Sebelumnya kita sudah sedikit membahas tentang potensi energi terbarukan yang ada di Indonesia. Secara harfiah Energi merupakan kebutuhan dasar manusia, yang terus meningkat sejalan dengan tingkat kehidupannya. Sama halnya dengan teori Kebutuhan Dasar manusia menurut Abraham Maslow berikut ini:
Menurut Abraham Maslow Kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia. Yang termasuk dari kebutuhan fisiologis diantaranya adalah sandang, pangan, papan, energy, pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, kepada kebutuhan seksual. ehem..
Bahan bakar minyak atau energi fosil merupakan salah satu sumber energi yang bersifat tak terbarukan (non-renewable energy sources) yang selama ini menjadi penopang pemenuhan kebutuhan energi di seluruh sektor aktivitas manusia.Â
Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya energi yang begitu melimpah, mulai dari tenaga air (Hydropower), panas bumi (Geothermal), gas bumi, batubara, gambut, biomassa, biogas, angin, energi laut, matahari dan sebagainya.Ke semua energi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif, dan kemudian dapat menggantikan ketergantungan terhadap bahan bakar minyak yang semakin terbatas baik dari jumlah dan cadangannya.
Saat ini bahan bakar minyak memegang posisi yang sangat dominan dalam pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, terutama pada sektor transportasi (sumber). Harus disadari saat ini Indonesia telah mengimpor minyak mentah maupun bahan bakar minyak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Krisis energi yang melanda dunia berdampak melebar, dimana tingginya harga minyak mentah dunia berpengaruh langsung terhadap kegiatan perekonomian.
Kekayaan sumber daya energi, khususnya sumber energi baru dan terbarukan yang kita miliki saat ini perlu sedini mungkin dipikirkan metode pemanfaatan sebagai energi alternatif. Ini semua semata demi menggantikan dan mengurangi peran bahan bakar minyak dalam menyumbang konsumsi terbesar energi nasional saat ini.
Sebenarnya eksplorasi sumber daya panas bumi ini telah dimulai pada tahun 1993 di Indonesia, namun sayangnya harus berhenti pada tahun 1998 karena krisis keuangan yang melanda Asia dan negara kita. Sehingga pada saat krisis keuangan tersebut akhirnya para developer menjual semua asset pembangkit listrik tenaga panas bumi ini kepada PT. PLN Persero.
Tahap pertama, Unit I yaitu proyek Silangkitang (SIL) telah dijadwalkan eksplorasi pada tahun 2016 yang lalu dengan target pencapaian kapasitas sebesar 110 MW, lalu direncanakan akan bangun Unit II dan Unit III yang diberi nama Proyek Namora -- I -- Langit (NIL) berkapasitas 2x110 MW berikutnya dapat dicapai 18 bulan kemudian. Jadi, total kapasitas PLTP Sarulla ini sebesar 3x110 MW, yang akan menjadi salah satu PLTPB terbesar di dunia nantinya.
Menurut Menteri ESDM, Pak Ignasius Jonan mengatakan bahwa PLTPB Sarulla ini sangat dibutuhkan untuk mengurangi defisit listrik di Provinsi Sumatera Utara. "Kita harapkan dengan beroperasinya PLTPB Sarulla ini dapat membantu daerah ini yang masih mengalami defisit listrik" Ujarnya.
Komitmen untuk membangun PLTPB ini ditempuh untuk melaksanakan komitmen Pemerintah dalam mencapai target bauran energi berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025. Maka dengan adanya PLTPB Sarulla sebagai salah satu PLTP terbesar di dunia ini telah mendorong adanya eksplorasi panas bumi yang telah menyesuaikan potensi energi di wilayah Sumatera Utara.
Saat ini PLTP Sarulla menjadi proyek pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) yang paling efisien di Indonesia dengan pemilihan teknologi yang tepat. Pak Jonan mengatakan bahwa "PLTP Sarulla ini menggunakan system combine cycle. Jadi menggunakan binary technology sehingga sisa buangan uapnya itu diolah lagi untuk menjadi tambahan kapasitas listrik. Kalo di teknologi lama, itu belum ada".
Sebaiknya kita patut berbangga sekaligus juga was-was dengan adanya PLTPB Sarulla ini. Selain memiliki dampak positif yang begitu banyak, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi juga ternyata memiliki beberapa resiko ketika di eksplorasi.
Dilansir dari laman ini, Energi Panas Bumi memiliki 7 dampak negatif yaitu:
1. Biaya Awal yang Dibutuhkan Sangat Tinggi
Biaya pengeboran sumur ke waduk atau lokasi panas bumi biayanya sangatlah mahal. Selain itu juga kita masih harus mengeluarkan biaya untuk heating dan sistem pendingin, sehingga untuk bisa balik modal negara harus menanggung beban biaya yang besar pula dan memakan waktu yang lama agar pemerintah mendapatkan Return on Invesment (ROI), belum lagi biaya maintenancenya yang juga mahal.
