Mohon tunggu...
Iswanto
Iswanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Indonesia dan Kitab Suci Pancasila

26 April 2016   14:05 Diperbarui: 28 April 2016   07:58 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia bukanlah negara sembarangan, karena Negara ini punya kitab Pancasila. Kemurnian kitab pancasila telah berkali-kali dibuktikan, percobaan untuk merubahnya telah gagal atas kuasa Tuhan. Kitab Pancasila sebagai pedoman hidup telah membawa penduduk negara Demokrasi Indonesia kedalam ketaatan berdemokrasi yang luar biasa.

Lelucon terhadap pancasila adalah sebuah dosa besar yang harus segera ditobati, sebab umat demokrasi Indonesia akan menghakimi dengan hukuman sosial yang bukan hanya terjadi di alam nyata tapi juga di alam maya. Terkadang orang boleh bebas mencandakan agamanya, tapi jangan pernah mencandakan Pancasila. Melupakan rukun Islam adalah hal biasa, tapi melupakan lambang salah satu sila Pancasila adalah perbuatan tercela  dan memalukan yang bisa berbuah hujatan.

Segala bentuk kepercayaan yang bertentangan dengan kitab Pancasila adalah penyimpangan, ini sama hal-nya dengan ajaran sesat yang wajib untuk dimusnahkan, sesudah musnah-pun, bahayanya harus dilatenkan, Komunis contohnya. Sebagai ajaran sesat,  pengikutnya harus ekstra hati-hati bahkan nyaris tak ada yang berani menunjukkan jati dirinya secara terang-terangan. Jangankan mengamalkan ajarannya secara terbuka, memakai lambangnya saja bisa berakibat fatal. Ajaran sesat ini memang memiliki sejarah yang membuat Negara Demokrasi Indonesia trauma, bahkan rasa trauma itu diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi, tidak pernah membuka pintu maaf atas pertaubatan nasuhah sekalipun.

Negara menaruh kepercayaan atas keberadaan Tuhan sebagaimana disebutkan dalam ayat pertama kitab Pancasila. Karenanya kebebasan untuk memeluk agama dijamin oleh negara. Cara orang beribadah juga semakin maju mengikuti perkembangan jaman, beribadah itu bukan hanya di tempat yang berbangunan fisik dan konvensional. Banyak orang yang menarik sajadahnya dari masjid dan menggelarnya di media sosial seperti facebook, blackberry maupun whatsapp. Media sosial bukan hanya menjadi tempat curhat, tapi sudah menjadi tempat sholat, tempat berdoa, tempat ceramah, tempat kebaktian, atau secara umum menjadi tempat untuk ber-kesalehan. Ibadah di tempat ibadah itu kuno, Tuhan yang Maha Esa tidak mungkin ndeso dan kuno, toh kemajuan ini-pun atas restu Tuhan juga.  Tuhan tahu bahwa tidak ada halangan bagi para pendoa, maka wajar jika tempat-tempat ibadah konvensional  sudah semakin sepi dan ditinggalkan karena tidak mengikuti perkembangan jaman di era teknologi informasi yang juga melanda negara demokrasi seperti Indonesia, Tuhan ada dimanapun kita berada, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Orang hanya butuh merubah status “Alhamdulillah, selesai sholat dhuhur” untuk memberi tahu Tuhan bahwa yang empunya status baru saja sholat duhur.

Prinsip penting lainnya di dalam kitab Pancasila adalah Musyawarah dan Mufakat. Atas prinsip ini tidak ada vonis salah atas suatu keburukan jika rakyat atau wakilnya sudah bermufakat bahwa hal itu bukan-lah sebuah keburukan. Benar dan salah adalah relatif, salah bisa berubah menjadi benar asalkan sama-sama bersepakat, pun demikian sebaliknya. Setiap keputusan bisa dimusyawarahkan, kebuntuan bisa bolong dengan lobi. Kebingungan memilih bisa selesai dengan voting suara terbanyak. Maka, suara terbanyak menjadi  sangat-lah penting. Banyak calon pemimpin yang berlomba-lomba mencitrakan diri sebaik mungkin untuk meraih simpati suara terbanyak. Orang yang tidak pernah dekat dengan rakyat tiba-tiba saja muncul di pasar, diselokan, ditepi kali sebagai pahlawan penyelamat.

Sumber gambar : www.artimimpi.xyz

Musyawarah mufakat juga sering kali efektif digunakan untuk menyelesaikan beberapa kasus hukum, misal anak pejabat, anak artis terkenal, anak orang kaya yang bermobil mewah mencelakakan rakyat hingga meninggal. Masalah akan menjadi sangat sederhana dan bisa cepat mendapatkan permufakatan, “kami sudah melakukan musyawarah dengan pihak keluarga korban, bahwa masalah ini akan kami selesaikan dengan cara kekeluargaan”. Akhir yang sangat indah. Berbeda dengan maling ayam, maling jemuran, atau maling sandal. Bagi rakyat Negara ini, ayam-sendal- jemuran adalah kebutuhan dasar yang harus diperjuangkan mati-matian, bila perlu ganti nyawa bagi pencurinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun