Mohon tunggu...
Cak Idur
Cak Idur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hobi membaca dan menulis. Tertarik dengan ICT, pertahanan, teknik, dan sosio-ekonomi.. Ngeblog juga di www.cakidur.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Tank Leopard 2, How Low Can You Go?

31 Maret 2014   22:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:15 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam taktik dan strategi peperangan modern, peran tank dalam memenangkan pertempuran sangat diandalkan. Dimulai dari pemberdayaan tank dalam Perang Dunia II oleh angkatan darat Jerman yang sangat efektif dalam perang reguler hingga perang kota saat ini. Pengalaman perang dan rekayasa teknik Jerman dalam menghasilkan tank sudah tidak diragukan lagi, bersaing dengan MBT populer dunia dari AS dan Rusia. Bahkan dalam banyak segi justru lebih unggul. Jadi tidak keliru, pemerintah Indonesia memilih tank Jerman sebagai tulang punggung armada tank AD dalam modernisasi senjata. Harga lebih murah dibandingkan M1A2 Abrams tapi kualitas sangat kompetitif. Pembelian tank Jerman sudah diteken pemerintah Indonesia dan Jerman pada 7 November 2012 dengan pagu anggaran US$ 280 juta untuk 164 unit tank. Paket pembelian tersebut mencakup 62 unit tank Leopard 2 Revolution, 42 unit tank Leopard 2A4, 4 unit tank Buffel ARV (Bergepanzer), 3 unit tank Leguan AVLB, 3 unit tank Kodiak AEV, dan 50 unit tank Marder 1A2. Alutsista tank Jerman tersebut akan dikirim bertahap mulai Oktober 2013 hingga akhir 2014. Marder merupakan tank kelas medium yang berformat IFV (Infantry Fighting Vehicle) pendamping MBT dalam doktrin perang reguler. Perannya setara dengan IFV Bradley 2 pendamping MBT Amerika Serikat M1A2 Abrams. Tank Leopard 2 Revolution merupakan paket upgrade dari seri tank Leopard 2 dengan kustomisasi sesuai spesifikasi yang diinginkan konsumen. Sedangkan tank Leopard 2A4 adalah stok lama AD Jerman di mana penjualannya merupakan bagian dari program efisiensi Jerman untuk mengurangi surplus persenjataan. Dimulai dari era berakhirnya Perang Dingin sehingga ancaman serangan militer dari Pakta Warsawa berakhir disusul perkembangan perekonomian yang memburuk di masa kini dililt krisis finansial Eropa. Kondisi lebih buruk juga dialami AD Belanda yang menjual aset tank Leopard 2 bahkan melikuidasi satuan kavaleri MBT demi menghemat anggaran pertahanan. Ironisnya aset tersebut sempat ditawar oleh pemerintah Indonesia meski akhirnya ditolak parlemen Belanda dengan alasan rekam jejak pelanggaran HAM Indonesia yang buruk. Memaksa pemerintah Indonesia beralih mencari pemasok Leopard 2 ke Jerman langsung sebagai produsennya. Kepemilikan Main Battle Tank untuk pertama kalinya bagi Indonesia sepatutnya tidak boleh hanya berhenti dengan sekedar MBT. Tentu dalam program jangka panjang perlu dilengkapi dengan alutsista pendukung lainnya untuk menciptakan platform taktik dan strategi utilisasi MBT baik dalam perang reguler maupun perang asimetris. Pendayagunaan MBT membutuhkan payung perlindungan udara baik dari helikopter serang maupun pesawat tempur peran CAS (Closed Air Support).  Dalam hal ini membutuhkan helikopter dan pesawat serang darat yang memiliki kemampuan menghancurkan sasaran kendaraan lapis baja lawan dalam misi memberi perlindungan bagi gerak maju armada tank. Demikian juga manajemen pertempuran dengan sistem jaringan informasi dan dukungan IRS (Intelligent, Recoinnance, dan Surveillance). Masih perlu kerja keras untuk mewujudkan impian seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun