Mohon tunggu...
C Jati
C Jati Mohon Tunggu... -

rileks

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dilarang Memilih Pemimpin Kafir?

21 November 2014   20:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:12 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya muslim, dan katanya dilarang memilih pemimpin non-muslim. Di sisi lain dikatakan pula bahwa agama itu harus logis. Maka mari kita kaji contoh kasus berikut secara logis:


  1. Misalkan saya tinggal di negeri non-muslim, Amrik misalnya. Di sana kebetulan tidak ada pilihan pemimpin muslim. Pilihannya ada dua, A dan B. Saya tahu si A jauh lebih baik daripada si B. Misalnya karena si A ini sangat melindungi hak-hak beragama minoritas, dan Islam adalah minoritas di sana. Sedangkan si B justru sebaliknya. Lalu apa yang harus saya lakukan? Jelas secara logis saya harus memilih si A. Golput jelas akan merugikan saya, selain juga haram kata MUI. Kesimpulan: Boleh memilih pemimpin non-muslim pada situasi khusus.
  2. Kasus berikutnya adalah jika saya dihadapkan pada dua pilihan imajiner yang sangat ekstrim. Yang satu pemimpin muslim tapi buruk perilakunya. Koruptor kelas kakap, suka berzinah, tukang mabuk-mabukan, pokoknya sama sekali bukan tipe pemimpin ideal. Satunya lagi pemimpin non-muslim tapi justru perilakunya sangat islami dan menjunjung tinggi hak-hak muslim. Maka jelas saya akan memilih pemimpin non-muslim tersebut dibandingkan dengan yang muslim. Kesimpulan: Boleh memilih pemimpin non-muslim dibandingkan dengan yang muslim pada situasi khusus.


Mungkin situasi khusus di atas terlalu ektrim dan tak ada dikenyataannya tapi itu cukup sebagai landasan berpijak bahwa boleh memilih pemimpin non-muslim. Jika dibuat tabel muslim-nonmuslin vs baik-buruk maka diperoleh kombinasi:


  1. Muslim buruk vs non-muslim buruk: Pilihannya adalah yang muslim. Biarpun sebenarnya malas memilih kalau dua-duanya buruk.
  2. Muslim baik vs non-muslim baik: Jelas pilih muslim.
  3. Muslim baik vs non-muslim buruk: Ya muslim lah.
  4. Muslim buruk vs non-muslim baik: Di sini baru muncul kemungkinan memlilih yang non-muslim.


Terlihat bahwa pada dasarnya kemungkinan seorang muslim memilih pemimpin non-muslim itu jauh lebih kecil.

Kesimpulan: Biarpun kemungkinan diperbolehkannya memilih pemimpin non-muslim itu kecil, tapi secara logis, dalam situasi tertentu, tidak apa-apa memilih pemimpin non-muslim.

---------------------------------------

Tinjauan secara agama:

Berhubung saya bukan pakar agama, terpaksa saya tanya ke kiai gugel. Hasilnya sbb:


  1. Ali 'Imraan-28:  "Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara  diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)." Asbanun Nuzulnya:  Ayat ini diturunkan kepada sekelompok orang Islam pada waktu itu untuk waspada ketika berelasi dengan orang yahudi atau kafir, ini dikarenakan orang kafir pada waktu itu sangat memusuhi islam. Sehingga dikhawatirkan bergaul dengan mereka akanmenjadikan orang-orang muslim murtad. Nah jika kondisinya sudah berbeda maka penerapan ayat ini seharusnya juga disesuaikan. Karena menafsirkan ayat A Quran tidak boleh terlepas dari asbabun nuzul dan ayat-ayat lain yang berkaitan seperti berikut ini:
  2. Al-Mumtahanah-9:  "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
  3. Al-Maidah Ayat-8: "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
  4. Dan masih banyak ayat lain yang menyuruh berbuat adil. Adil adalah termasuk dalam hal menyerahkan suatu urusan kepada ahlinya. “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang bukan ahlinya maka kehancuranlah yang akan datang.” (HR. Imam Muslim no. 59). Oleh karena itu Umar bin Khaththab menyerahkan kepemimpinan perkantoran kepada orang-orang Romawi (yang bukan Muslim ketika itu). Kebijakan serupa diambil oleh kedua khalifah sesudahnya (Utsman dan Ali ra). Demikian juga yang diterapkan oleh Dinasti  “Abbasiyah dan penguasa-penguasa Muslim sesudah mereka. Yakni menyerahkan kepemimpinan tugas negara kepada orang Yahudi, Nasrani, dan Budha. Kerajaan Utsmaniyah pun demikian, bahkan duta-duta dan perwakilan-perwakilannya di luar negeri kebanyakan dipegang oleh orang Nasrani.”


Kesimpulan: Silahkan disimpulkan saja sendiri. Biar tidak repot urusannya.

---------------------------------------

Kafir? Apa itu Kafir?

Menurut Mbah Gugel, Kafir dalam syariat Islam adalah diartikan sebagai "orang yang tidak percaya" atau "orang yang sangsi". Istilah ini mengacu kepada orang yang menolak Allah, atau orang yang bersembunyi, menolak atau menutup dari kebenaran akan agama Islam. (Wiki.) Maka ahli kitabpun tidak dikategorikan sebagai kafir. Akan tetapi kafir bisa diartikan secara lebih luas. Kafir berarti pengingkaran. Dengan demikian bahkan orang mukmin yang melanggar larangan agama maka bisa dikatakan ia adalah kafir atau orang yang ingkar. Pemimpin muslim yang melakukan korupsi, pada hakikatnya adalah kafir karena melakukan perbuatan yang berlawanan dengan ajaran Islam. Orang seperti ini dilarang dijadikan pemimpin karena dikhawatirkan akan mengajak kita melanggar larangan agama.

---------------------------------------

Kesimpulan:

Seperti juga keyakinan banyak orang bahwa:

"Bukan ayatnya yang salah, tapi yang menafsirkan sak enake udele dewe itu yang nggak bener."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun