Sebidang tanah sempit di sebelah rumah telah memberikan banyak pelajaran bagi penulis. Satuan ekositem tanaman di atas tanah ini menjadi objek pengamatan dan penelitian sederhana untuk melihat dinamika hidup dan kehidupan dari segenap makhluk ciptaan-Nya. Selain mendapatkan suatu ajaran tatanan nilai dan hidup kehidupan di dalamnya, penulis juga memperoleh banyaknya nikmat dan manfaat dari adanya kebun yang berukuran kurang lebih 8 meter persegi tersebut.
Pada awalnya, tanah di samping rumah ini kosong dan tidak ada satupun tanaman yang menghasilkan kecuali rumput liar. Ide untuk mengolah tanah tersebut terdorong untuk memanfaatkan “lahan tidur” tersebut agar bernilai guna. Tanah tandus ini kemudian penulis cangkuli secara sederhana dengan membolak-balik tanah sehingga menjadi gembur. Tanah yang sudah terolah kemudian diberikan pupuk kandang di atasnya sehingga menjadi tanah yang subur dan siap untuk ditanami. Air hujan selalu mengguyur kebun tersebut sehingga menambah gemburnya tanah di dalam kebun percobaan tersebut.
Rekayasa membuat kebun selanjutnya adalah memberikan benih tanaman di atas tanah tersebut. Beberapa butir benih yang berukuran mikron ini penulis taburkan pada lubang di atas tanah tersebut. Benih yang disemai meliputi benih sawi, kacang panjang, cabai, tomat, jagung dan ubi jalar. Benih-benih yang ditebar ini tidak semuanya tumbuh karena ada beberapa yang mati tidak tahan dengan kondisi yang ada. Sementara benih yang bagus dapat tumbuh dengan baik di tanah yang subur tersebut. Hari demi hari, benih yang kecil dan tertimbun tanah ini kemudian bermunculan melawan himpitan dan timbunan tanah mengeluarkan tunasnya. Tumbuh kembang tanaman-tanaman ini dapat disaksikan secara kasat mata maupun secara konkrit dari perubahan benih menjadi tanaman dari hari demi hari.
Hal yang menarik dari dinamika pertumbuhan tanaman di kebun adalah munculnya rumput liar dan beberapa tanaman yang tidak pernah penulis menebar benihnya. Rumput tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya benih yang ditabur. Tanaman bayam juga tumbuh di kebun ini tanpa adanya campur tangan penulis. Hal ini menjadi objek pengamatan tersendiri karena ternyata ada tumbuhan lain yang tumbuh tanpa rekayasa awal dari penanamannya. Rumput dan bayam secara alamiah tumbuh bersama dengan tanaman lainnya. Tentu saja, keberadaan tanaman tersebut atas kehendak Sang Pencipta, karena tanaman hanyalah makhluk yang diciptakan oleh-Nya.
Kurang lebih satu bulan pasca menabur benih, penulis menjadi saksi akan kesehatan bertumbuhnya tanaman-tanaman tersebut. Hijau daun dan merambatnya tanaman menunjukkan bahwa mereka sedang hidup menjalani fitrahnya sebagai tanaman. Tanaman sawi telah melebarkan daun hijaunya sehingga terlihat rindang dan menggoda selera sebagai lalapan. Tanaman kacang merambat gemulai ditopang oleh sandaran kayu. Tanaman cabai dan tomat berdiri tegar menopang rimbunnya daun-daun yang bermunculan. Rumput yang bergoyang sekalipun tidak mau kalah memperpanjang daunnya untuk menunjukkan bahwa dirinya sedang bernafas dan berjuang menjalani hidupnya di sela-sela tanaman lainnya.
Dinamika pertumbuhan tanaman di kebun tersebut tidak terlepas dari ancaman hama atau binatang yang akan merusaknya. Lebarnya daun dan tegapnya ranting pohon mengundang beberapa hewan yang kemudian memakannya. Salah satunya adalah ulat yang tiba-tiba saja ada di dahan pohon sawi dan memakan daunnya, padahal penulis tidak pernah mengetahui dari mana asal binatang tersebut. Tidak hanya itu, beberapa dahan cabai terlihat patah dan ternyata perusaknya adalah bekicot yang melakukan serangan fajar sehingga tidak diketahui pada siang harinya. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tersebut harus berjuang melawan mangsanya dari binatang maupun hama penyakit. Dari sini terlihat bahwa di dalam kebun tersebut ada sebuah ekosistem rantai makanan yang saling menguntungkan maupun merugikan.
Setelah satu bulan lebih, akhirnya penulis mendapatkan berkat dari menabur benih tanaman tersebut. Benih sawi yang tadinya hanya seukuran tidak lebih 1 mm tetapi setelah satu bulan berikutnya telah berubah menjadi pohon sawi yang berukuran besar (ribuan kali lipat dari benih aslinya). Benih yang pada saat ditabur ini tidak bisa dimakan tetapi setelah hidup berjuang melawan ruang dan waktu, akhirnya bisa dimakan dan dinikmati oleh penulis. Penulis memetik sawi tersebut dan memasaknya kemudian merubahnya menjadi energi gerak di dalam tubuh penulis. Benih sawi tersebut telah menunjukkan bahwa dirinya rela berjuang hidup tumbuh dan membesar walaupun akhirnya harus mati dipetik oleh penanamnya.
