Mohon tunggu...
Cak Idur
Cak Idur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hobi membaca dan menulis. Tertarik dengan ICT, pertahanan, teknik, dan sosio-ekonomi.. Ngeblog juga di www.cakidur.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mengayuh Antara Dua China: Hibah F-5 Taiwan

22 Juli 2012   12:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:43 1970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KASAU pernah mengungkapkan ke publik akan mempertimbangkan hibah 16 pesawat tempur F-5 dari Taiwan. Pemimpin militer disamping merupakan pejabat struktural namun segala prilakunya berpengaruh secara sosial politik termasuk politik luar negeri. Konflik dua China antara Republik Rakyat China (Tiongkok daratan) dengan Republik China (Tiongkok pulau Formosa atau Taiwan) masih berlanjut hingga sekarang. Taiwan yang tercipta dari masa Perang Dingin mendapat sokongan kuat dari Amerika Serikat. Bahkan ada UU resmi AS yang memberikan perlindungan terhadap Taiwan yaitu Mutual Defense Treaty 1955 dan Taiwan Relations Act 1979. Taiwan mendapat kemudahan akses perlengkapan persenjataan dari AS dalam rangka mempertahankan diri. Di sisi lain RRC sangat bersikeras menentang tindakan dari negara manapun yang berhubungan dengan Taiwan terutama hubungan politik dan diplomatik. RRC mengklaim bahwa Taiwan merupakan kedaulatan RRC dan bila perlu akan menggunakan kekuatan militer untuk memulihkan kedaulatannya. Saat Krisis Selat Taiwan Ketiga pada 1995 yang tercetus karena kunjungan presiden Taiwan Lee Teng-Hui ke AS, RRC mengerahkan pasukan besar di pesisir Fujian dan meluncurkan sejumlah rudal ke perairan Taiwan. Akibatnya AS mengerahkan 2 grup kapal Induk USS Nimitz dan USS Independence yanhg berbasis di Jepang untuk berlayar ke Selat Taiwan, memberi sinyal tekanan ke RRC. Indonesia pun pernah diprotes oleh RRC pada tahun 2006 karena kunjungan tidak resmi Presiden Taiwan Chen Shui-Bian ke Batam. Kunjungan ke industri Taiwan di Batam dilaksanakan di sela-sela perbaikan teknis pesawat kepresidenan Taiwan yang transit di bandara Hang Nadim.

