Mohon tunggu...
MOH SYIHABUDDIN
MOH SYIHABUDDIN Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemikir Muda Islam Indonesia

PEGIAT LITERASI, AKTIVIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasionalisme-Religius "Tetap Kalah" Menghadapi Nasionalisme-Sekuler

24 Oktober 2019   12:55 Diperbarui: 24 Oktober 2019   19:13 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika hasil pertempuran pada perhelatan pilpres sudah nampak, dan pemenangnya sudah bisa diprediksi barisan pasukan pasangan Jokowi-Ma'ruf sudah siap-siap untuk membagi pampasan perang. Jatah wilayah jajahan sudah siap untuk dibagikan secara merata sesuai dengan tenaga dan kekuatan yang telah dicurahkan untuk kemenangan.

Para relawan (ormas; NU-Muhammadiyah) dan pasukan reguler (Partai Pendukung) di barisan pemenang sudah merasa aman dengan posisinya, ada banyak harta dan kekayaan yang diperolehnya dari proses jalannya pertempuran yang sudah dimenangkan.

Namun tatklah proses pembagian itu sudah dilakukan dan pampasan perang sudah dipeta-petakan kejadian tak terduka terjadi tanpa bisa diprediksi oleh para barisan pasukan yang membantu memenangkan pertempuran di sisi pasangan Jokowi-Ma'ruf.

Kelompok ideologi gerakan politik Nasionalis-Sekuleris yang awalnya berseberangan dan berperang akhirnya duduk bersama dan menentukan masa depan bersama. Mereka membahas bersama-sama masa depan pasca-perang yang telah karut-marut.

Hasilnya, kaum dengan ideologi gerakan politik Nasionalis bersatu untuk menyatakan atau mendeklarasikan kemenangan, Jokowi-Parbowo menjadi pasangan ideal untuk membangun negeri. Adapun wakilnya, Ma'ruf-Sandi hanya berperan kurang penting dan kurang bisa menentukan kebijakan yang sangat berarti.

Kelompok Nasionalis-Religius pun disingkirkan dari panggung kemenangan, tidak diajak untuk membangun negeri dan menikmati kemenangan bersama-sama. Ini dibuktikan dengan tidak adanya menteri dari kalangan Nahdlatul Ulama, sebagai komponen pasukan (relawan) yang terdepan dalam perang pilpres 2019.

PKB di akhir kepemimpinan dihabisi dengan dugaan korupsi, jatah menteri dikurangi, dan posisi penting kementrian gagal diberikan padanya. PKS sama sekali disingkirkan dari barisan koalisi dan satu-satunya partai oposisi pada pemerintahan baru.

Bagaimana pun juga, perhelatan politik di Indonesia belum bisa memihak pada gerakan politik Muslim kendati secara kuantitatif merupakan kelompok mayoritas. Baik golongan Islam-moderat maupun golongan Islam-radikal, tidak akan mendapatkan kekuasaan utama dalam memimpin negeri ini. Kemangan tetap ada pada kaum Nasionalis-Sekuleris, dan kekalahan tetap ada pada kaum Nasionalis-Religius.

Mungkinkah ini bagian dari sekenario kelompok Nasionalis-Sekuler untuk memecah belah kekuatan Nasionalis-Religius? Penulis tidak tahu. Silahkan pembaca melihat sendiri fakta yang terjadi dan bagaimana negeri ini di masa depan dijalankan.

Wallahu'alam bi showaf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun