Beberapa bentuk persekusi mungkin telah sering kita dengar, misalnya persekusi agama, rasisme, dan persekusi politik oleh satu kelompok pada kelompok lain. Pernahkah anda mengalami persekusi, mungkin saudara, teman dekat? Pernahkah anda membayangkan ketika anda yang menjadi korban persekusi ini?Â
Anda pasti tidak menyukainya, namun secara alam bawah sadar, anda mungkin menyetujui bentuk persekusi ketika yang dipersekusi adalah pihak kelompok yang anda tidak sukai. Tetapi sebaiknya tetap berpegang pada nilai-nilai kebenaran yang andayakini ketika berpendapat dan bersikap terhadap konsep persekusi ini.Â
Persekusi Penyihir (Analisis Budaya Darwinian-Persekusi oleh sebuah Kelompok)
Steije Hofhuis  dari Universitas Utrecht Belanda dan Universitas Ghent, Belgia, pada tahun 2018 lalu menulis tentang persekusi Penyihir. Para sejarawan dengan meyakinkan berpendapat bahwa perburuan penyihir tidak diinspirasi oleh beberapa agenda tersembunyi; penganiaya benar-benar percaya pada ancaman sihir bagi komunitas mereka.Â
Penelitian mereka mengusulkan bahwa 'desain' yang ditunjukkan oleh konsep sihir dihasilkan dari proses evolusi Darwin, dimana varian budaya yang secara tidak sengaja meningkatkan reproduksi perburuan penyihir dipilih dan diakumulasikan. Penelitian mereka berpendapat bahwa penganiayaan penyihir merupakan contoh utama dari fenomena sosial-budaya 'viral' yang mereproduksi secara 'egois', bahkan merugikan kepentingan manusia.Â
Persekusi Pengungsi (Mekanisme Kambing Hitam-Persekusi oleh Negara)
Burcu Savun dan Christian Gineste dari Universitas Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat pada tahun 2018, juga menulis tentang persekusi terhadap pengungsi. Dalam tulisannya, mereka menjelaskan ada penggambaran pengungsi sebagai 'penyebar kekerasan'. Penggambaran ini semakin umum dalam debat publik dan lingkaran kebijakan.Â
Terdapat penekanan ilmiah yang sesuai pada peran pengungsi dalam penyebaran kekerasan politik. Hal ini disayangkan karena pengungsi sering menjadi sasaran kekerasan di tuan rumah mereka. negara bagian. Dalam artikel ini, para penulis  berupaya untuk mengarahkan literatur dengan berfokus pada kekerasan terhadap pengungsi dan menjelaskan debat kebijakan yang lebih luas tentang migrasi paksa.Â
Penelitian mereka menunjukkan bahwa serangan teroris di negara tuan rumah menyebabkan peningkatan prevalensi kekerasan terhadap pengungsi oleh agen negara. Para pemimpin sering menanggapi ancaman keamanan dengan represi dan kelompok pengungsi dapat menjadi sasaran strategis yang menarik.Â
Pengungsi tidak memiliki kekuatan elektoral dan sikap warga terhadap pengungsi pada saat terjadi krisis keamanan cenderung negatif, menciptakan lingkungan yang permisif bagi para pemimpin untuk menindas pengungsi. Penelitian mereka menduga bahwa penindasan terhadap pengungsi mungkin bukan strategi yang memaksimalkan keamanan selama para pemimpin menganggapnya menguntungkan secara politis, setidaknya dalam jangka pendek.Â
Penelitian mereka memberikan bukti sugestif untuk mengkambinghitamkan pengungsi sebagai mekanisme masuk akal yang menjelaskan hubungan positif yang kuat antara serangan teroris dan pelanggaran selanjutnya terhadap hak integritas fisik pengungsi.
Demikian, saya tidak menyimpulkan, hanya sekedar menambah khasanah pengetahuan tentang persekusi. Silahkan merenungkan cara-cara mengurangi persekusi ini.
 -RE-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H