Sementara itu, tanaman lainnya tetap hidup tumbuh berkembang. Tanaman cabai, tomat, kacang panjang dan lainnya belum bisa memberikan manfaat karena belum berbuah. Mereka masih terus berjuang untuk menunjukkan kesetiaannya kepada sang penanamannya sampai berhasil menunjukkan buahnya. Hari demi hari tanaman ini membutuhkan nutrisi pupuk dan aliran air sehingga dapat melanjutkan kehidupan dirinya. Oleh sebab itu, tukang kebun juga harus setia merawat dan mengelola kebun serta yakin bahwa dalam beberapa hitungan hari ke depan tanaman-tanaman tersebut akan semakin tumbuh tinggi dan berbuah pada masanya. Keyakinan inilah yang mendorong tukang kebun untuk tetap sabar dan tulus merawat tanaman karena dirinya memprediksi tidak akan lama lagi akan mendapatkan hasil dari apa yang dikerjakannya itu.
Dari fenomena ini, dapat diamati bahwa sebuah kebun itu tidak tercipta dengan sendirinya. Kebun ini direkayasa dan didesign oleh tukang kebun. Kebun adalah kumpulan tanaman yang teratur sementara semak belukar kumpulan tumbuhan liar tidak beraturan. Perbedaan utama kebun dengan semak belukar adalah keteraturan, keseimbangan, keselarasan, dan kebermanfaatan tanamannya. Kebun akan menghasilkan buah atau sayuran yang bermanfaat sementara semak belukar tidak mempunyai manfaat kecuali untuk dijadikan kayu bakar. Kebun akan selalu memunculkan kebermanfaatan daripada kemaslahatan yang biasanya dihasilkan dari semak belukar. Namun demikian, kebun yang tidak dirawat akan berpotensi menjadi semak belukar. Penulis juga sangat yakin jika kebun yang ada di samping rumah ini dibiarkan, maka beberapa bulan ke depan akan tercipta kumpulan tumbuhan liar yang akan mengancam keberadaan tanaman-tanaman yang telah tumbuh sebelumnya.
Dengan adanya dinamika hidup dan kehidupan di kebun tersebut, maka seorang tukang kebun yang baik akan mampu mengambil pelajaran darinya. Fenomena alam selalu berhubungan dengan fenomena sosial. Situasi dan kondisi “kumpulan tanaman di kebun” juga sangat relevan dengan situas dan kondisi “kumpulan manusia pada suatu tempat tertentu”. Kehidupan di kebun atau semak belukar ini bisa disandingkan dengan kehidupan komunitas manusia yang teratur maupun tidak teratur.
Filosofi tanaman di dalam kebun ini bisa dijadikan alat bantu untuk melihat perilaku kehidupan manusia. Kehidupan tanaman di kebun dapat dijadikan pelajaran untuk melihat dinamika hidup dan kehidupan manusia dalam skala individu, keluarga, maupun negara. Kebun adalah kumpulan tanaman. Komunitas organisasi atau negara adalah kumpulan manusia. Kebun dan komunitas adalah sebuah tempat dan skala lintasan hidup kehidupan bagi tanaman maupun manusia. Dengan kata lain, ketika seorang tukang kebun mampu mengelola dengan baik tanaman-tanamannya di dalamnya, maka dirinya akan mendapatkan kebermanfaatan berkat darinya. Begitu juga dengan seorang “tukang kebun” bagi kehidupan umat manusia, jika dirinya mampu mengelola kumpulan “tanaman/manusia” ini, maka dirinya akan mendapatkan berkat dan manfaat bagi semesta alam.
Tulisan ini adalah awal pengamatan sederhana terkait dinamika hidup dan kehidupan tanaman yang ada di sebuah kebun kecil samping rumah. Peristiwa-peristiwa penting dari pengolahan tanah, pemberian nutrisi, pengairan, pembenihan, pembibitan, penanaman, perawatan, tumbuh kembang, pemeliharaan dari hama dan penyakit, dan panen merupakan sebuah pembelajaran nilai yang berhubungan dengan arti hidup dan kehidupan dalam sebuah komunitas “kebun” manusia. Kumpulan atau komunitas manusia juga mengalami fase-fase kehidupan yang sama persis dengan perilaku hidup kumpulan tanaman tersebut. Hebatnya tanaman tersebut adalah dia mati setelah memberikan manfaat kepada penanamnya. Seyogyanya, manusia pun jangan mati sebelum memberikan manfaat kepada pencipta dirinya, yaitu Allah Tuan Semesta Alam yang menjadi pengatur, penguasa dan pusat pengabdian bagi seluruh makhluknya.
Demikianlah tulisan awal ini, semoga bisa disambung lagi dengan peristiwa dan fenomena di dalam kebun pada edisi selanjutnya. Masih banyak ilmu tersirat secara esensial yang perlu diurai dibalik eksistensi tanaman di dalam kebun tersebut. Semoga masih bisa diberikan kesehatan dan kelapangan berfikir sehingga bisa beajar dan berbagi bersama melihat kebesaran-Nya dalam mengendalikan hidup dan kehidupan seluruh makhluknya di jagad semesta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H