Pesawat tempur F-5 Tiger II Angkatan Udara Taiwan

Negara Indonesia sebagai pelopor GNB di masa lalu tentu tidak mau terjebak dengan konflik di antara dua blok politik-militer. Memiliki prinsip politik luar negari yang bebas-aktif. Namun prinsip ini harus diadopsi dengan cerdas karena adanya pakta militer terutama di masa Perang Dingin dan munculnya RRC saat ini sebagai kekuatan ekonomi dan militer yang mendekati adidaya AS. Negara Indonesia dari masa Orde Lama menganut prinsip satu China yakni RRC namun menjalin kerjasama yang saling menguntungkan diantara dua China denga tanpa mengakui Taiwan sebagai negara merdeka. Alhasil Indonesia menampung investasi Taiwan dalam jumlah signifikan. Demikian juga di bidang tourisme, banyak turis mancanegara dari Taiwan berkunjung ke Indonesia. Sebaliknya, Taiwan menjadi salah satu primadona tujuan kerja informal bagi banyak warganegara Indonesia. Melihat sejarah konflik yang panjang dan posisi strategis RRC, seharusnya militer Indonesia lebih arif terhadap sensisitvitas RRC berkenaan dengan Taiwan. Pernyataan KASAU tentang hibah F-5 Taiwan pasti membuat gusar pemerintah RRC meski dengan cepat pada hari yang sama Humas AU (Dispenau) meng-counter pernyataan KASAU bahwa Indoensia tidak ada rencana akuisi Taiwan. Informasi hibah F-5 Taiwan jika benar seharusnya merupakan rahasia dan dimainkan dengan cerdas. Kejadian ini menunjukan kurang solidnya kerjasama antara militer dengan Kemenhan dan Deplu. Kita harus berkaca dari sejarah dan mengambil pelajaran dari Operasi Alpha dalam pembelian pesawat tempur A-4 Sky Hawk bekas Israel di awal dekade 1980-an. Hubungan dengan Israel merupakan isu yang sangat sensitif bagi negara-negara sahabat Indonesia terutama Liga Arab maupun penduduk Muslim Indonesia. Keuntungan penjualan minyak akibat naiknya harga minyak dunia pasca perang Arab-Israel dan tawaran murah dari surplus pesawat tempur A-4 Israel mendorong militer Indonesia membelinya. Terlebih konflik di Timor-timur belum reda dan Indonesia sangat membutuhkan pesawat serang darat semacam A-4 Sky Hawk. Sedangkan pesawat-pesawat tempur baru yang dibeli dari Blok Barat dilarang oleh negara produsen untuk dipakai di Timor timur. Program pengadaan A-4 Israel termasuk pelatihan awak dilakukan secara rahasia. Pilot generasi pertama A-4 dilatih langsung di Israel. Pengiriman mainframe pesawat A-4 Sky Hawk dilakukan dengan kapal kargo secara rahasia pula. Kapal kargo berlayar dari pelabuhan Israel melalui Terusan Suez menuju Madagascar. Setelah mencampai selatan pulau Madagascar, kapal kargo berbelok haluan menuju pelabuhan Tanjungpriok melewati Lautan Hindia. Di tengah laut kapal kargo disamarkan dengan mengubah cat lambung kapal. Begitu sandar di pelabuhan Tanjungpriok, kapal tidak langsung bongkar muatan. Tapi menunggu saat malam hari untuk memindahkan muatan dari pelabuhan menuju Lanud Halim. Mainframe pesawat yang masih lengkap dengan logo dan cat kamuflase AU Israel dibungkus dengan terpal penutup yang sama digunakan saat pengangkutan pesawat F-5 Tiger II untuk membuat citra bahwa yang diangkut adalah pesawat F-5. Hibah F-5 Taiwan seharusnya diolah dengan seksama supaya Indonesia mendapat keuntungan maksimal tanpa kerugian dari reaksi RRC. Padahal belum lama ini Indonesia telah menekan kerjasama pembuatan rudal anti-kapal C-705 dengan RRC sebagai salah satu strategi Indonesia menguasasi teknologi persentaan rudal. Siapapun khawatir RRC akan bertindak sepihak berkaitan dengan hibah F-5 Taiwan. Mestinya hibah satu skudron F-5 Taiwan diambil secara tidak langsung dan secara rahasia. Kita ambil contoh misalkan airframe F-5 dikirim terlebih dahulu ke Korea Selatan. Di sana diupgrade atau dikustom dahulu oleh industri pertahanan Korsel sesuai kondisi operasional di Indonesia. Baru kemudian dikirim menuju Indonesia sebagai aset Korsel dalam rangka bonus pembelian satu skuadron T-50. Taiwan dan Korea Selatan adalah negara operator F-5 terbesar di dunia. Pesawat F-5 pun di Indonesia masih operasional dan diperlukan mengingat kebutuhan pesawat tempur yang masih jauh dari kata mencukupi secara jumlah. Bahkan dari 16 pembelian F-5 dari AS pada tahun 1982, 12 di antaranya mendapat upgrade di SABCA Belgia. Diperkirakan usia pakainya hingga 2020. Jika Indonesia berhasil mendapatkan tambahan F-5 bekas dari taiwan tentu akan lumayan menambah secara signifikan kemampuan udara dan membikin segan negara-negara sekitar yang mau macam-macam. Sumber: cakidur.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun