Mohon tunggu...
Kamaluddin
Kamaluddin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Pasca Sarjana Ekonomi Trisakti dan Sekertaris Wilayah Forum Santri Nasional Sulawesi Tenggara

Memanusiakan Manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ujian Nasional "Masih" Dibutuhkan?

1 Desember 2019   11:29 Diperbarui: 1 Desember 2019   11:27 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Dok. Pribadi

Ujian nasional adalah salah satu cara untuk menilai kempuan siswa atau kunci seorang siswa bisa melanjutkan pendidikannya kejenjang berikutnya. Kerena ujian nasional adalah kunci maka dari itu para siswa diseluruh indonesia dengan keras akan belajar siang dalam untuk memenuhi target yang diinginkan, bahkan mereka akan menambah beban belajar mereka diluar dari biasanya untuk mencapai kata "Lulus" ketika Ujian Nasional dilaksanakan.

Ujian Nasional dilaksanakan pertama kali diera Soekarno pada tahun 1950, kala itu ujian nasional dijadikan alat untuk mengukur kompetensi atau kemampuan siswa dalam memahami mata pelajaran, dan pemerintah pada saat itu melakukan standarisasi seseorang siswa dikatakan lulus atau berhasil dalam mata pelajaran.

Ketika pasca reformasi pemerintah melakukan reformasi pendidikan, namun tetap memberikan stadarisasi bagi siswa dikatakan lolos ujian nasional yakni dimulai dari 3,0 sampai yang paling tinggi terjadi pada tahun 2008 yakni 5,5 bahkan mata pelajaran yang diujiankan juga bertambah.

Memasuki tahun 2014 pemerintah tidak melakukan perombakan dengan memberikan kewenangan kepada sekolah untuk meluluskan siswanya akan tetap Ujian Nasional tetap dilaksanakan disekolah-sekolah diseluruh Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Budaya mengeluarkan keputusan baru yakni memberikan wewenang penuh kepada sekolah untuk meluluskan siswa-siswinya, namun Ujian Nasional tetap dilaksanakan sebab menurut pemerintah ujian nasional merupakan tolak ukur untuk menguji kompetensi siswa dalam beberapa mata pelajaran.

Ujian Nasional yang selalu diselenggarakan oleh pemerintah setiap tahunnya sebagai salah satu cara untuk melihat kompetensi siswa dengan menerapkan standarisasi nilai mata pelajaran untuk kelulusan siswa, hal tersebut membuat para siswa diseluruh Indonesia melakukan study hard untuk mencapai nilai yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Ujian nasional yang diselenggarakan selama bertahun-tahun oleh pemerintah harus mengalami pembaruan atau dikaji ulang, apakah masih relevan atau diperlukan sebuah standarisasi bagi siswa untuk dikatakan lulus dalam mata pelajaran, sebab sejauh ujian nasional diadakan di Indonesia, Ujian Nasional hanya membuat siswa-siswi fokus mengejar atau mencapai nilai yang tinggi bukan mengembangkan diri untuk menjadi siswa-siswi yang kreatif dan inovatif.

Saya memiliki beberapa alasan mendasar kenapa pemerintah harus mengkaji ujian nasional:

  1. Ujian Nasional yang diselenggarakan telah membebani siswa dan tidak berkeadilan, sebab setiap sekolah memiliki kualitas dan infrastruktur yang berbeda. Jika standarisasi diterapkan merata, lantas bagaimana dengan sekolah yang ada diplosok negeri.
  2. Ujian Nasional cenderung pemborosan,  anggaran yang besar untuk biaya melaksanakan ujian nasional tidaklah kecil, pada tahun 2019 anggaran ujian nasional yang dikeluarkan sebesar Rp. 210 Miliar. Bukan hanya anggaran tapi ujian nasional telah membuang waktu para siswa, sebab siswa fokus pada nilai sehingga mereka kurang mengexpelor kreatifitas dan inovatifnta, dan ketika siswa lulus mengikuti ujian nasional, para siswa juga akan tetap mengikuti ujian masuk perguruan tinggi jika mereka ingin melanjutkan pendidikan kejenjang berikutnya.

Selain alasan diatas masih banyak lagi menjadi alasan kenapa ujian nasional harus dipertimbangkan ulang.

Jika pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap melaksanakan Ujian Nasional atau tetap diterapkannya ujian nasional alangkah baiknya jika terlebih dahulu pemerintah melihat sistem pendidikan dinegera lain, salah satu contoh negara yang memiliki sistem pendidikan yang baik adalah Finlandia.

Finlandia tercacat memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia, sebab didalam sistem pendidikan di finlandia tidak menerapkan yang namanya ujian nasional, karena bagi pemerintah finlandia yang terpenting adalah bagaimana siswa bisa kreatif, inovatif dan aktif ketika proses belajar mengajar, bukan hanya itu para guru di finlandia melakukan penilain terhadap siswa setiap hari ketika proses belajar didalam kelas maupun diluar kelas tanpa melakukan standardisasi.

Sistem pendidikan di Finlandia berhasil menciptakan siswa-siswi yang kreatif dan inovatif, sehingga alangkah baiknya indonesian harus berani untuk mencoba keluar dari kebiasan lama yakni memberikan standarisasi penilaian kepada siswa, sebab hal tersebut akan membebani siswa terutama siswa yang ada didaerah-daerah terpencil di indonesia. Pendidikan di indonesia harus bisa membuat siswa merdeka sehingga para siswa bisa dengan leluasa memunculkan kreatifitas dan inovatifnya.

Melihat pendidikan di indonesia yang memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan berkompetensi mengejar nilai yang tinggi. Sehingga pendidikan bisa melahirkan generasi bangsa yang kreatif dan inovatif.

Berangkat dari hal tersebut maka bisa dikatakan wacana menteri pendidikan yang baru untuk menghapus atau mengkaji ulang ujian nasional dalam sistem pendidikan di indonesian sangat tepat, akan tetapi pemerintah juga harus mempersiapkan sebuah sistem yang baik sebagai pengganti ujian nasional jikalau ujian nasional diputuskan untuk dihapus dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Sistem yang baru yang akan dibuat sebagai penganti dari ujian nasional harus bisa melahirkan peserta didik yang memiliki kreatifitas dan inovatif sehingga mampu bersaing dalam dunia kerja.

Sistem yang baru juga harus bisa menjawab tantangan dunia internasional dan mengikuti kemajuan teknologi, dan yang paling terpenting adalah sistem yang baru harus memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk bekreasi sesuai dengan kemampuan dan minat para peserta didik itu sendiri sehingga membuat peserta didik tidak terkungkung dengan nilai yang selama ini menjadi momok bagi mereka. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun