Laila, perempuan penggila senja itu tak pernah sekalipun melewatkan menikmati fenomena matahari tenggelam kesukaannya. pendarnya yang jingga, matari yang perlahan turun ke peraduan, sepoi semilir hembusan angin, suasana yang menentramkan, dan Laila adalah senja. Titik.
hingga tiba suatu senja. saat itu, langit sedang dirundung mendung. matari tak menampakkan diri. awan dengan segala kekuatan menyembunyikannya. jingga tetiba berubah kelam.
“kenapa, Rul?!” Laila memekik ke arah Asrul.
“mau bagaimana lagi?, aku sudah terlalu letih untuk terus kucing-kucingan seperti ini”.
“beri aku waktu lagi, segera akan aku jelaskan”.
“sudah cukup, Laila. aku telah berkorban segalanya untuk kamu. termasuk meninggalkan kekasihku. dan kau, masih saja mengulur waktu. cukup.”
“Laila, kita akhiri saja semuanya”.
tangis Laila akhirnya mengiringi kepergian Asrul senja itu. menyisakan bekas sayatan yang dalam pada hatinya. sejak awal mereka telah menduga akan berakhir seperti ini.
*
“Lailaaaaa.” dari kejauhan seorang lelaki meneriakkan namanya.
setelah menyeka airmatanya yang tersisa, dengan suara yang lirih Laila menjawab. “ Iyaaaa.. sayang, tunggu sebentar”.