Asik banget. Apalagi kalau ketemu dengan temen-temen lama, wah seru!
Dulu waktu baru-baru tinggal di Malang, suatu hari tetangga yang sudah berumur 68 tahun ketemu dengan temen lamanya yang sepertinya masih seumuran. "Wei taek! Sik urip ae tah koen! jiancuk ngelonthe dek endhi ae koen iku? Tak goleki ra tau tumon!"
"Uh jiancuk! Koen sing tak goleki gak tau ketemu, wis piro bojomu?" bales yang disapa.
"Ha ha ha ha . . . . " mereka berdua tertawa.
Sepenggal kisah di atas jika dilihat dari tatanan sopan-santun, uh, jauh banget. Tidak satupun kalimat yang mereka gunakan dapat dikatan layak untuk diucapkan, tapi hal ini terjadi diseluruh belahan dunia. Kalimat yang biasa dipakai untuk memaki dipergunakan untuk mengungkapkan keakraban dan ini dibenarkan dalam tata bahasa. Di sinilah selalu mengakibatkan kesalahpahaman antara satu dengan lainnya.
Dalam bercanda ada banyak hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
Bahan Bercanda
Sebelum bercanda ini adalah hal yang sangat perlu diperhatikan, misalkan ada menulis sebuah candaan: "Nasihat untuk wanita: Janganlah kau marah pada orang yang kau sayangi, karen jangan sampai datang wanita lain dengan menggunakan pakaian sutra yang menerawang atau G-string sebagai obatnya."
Mungkin buat kita ini adalah gurauan yang mengasyikkan, tapi belum tentu bagi orang lain. Jadi bila hal ini melebar kemana-mana tentu anda sendiri lho yang harus bertanggung jawab wa ka ka ka . . .
Begini teman, dalam bercanda hendaknya kita perhatikan hal-hal sebagai berikut:
Teman Bercanda
Wah, ini yang sering luput, karena sudah merasa besar, kita merasa satu tingkat dengan teman bercanda. Meskipun candaan tersebut telah melebar kemana-mana hingga menyentuh seputar ristleting sekalipun, tetap saja harus diperhatikan siapa teman yang diajak bercanda tadi, apakah lebih muda atau jauh lebih tua dari kita, kemudian asal lingkungan kita, apakah kita adalah temannya langsung atau teman dari temannya, apakah kita telah kenal lama atau baru kenal dan lain sebagainya.
Jangan tau-tau kita nongol dalam sebuah candaan dan kontra terhadap candaan itu. Hal ini akan mengakibatkan ketidaknyamanan dari lingkungan itu sekalipun itu adalah teman bapak/ibu, teman suami/istri, teman om/tante, teman kakak/adek dan lain-lain, sebelum kita diterima di lingkungan itu maka ada baiknya kita menjaga jarak dari lingkungan tersebut.
Jangan Egois
Wkwkwkwkwk . . . . ada beberapa orang dalam bercanda sukanya hanya mencandain teman saja dan ketika dicandain menunjukkan sikap yang tidak senang. Wow, ini sangat tidak baik teman, karena di sinilah dapat diketahui egois atau tidaknya seseorang. Orang yang pintar akan membalas candaan tadi dengan pintar pula, sehingga tidak ada yang tersinggung.
Hmm . . . . apa lagi ya?
Sebenarnya banyak tatanan yang harus diperhatikan itu. Pada dasarnya tidak ada yang salah atas suatu hal, hanya saja mungkin kita tidak terbiasa dengan hal tersebut, makanya kita sebut itu salah. Misal, di kalangan suku pedalaman atau terkebelakang, kaum perempuan hanya menggunakan penutup disekitar pinggang dan dada-terbuka sedangkan kaum prianya hanya menggunakan penutup kelaminnya yang sedikit itu sementara membiarkan bagian lain terbuka. Hal ini adalah biasa bagi mereka dan kita tidak bisa ujug-ujug mengatakan itu salah, itu budaya mereka, mereka nyaman dengan itu.
Islam boleh saja melarang ummatnya memakan anjing, babi dan hewan lain yang dinyatakan haram, tapi bila ada orang bukan islam yang suka maka-makanan dari hewan-hewan tersebut hal itu tidak dapat dikatakan salah, salah itu bila mereka itu islam tapi bagi mereka itu tidak, maka biarkanlah itu menjadi urusan mereka.
Tuhh kan . . . ceritanya makin melebar saja, tapi ga pa pa kan he he he . . . yah pada dasarnya bercanda itu mengasyikkan, justru buat mereka yang tidak suka bercanda stereotip garing akan menempel dalam diri mereka. Candaan membuat suasana menjadi asik, yang keras menjadi cair, yang tegang menjadi lunak dan lain sebagainya. Candaan juga dapat dijadikan alat untuk menunjukkan ketidaknyamanan akan suatu hal lho,ini sebuah cara halus dalam mengungkapkan perasaan.