Sejak kudeta, lebih dari 1.700 orang juga telah "ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang sehubungan dengan partisipasi mereka dalam protes atau keterlibatan dalam kegiatan politik,". Mereka yang ditangkap termasuk anggota parlemen, aktivis politik dan hak asasi manusia, petugas pemilihan, guru, petugas kesehatan, jurnalis dan biksu.
- Kekerasan Struktural
Keadaan darurat diumumkan setelah militer bergerak mengkudeta pemerintahan terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. Pemerintahan militer secara resmi membatalkan hasil pemilihan November 2020 pada 27 Juli lalu dan menunjuk komisi pemilihan baru untuk mengambil alih pemilihan yang kemudian ditunda hingga sekarang.
Kekerasan yang semakin intens dan meluas, serangan oposisi yang terkoordinasi, membuat situasi di Myanmar meningkat dari pemberontakan menjadi perang saudara.
Ekonomi Myanmar semakin melemah pascakudeta junta militer pada Februari 2021 lalu. Kini nilai mata uang Myanmar, kyat, telah kehilangan lebih dari 60% nilainya sejak awal September tahun 2021. Kudeta yang dilakukan junta militer berkontribusi besar terhadap krisis ekonomi di Myanmar. Sebab, sebelumnya mereka menutup hampir semua cabang bank, membatasi pembayaran daring, hingga mematikan internet dan memblokir transfer bank via Handphone.
- Kekerasan langsung
Panglima militer Min Aung Hlain dikutuk secara internasional atas tuduhan "genosida" dan pada Agustus 2018 Dewan Hak Asasi Manusia, PBB mengatakan: "Para jenderal militer tertinggi Myanmar, termasuk Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, harus diselidiki dan dituntut atas genosida di Negara Bagian Rakhine utara, serta kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Negara Bagian Rakhine, Kachin dan Shan. "
Tak lama setelah kudeta terjadi, sebagian besar warga sipil tewas akibat tindakan pasukan keamanan dalam unjuk rasa. Saat ini, data Acled menunjukkan peningkatan korban tewas adalah dampak dari pertempuran setelah warga sipil pun ikut angkat senjata. Acled memperkirakan sekitar 12.000 orang -berdasarkan pemberitaan media lokal dan laporan lainnya -- telah tewas akibat kekerasan politik yang terjadi sejak kudeta pada 1 Februari 2021. Namun, jumlah korban sebenarnya sulit diverifikasi.
Salah seorang pejabat PBB mengatakan pembunuhan oleh pasukan keamanan terjadi di Yangon, Mandalay, Sagaing, Magway dan Mon.
Dalam segitiga perdamaian
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak junta militer Myanmar berhenti membunuh pengunjuk rasa setelah 54 orang tewas selama aksi melawan kudeta.
Negara-negara anggota telah menyerukan untuk Myanmar agar kembali ke pemerintahan demokratis, pembebasan semua tahanan politik, penghentian kekerasan, dan pembantaian. Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mendesak pasukan keamanan Junta militer untuk menghentikan tindakan keras mereka terhadap pengunjuk rasa.
Amerika Serikat pun mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk meningkatkan tekanan lebih tegas lagi, karena pemilihan yang diunsur selama 2 tahun ini merupakan tindak mengulur waktu yang dilakukan Junta.