Mohon tunggu...
Sandra Sopian
Sandra Sopian Mohon Tunggu... -

Orang Bandung, Indonesia. :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hilangnya Adab

2 Oktober 2015   20:12 Diperbarui: 2 Oktober 2015   20:12 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ilmu, tidak hanya sekedar tentang bagaimana kita menjadi tahu setelah sebelumnya tidak tahu. Dan ilmu juga tidak sekedar tentang kita bisa menjadi orang yang berilmu. Tapi lebih daripada itu, bagaimana cara untuk mendapatkan ilmu tersebut mempunyai urgensi yang penting. “Cara” inilah yang sering disebut dengan adab, yaitu adab dalam menuntut ilmu.

Banyak sekali riwayat yang menjelaskan tentang pentingnya adab. Terutama tentang interaksi antara murid (isim fa’il atau subjek dari kata “Aroda” ; seseorang yang mengharapkan (ilmu)). Sementara definisi dari Adab itu sendiri mempunyai makna sebagai suatu pengajaran yang dengannya manusia mampu untuk menempatkan diri di dalam kehidupannya terhadap apa dan siapa.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Baihaqi, Rasulullah pernah berkata "Addabani Rabbi faahsana Ta'dibi, Allah telah memberikan pengajaran adab kepadaku, maka Allah membaguskan adabku dengan sebagus-bagusnya“.

al-Imam Hasan al-Bashri pernah mengatakan ; “Dalam kehidupannya guru-guru kami senantiasa melakukan perjalanan menuntut ilmu semata-mata untuk membaguskan akhlaknya”. Karena masih lebih penting untuk mendapatkan adab daripada ilmunya itu sendiri. Dengan adab itulah, ilmunya akan berkah meski sedikit. Toh apa gunanya mempunyai ilmu yang banyak kalau ilmu tersebut tidak berkah?

Sementara al-Imam syafii terkenal dengan ungkapannya, "Laisal Adab Kadhubab“, yang artinya, seseorang tanpa adab itu seperti lalat”. Coba lihat lalat, ia terbang kesana kemari dan hinggap dimana pun untuk menebarkan penyakit. Tidak seperti terbangnya kupu-kupu, yang kesana-kemari hinggap diatas bunga untuk menebarkan nektarnya.

Lalu ada Abdullah ibnul Mubarak, seorang yang alim, fakih, mujahid dan zahid. pernah berkata, "Belajarlah adab sebelum belajar ilmu, karena demi Allah adab itu penting, dan demi Allah bila engkau tidak sempat untuk mempelajari ilmukarena belajar adab maka itu saja sudah lebih dari cukup untukmu nanti menghadap Allah swt".

Para ulama telah banyak membahas makna adab dalam pandangan Islam. Misalnya, Anas r.a.meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : ”Akrimuu auladakum, wa-ahsinuu adabahum.” Artinya, muliakanlah anak-anakmu danperbaikilah adab mereka. (HR Ibn Majah). Bahkan sejumlah ulama merasa perlu untuk menulis kitab terkait dengan adab, seperti al-Mawardi, menulis Adab ad-Dunya wa ad-Din, Muhammad bin Sahnun at-Tanwukhi menulis Adab al-Mu’allimin wa al-Muta’allimin, juga al-Khatib al-Baghdadi menulis al-Jami’ li-Akhlaq al-Rawi wa Adab as-Sami’.

Di Indonesia, K.H. M. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, menulis sebuah buku berjudul Adabul ‘Aalimwal-Muta’allim (edisi Indonesia: Etika Pendidikan Islam). Terjemahan harfiahnya: Adab Guru dan Murid. Buku ini membahas secara panjang lebar tentang masalah adab. Kyai Hasyim Asy’ari membuka kitabnya denganmengutip hadits Rasulullah saw: “Haqqul waladi ‘alaa waalidihi an-yuhsina ismahu, wayuhsina murdhi’ahu, wayuhsina adabahu.” (Hak seorang anak atas orang tuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik). Kalo dalam Bahasa saya, hak anak tersebut perlu ditambah satu lagi, yaitu mendapatkan ibu yang terbaik. (*Uhuy, Hehe).

Dikutip juga dari perkataan sejumlah ulama. Hasan al-Bashry misalnya, yang menyatakan: “In kaana al-rajulu la-yakhruja fii adabi nafsihi al-siniina tsumma siniina.” (Hendaknya seseorang senantiasa mendidik dirinya dari tahun ke tahun). Habib bin as-Syahid suatu ketika menasehati putranya: “Ishhabil fuqahaa-a wata’allam minhum adabahum, fainna dzaalikaa habbu ilayya min katsiirinminal hadiitsi.” (Bergaullah engkau dengan para fuqaha serta pelajarilah adab mereka. Sesungguhnya yang demikian itu akan lebih aku cintai daripada banyak hadits.” Ruwaim juga pernah menasehati putranya: “Yaa bunayya ij’al ‘ilma kamilhan wa adaba kadaqiiqan.” (Wahai putraku, jadikanlah ilmumu seperti garam dan adabmu sebagai tepung). Ibn al-Mubarak menyatakan: “Nahnu ilaa qaliilin minal adabi ahwajaminnaa ilaa katsiirin mina ’ilmi.” (Mempunyai adab meskipun sedikit lebih kami butuhkan daripada banyak ilmu pengetahuan).

Suatu ketika Imam Syafii pernah ditanya oleh seseorang: ”Bagaimanakah usaha-usaha dalam mencari adab itu?” Beliaumenjawab, ”Aku akan senantiasa mencarinya laksana usaha seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang.”

Karena dengan adab, seorang murid telah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Tentang bagaimana ia harus bersikap di hadapan guru dan bagaimana memperlakukannya. Sampai demi untuk memperlihatkan adab yang baik, tradisi di pesantren dari dulu hingga saat ini masih lekat dengan istilah “mengkhidmah” kepada guru. Karena yang dicari tidak sekedar ilmu, melainkan keberkahan dari ilmunya itu. Banyak cerita yang saya dengar dari para guru yang menyebutkan bahwa seorang murid yang baik adabnya, biasanya lebih sukses dan berhasil hidupnya ketimbang murid yang belajar cuman sekedar ingin mendapatkan ilmu.

Pada akhirnya ternyata Adab itu lebih pentingdariilmu. Tetapi yang membuat saya miris, kemanakah adab itu? Sudah hilangkah dari para penutut ilmu sekarang? Mau bagaimanapun Adab adalah mutiara terbaik yang menghiasi kepribadian seorang murid, seseorang yang mengharapkan (keberkahan) ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun