Sudah sampailah kita pada kontestasi permusyawaratan tertinggi di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yakni Muktamar yang akan terselanggara di Samarinda, Kalimantan Timur. Hiruk pikuk kader IPM seluruh Indonesia menyambut perhelatan akbar ini selalu terasa diberbagai penjuruh daerah dari sabang hingga merauke. Kontestasi yang bertujuan mengevaluasi kinerja kepengurusan Pimpinan Pusat (PP) IPM dan memilih punggawa baru untuk mengemban amanah menjadi pengurus PP IPM pasca Muktamar XX adalah agenda utama disetiap permusywaratan tertinggi di IPM.
Acara yang dihadiri oleh perwakilan 34 wilayah IPM seluruh Indonesia, semakin memperjelas bagaimana pentingnya pembahasan untuk sebuah hasil – hasil keputusan yang nantinya akan menjadi tujuan bersama dan dijalankan secara massif oleh seluruh tingkatan kepemimpinan IPM dari PP sampai PR (Pimpinan Ranting) IPM. Tentunya setiap kader IPM berharap hasil – hasil Muktamar mampu membawa ikatan ini kearah tujuan yang mampu memberikan dampak yang bermanfaat bagi masalah keumatan dan kebangsaan.
Meletakkan IPM dalam pusaran berjalannya proses bernegara dan berbangsa mampu kita posisikan sebagai kelompok terpelajar yang membawa misi mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar – benarnya. Misi suci ini tentunya bernilai ibadah bagi setipa kader yang berproses secara utuh di IPM. Perbaikan secara terus menerus mengenai kondisi internal IPM dan memperkuat pisau analisa dalam melihat kondisi eksternal IPM, haruslah menjadi beberapa rekomendasi pembahasan di dalam Muktamar. Otokritik bagi IPM adalah disetiap Muktamar ke Muktamar hanya pencanangan gerakan tanpa mampu merawat sejauh mana hasil gerakan itu dan kemudian menjadi poros perubahan terhadap masalah – masalah keumatan dan kebangsaan yang terjadi dewasa ini.
Jauh saat kita melihat bagaimana IPM dideklarasikan oleh Pemuda Muhammadiyah saat Kongres Pemuda Muhammadiyah di Surakarta pada tanggal 18 Juli 1961. Hingga saat ini keyakinan saya bahwa kader IPM tak mampu menjawab faktor – faktor apa saja yang melatarbelakangi didirikannya IPM. Ini menjadi penting karena mencintai sesuatu hal, kita harus mampu mengenal sejarahnya. Secara literatur IPM kita belum menemukan dokumen tersebut, yang menggambarkan secara gamblang proses lahirnya IPM. Analisa kader IPM haruslah mampu menembus batas dimensi masa lalu dengan menggandengkan keadaan Muhammadiyah dan Bangsa pada saat itu. Pertama, Pemuda Muhammadiyah secara basis pergerakan terlalu jauh untuk turun melakukan fungsi perkaderan persyarikatan diranah pelajar dan remaja. Prinsipnya harus tercipta badan otonom serupa yang memiliki fokus pergerakan dan perkaderan dalam upaya menyebarkan syiar dakwah Muhammadiyah dikalangan pelajar Islam pada saat itu. Kedua, Dominasi ideologi komunisme sangat terasa pada dekade tahun 60-an. Kantong – kantong masa pelajar menjadi sasaran utama dalam melakukan doktrinisasi ideologi. Kekhawatiran ini yang kemudian menjadi salah satu alasan mengapa IPM kemudian menjadi badan otonom yang terlegitimasi oleh muhammadiyah dan dibawah arahan pemuda muhammadiyah. Walaupun kalau kita ketahui bersama, bahwa kosentrasi pergerakan kaum pelajar muhammadiyah sudah dimulai sejak tahun 50-an di Makassar, Jogja dan Malang.
Momentum Muktamar XX kali ini adalah upaya untuk melakukan reformasi pergerakan secara besar – besaran. Problem keumatan dan kebangsaan semakin kronis dan tak mampu lagi menunjukkan jati diri dalam konteks muslim dan bangsa. IPM secepatnya mengambil Kapling dalam berperan di arena globalisasi. Rumusan – rumusan kebijakan yang bersifat taktis dan terukur harus menjadi budaya baru di IPM. Tidak usah terlalu birokratis tetapi tak kehilangan esensi IPM sebagai organisasi yang prosedural. Cakrawala keilmuan yang sudah menjadi identitas saat ini lebih diperluas dengan diskusi dan kajian – kajian bersifat konstruktif. Tidak perlu khawatir kader IPM membaca paham kiri atau kanan, yang penting memiliki tujuan untuk menggerakkan roda organisasi. Ini adalah tujuan dimana IPM mampu mengakomodir segala bentuk pemikiran yang nantinya menambah dinamika pemikiran dan pergerakan ditubuh IPM.
Hasil Konferensi Pimpinan Wilayah (KONPIWIL) di Surabaya beberpa bulan lalu, sangat jauh dari harapan ketika kita berbicara kontestasi Muktamar. KONPIWIL yang seharusnya menjadi pintu awal dalam membahas rekomendasi – rekomendasi untuk dibawa di forum Muktamar. Malah menjadi boomerang untuk menghambat perkaderan di IPM. Salah satu hasil yang memperkeruh stabilitas perkaderan di IPM adalah munculnya keputusan bahwa Toefl menjadi salah satu syarat pencalonan formatur kali ini. Kita sepakat bahwa ujian nasional (UN) adalah generalisasi kemampuan yang dipaksakan. Tetapi IPM kemudia menggunakan Toefl sebagai generalisasi kemampuan kader untuk berproses ketingkat selanjutnya. Sangat memahami bahwa IPM saat ini konsen kepada gerakan pelajar yang condong kearah internasionalisasi. Namun implementasinya bukan pada tolak ukur kemampuan Toefl sajah, kemampuan “intelegensi darat” soal konsep propaganda dunia juga merupakan salah satu hal yang harus dikuasi oleh kader IPM.
Problematika inilah yang menjadi awal mimpi buruk IPM dimulai. Karena jika kita melihat momentum Muktamar hari ini, sosok aktivis pelajar di IPM sudah mulai hilang dan kehabisan cadangan sumber daya insaninya. Periode itu habis dimasa M.Khoirul Huda, Azaki Khoiruddin, Warseno, Muthmainnah, Eko Adriyanto,Wawan dkk. Menurut saya mereka adalah simbol terakhir IPM yang mampu mengisi nuansa pemikiran dan menggerakkan organisasi IPM. Setelah mereka tak ada lagi yang mampu dijadikan simbol organisasi kita. Mungkin ini adalah tafsir mimpi buruk belaka dan mudah – mudahan sosok itu akan muncul di arena Muktamar nanti dengan membawa misi peradaban yang mampu menyelesaikan permasalahan keumatan dan kebangsaan.
SEDIKIT PERSEMBAHAN UNTUK MUKTAMAR IPM XX
“MIMPI BURUK PERKADERAN”
KERINGNYA DIALEKTIKA PEMIKIRAN DAN MANDEKNYA PERGERAKAN
Oleh : Abdullah As Syi Abul Huda
Selamat BerMuktamar, Selamat Berproses.
Sebab Hanya Ada Dua Alasan Berhenti Ber-IPM, 1. Ketika Keadilan Tegak Di Muka Bumi Ini, 2. Ketika Detak Jantung Sudah Mulai Berhenti.
Nuun, Wal Qolami Wamaa Yashturun
Demi Pena, dan apa yang dituliskannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H