2. Dapat Mengeluarkan Gas Berbahaya
Di bawah permukaan bumi, ada banyak sekali gas rumah kaca (greenhouse gasses). Dengan memanfaatkan panas bumi ini, nantinya ditakutkan dapat memicu terjadinya migrasi gas-gas rumah kaca ke permukaan bumi dan akhirnya mencemari udara sekitar kita. Emisi jenis ini sangat berbahaya karena PLTP akan terkait dengan emisi silika dan sulfur dioksida. Selain itu, pada penampung (reservoir) panas bumi juga mungkin akan mengandung logam berat beracun seperti arsenic, boron dan merkuri.
3. Pompa Panas Bumi Harus Dapat Beroperasi Dengan Bantuan Listrik
Meskipun energi panas bumi adalah energi alternatif yang murah untuk digunakan pada pemanas dan pendingin rumah, pompa panas bumi membutuhkan listrik agar dapat beroperasi. Jika kita memasang pompa panas bumi secara tidak efisien, mungkin kita sebagai customer akan mendapatkan tagihan listrik yang mahal juga nantinya.
4. Daerah Sektiar Eksplorasi Panas Bumi Dimungkinkan Mengalami Kekeringan
Panas bumi yang berasal dari reservoir bumi dapat keluar ke permukaan bumi dan meyebabkan kekeringan. Masa-masa kekeringan dapat berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya, itulah mengapa kita harus memanfaatkan energi panas dengan hati-hati dan tidak menyalahgunakan atau menggunakannya secara berlebihan.
5. Dapat Menyebabkan Permukaan Bumi Menjadi Tidak Stabil (Pemicu Gempa Bumi)
Konstruksi dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas ini memiliki potensi menjadi pemicu permukaan bumi menjadi tidak stabil dan gempa bumi. Karena konstruksi PLTPB kovensional melibatkan pengeboran batu yang mengandung air dan uap yang terperangkap didalam pori-pori bumi dan pematahan secara alami. Patahan yang diakibatkan oleh pengeboran ini mengakibatkan uap keluar dari hasil pengeboran. Sebetulnya proses pengeboran ini tidak akan memicu gempa, tetapi pecahnya uap dan kembalinya air yang digunakan untuk pengeboran ke dalam reservoir air panas bumi, hal tersebut dapat menyebabkan gempa bumi. Maka siklus seperti ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan sepanjang garis patahan akibat gempa bumi tersebut.
6. Membutuhkan Temperatur Suhu Yang Sangat Tinggi
Usaha PLTP bukanlah sesuatu yang mudah dikerjakan, pengeboran pada batu-batu merupakan aktivitas yang berbahaya. Suhu yang dibutuhkan untuk setiap proses pengumpulan energi panas bumi paling tidak sebesar 350 derajat Fahrenheit. Temperatur dibawah itu, maka tidak akan menghasilkan panas bumi.
7. Dampak Pada Distribusi Biaya Yang Ikutan Mahal
Dalam beberapa kondisi, lokasi PLTP terletak jauh dari populasi manusia. Oleh karena itu, hal ini membutuhkan sistem jaringan distribusi yang sangat luas dan menyeluruh. Hal tersebut akan menambah biaya operasional hanya sekedar untuk menyiapkan instalasi sistem eksplorasi panas bumi.
Meskipun ada beberapa kerugian yang diakibatkan oleh panas bumi, sebenarnya manfaat dari energi ini juga sangat banyak loh. Contohnya, banyak sekali rumah-rumah di negara maju sana memanfaatkan energi panas bumi untuk instalasi sistem pendingin dan pemanas ruangan. Tentunya dengan pemakaian energi yang efisien, biayanya juga akan menjadi lebih murah.
Jadi sekarang tinggal bagaimana kita sebagai masyarakat yang nantinya akan merasakan dampak dari energi panas bumi ini apakah dapat memanfaatkan energi ini dengan sebaik-baiknya dan digunakan dengan tepat guna atau tidak. Jika perlu, kita juga sebaiknya kritis dalam mengkaji dokumen AMDAL para developer yang mengelola proyek ini agar warga yang tinggal disekitar wilayah eksplorasi tidak terkena dampak negatif dari panas bumi di masa yang akan datang.
Lalu, menurut pendapat kalian apakah Mega Proyek PLTPB Sarulla ini akan berdampak negatif atau justru banyak memberikan banyak dampak positif bagi Indonesia?
#15HariCeritaEnergi supported by Kementerian ESDM Republik Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H