengan karyanya dan justru malah membuat nama baiknya menjadi buruk karena terlihat salah kaprah dan gegabah. Namun, di sisi lain, langkah ini juga bisa dilihat sebagai bentuk kontrol kreatif, di mana seniman merasa berhak menentukan bagaimana karya mereka diperlakukan dan digunakan.
Di satu sisi, ada pandangan bahwa begitu sebuah karya dilemparkan ke publik, seniman harus siap dengan berbagai macam interpretasi dan penggunaan. Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa seniman tetap memiliki hak moral untuk menentukan siapa yang menggunakan atau menikmati karya mereka, terutama jika ada nilai atau pesan yang ingin dijaga dan integritas karya yang ingin dipertahankan.
Kasus Rio Capply ini menimbulkan perdebatan yang menarik dan pandangan beragam yang muncul tentang batasan kebebasan berkarya sebagai bentuk pengungkapan ekspresi para penikmat karya seni dan hak seniman atas karyanya. Di satu sisi, publik menginginkan kebebasan penuh untuk menikmati karya seni tanpa Batasan dan adanya kesetaraan yang didapatkan oleh semua pihak tanpa mengaitkannya dengan latar belakang seseorang.Â
Di sisi lain, seniman seperti Rio berupaya menjaga integritas dan makna personal dari karya mereka. Perdebatan ini menegaskan bahwa dalam dunia seni, banyak hal yang bisa terjadi entah alasan sebagai bentuk  integritas atau kebebasan berkarya yang hal ini  bukanlah konsep hitam putih ada banyak pertimbangan moral, artistik, dan bahkan personal yang mempengaruhinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H