Mohon tunggu...
CALISTA AULIA LESTARI
CALISTA AULIA LESTARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi K.Pangandaran, Universitas Padjadjaran

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Penggemar Karya Seni Musisi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Berekspresi atau Selektivitas Seniman

31 Oktober 2024   12:55 Diperbarui: 31 Oktober 2024   13:08 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Kalau gak sudi lagunya dipake orang, jangan buat lagu banggg."

Sementara yang lain menyoroti bahwa ini adalah pertama kalinya ada musisi yang "pilih-pilih" siapa yang boleh menikmati musiknya.

"Dia ngaku musisi tapi gua ga pernah denger ada musisi yg karna berbeda politik dia langsung benci sama penikmat lagu dia sendiri? aneh kan? ya jelas karna pada dasar nya dia buat lagu bukan karna mencintai musik tapi karna mencintai abah".

"Sombong amat, karir br mulai melejit .tapi sombong banget..sampe gak sudi lagunya dipake gt"

 Reaksi ini menunjukkan bahwa publik melihat seni sebagai sesuatu yang seharusnya bebas dinikmati oleh siapa saja, tanpa perlu persetujuan dari pencipta.

Keputusan untuk menolak penggunaan lagunya mungkin didasarkan pada keinginan untuk menjaga integritas karya. Seniman seringkali merasa bahwa karya mereka mewakili nilai-nilai atau emosi tertentu, dan ketika karya tersebut digunakan oleh orang atau pihak yang tidak mereka setujui, hal ini bisa terasa seperti penyalahgunaan.

 Namun, bagaimana hal ini dipandang oleh publik? Apakah sikap Rio ini justru menimbulkan persepsi negatif terhadap kebebasan berkarya?

Tantu saja bagi sebagian besar masyarakat, sikap Rio ini bisa dianggap bertentangan dengan semangat kebebasan berekspresi dalam seni. Yang mana kebebasan berekspresi ini seharusnya dimiliki oleh setiap orang. Karena seni dianggap sebagai medium universal yang bisa dinikmati dan diinterpretasikan oleh siapa saja. 

Dengan membatasi siapa yang boleh menggunakan lagunya, Rio bisa dianggap mempersempit ruang bagi publik untuk terhubung dengan karyanya dan justru malah membuat nama baiknya menjadi buruk karena terlihat salah kaprah dan gegabah. Namun, di sisi lain, langkah ini juga bisa dilihat sebagai bentuk kontrol kreatif, di mana seniman merasa berhak menentukan bagaimana karya mereka diperlakukan dan digunakan.

Di satu sisi, ada pandangan bahwa begitu sebuah karya dilemparkan ke publik, seniman harus siap dengan berbagai macam interpretasi dan penggunaan. Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa seniman tetap memiliki hak moral untuk menentukan siapa yang menggunakan atau menikmati karya mereka, terutama jika ada nilai atau pesan yang ingin dijaga dan integritas karya yang ingin dipertahankan.

Kasus Rio Capply ini menimbulkan perdebatan yang menarik dan pandangan beragam yang muncul tentang batasan kebebasan berkarya sebagai bentuk pengungkapan ekspresi para penikmat karya seni dan hak seniman atas karyanya. Di satu sisi, publik menginginkan kebebasan penuh untuk menikmati karya seni tanpa Batasan dan adanya kesetaraan yang didapatkan oleh semua pihak tanpa mengaitkannya dengan latar belakang seseorang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun