Dalam bekerja baik pekerja keras (blue collar) maupun pekerja cerdas (white collar), semua pasti menggerakkan tulang belakang. Terlebih pekerja keras harus memperhatikan tingkat keamanan tulang belakang. Sistem jaringan saraf manusia terdiri atas jaringan saraf pusat dan saraf tepi. Jaringan syaraf pusat manusia ada dua yakni otak dan sumsum tulang belakang. Otak yang lemah dan lunak dilindungi tulang tengkorak kepala dan sumsum tulang belakang dibalut tulang belakang. Antara otak dan sumsum tulang belakang dihubungkan oleh sumsum penghubung atau batang otak (medulla oblongata). Jaringan saraf tepi menghubungkan organ dengan jaringan saraf pusat. Jaringan saraf tepi dibagi atas saraf sadar dan saraf otonom. Jaringan saraf sadar menggerakkan organ dan otot sesuai dengan kehendak manusia. Sebaliknya jaringan saraf otonom mengerakkan organ yang bekerja di luar kendali sadar manusia. Jaringan saraf otonom dibagi lagi menjadi saraf simpatik dan saraf parasimpatik. Fungsi kerja saraf simpatik bertolak belakang dengan saraf parasimpatik. Secara statistik, penderita gangguan nyeri tulang belakang atau low back pain lebih banyak diderita oleh pekerja kasar (blue collar). Namun sebagian penderita low back pain juga termasuk pekerja white collar. Ruas tulang belakang berjumlah 33 buah yang tersusun atas 7 ruas tulang leher (cervical vertebrae), 12 ruas tulang punggung (thoraxical vertebrae), 5 ruas tulang pinggang (lumbar vertebrae), 5 ruas tulang kelangkang (sacrum), dan 4 ruas tulang ekor (cocyx). Tulang leher, tulang punggung, dan tulang pinggang masing-masing ruasnya dipisahkan oleh cakra (disc) yang merupakan bantalan antar ruas. Sedangkan tulang kelangkang dan tulang ekor ruas-ruasnya menyatu. Materi cakra bersifat cenderung elastis, menjadi penopang antar ruas dan ikut menerima beban mekanik dari konstruksi tulang belakang. Penerima beban terbesar di ruas tulang belakang dari berbagai posisi tubuh adalah tulang pinggang. Beban berlebihan yang diterima ruas-ruas tulang belakang bisa menyebabkan cakra berubah bentuk (deformasi) sehingga menekan (menjepit) saraf di dekatnya. Beban yang lebih besar lagi bisa menyebabkan fraktur (patah) ruas tulang belakang. Oleh karena itu ergonomi kerja di dalam aktivitas pekerjaan perlu mendapat perhatian. Otot ligamen yang terbesar mengikat ruas tulang belakang memang berada di tulang pinggang. Posisi yang ergonomis adalah menjaga postur tulang belakang tetap lurus atau tegak dalam berbagai posisi ketika mendapat beban. Menghindari membungkuk saat membawa atau mengangakat beban berat. Menurut penelitian fisiologi kerja, ambang batas mengangkat beban yang memberatkan tulang belakang (threshold) adalah 11 kg. Kondisi yang lelah bisa menurunkan ambang tersebut. Sangat penting memperhatikan kecukupan istirahat dan kebugaran. Posisi duduk lebih membebani ruas tulang belakang terutama pinggang dari pada posisi berdiri. Oleh karena itu pada posisi duduk, punggung selayaknya mendapat topangan (sandaran) yang nyaman. Terlebih posisi kerja yang mendapat getaran dalam jangka panjang lebih dari 0,8 m/s2 seperti sopir dan operator alat berat. Mereka lebih rentan terhadap gangguan nyeri punngung (low back pain). Penderita low back pain lebih banyak berjangkit di negara berkembang dari pada negara maju karena perhatian dan kesadaran terhadap ergonomi di tempat kerja masih kurang. Tak kalah pentingnya adalah kecukupan nutrisi terutama kalsium supaya densitas massa tulang belakang tetap terjaga. Sumber: http://cakidur.wordpress.com/2012/05/27/tulang-belakang-dan-ergonomi-kerja/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H