Pandanganku tertuju pada sudut dunia, pada Indah Pelangi setelah hujan sepulang bersua, kutemukan sukar dan senang yang memilah nasib manusia, tatapanku Terkesima pada jasad hidup tanpa arah.
Yang disebut Gila yang duduk dan berjalan hanya pertemuan Lamunan, kekosongan dan tawa, yang tidur pulas tanpa hasrat duniawi berlebih Yang Kutahu ialah gila sesungguhnya.
Kendati Masa tak mengurung masalah dalam fana, pada hakikatnya hidup dunia yang istiqomah pada Fatamorgana, masihku bergulat seputar fikih perihal Gila.
Entah kegilaan Hakiki ialah gerilya Jiwa, pada kepuasan kuasa sementara? ataukah fasilitas kesadaran yang ditarik sang Maharaja?,
Ataukah gila ialah sukmanya dicuri dan dilepas pisahkan dari raga? ataukah gila ialah mereka pemikul tahta dan pangkat yang rajin mengejar puja? atau mereka para wakil Tuhan, yang Tuhan kan diri atasan dengan dusta? tak sekali kutemui tetua berdahi kehitaman namun akhlak tak dijaga.
Â
Pun kutemui tetua berjanggut panjang keputihan namun tamat akan dunia, juga tetua bersalib dan bersanding Rosario namun amanat Tuhan tak dipelihara, pula tak sekali kutemui hampa musafir yang bersemayam dalam tawadhu' dan rahasia, yang dikafirkan dan dianggap gila karena sujud dalam cinta tanpa hasrat dunia.
Nalarku mendeteksi bahwa kenal pada sadar ialah yang mengerti hakikat Alif hingga YA, perihal alfa dan omega hingga semua sebelum semua, yang memaknai hidup setelah hidup, yang bukan sekedar tanah, yang tidur dan bersujud hingga berzikir diwaktu yang sama,
Yang memaknai akhir bukan sebatas awal masa, dia yang pahami kemegahan dunia sebatas penjara, dan yang mengerti hakikat ada sebelum ada ditakdirkan hadir sebagai ada, kudengar mereka yang cerdas berkata Seraya menghujat.
"Kalau ulama Kenapa tak tenar media ?" Â
"Kalau ulama Kenapa tak bergelar dan tak berharta?"
"kalau ahli agama Kenapa dijauhi dunia?"
Fahamku seketika peka bahwa zaman ini adalah zaman serba gila, dimana manusia menggilakan yang waras dan mewaraskan yang gila, negasikan yang gaib sebagai ciptaan dan menjunjung setan berfisik sebagai raja di atas raja, menjunjung kedangkalan dan mendangkalkan kedalaman Kharisma, hatiku polos bertanya,
"Akankah alim yang Riya di cintai tuhanya ?",
"Kenapa manusia berani memaklukkan hingga menjara hak perogratif pencipta?"
Sukmaku nasehati raga
"Saudaraku ada yang berpegang pada syariat, ada yang kusyuk temukan Ridha diluar Syariah dengan tujuan yang sama kepada sang pemilik semesta".
Tak perlu Tuhan diri hingga mencela dengan cap gila, sesat bahkan bid'ah, karena Rasul utusan pencipta tentu memiliki amalan rahasia yang tak sembarang diceritakan, sebagai gadist yang diberitahukan sebagai sunnah.
Jangan sesekali kafankan Marwah iman hanya demi mengejar fitnah
Ringkasan:
Penggambaran tentang kegilaan dan kekosongan dalam kehidupan manusia. Mengungkapkan pertemuan dengan seseorang yang disebut Gila, Yang tampak kehilangan arah dan tanpa hasrat duniawi. Kegilaan sejati, kuasa sementara, dan peran pemimpin agama. Menyoroti kesadaran spiritual dan pemahaman akan hakikat kehidupan, serta mengkritik kehancuran moral dalam masyarakat modern.
By : Â Cak Lubis Official - Jejak Lubis Pwdpi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H