Mohon tunggu...
Abdul Hamied
Abdul Hamied Mohon Tunggu... -

Lahir di Sumenep, 17 Mei 1978. Pendidikan terakhir S2 Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dekontruksi Susi; Susi Dipuji, Susi Dicaci!

28 Oktober 2014   20:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:25 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

SUSI yang di puji dan di caci!. walaupun namanya Susi Pudjistuti, tapi tak sedikit yang mencaci. Karena tak tamat SMA, karena merekok saat selesai di lantik, bahkan karena bertatto?.

Ada juga yang memuji, karena walaupun hanya sekolah SMP dan dari jual beli ikan tapi bisa sukses punya bisnis pesawat terbang.

Saya yakin bahwa Susi di pilih Jokowi utk di dapuk jadi menteri pasti bukan karena tak sekolah tinggi, atau krn ia merokok di istana saat di hadapan media, atau karena betisnya bertatto. Saya yakin Susi dipilih karena ia dinilai sukses bisnis dibidang air laut (baca: jual ikan laut).

Tapi tak banyak juga yang tahu atau mungkin  lupa bahwa, bagi Jokowi - -Susi mempunyai jasa yang sangat besar untuk menghantarkan Jokowi-JK mnjadi presiden yaitu saat pesawat jet koleksinya dipakai kampanye keliling nusantara. Trus kalau begitu Susi jadi menteri bukan karena kompetensinya dong? tapi lebih kepada balas jasa atau politik transaksional?. Pasti ada seribu satu alasan untuk membantah tesis tersebut. Tapi yang pasti, no free lunch!.

Kehadiran Susi mendekontruksi banyak hal termasuk mendekontruksi nilai. Secara positif, Susi mentransformasi spirit dan mendekontruksi kejumudan semangat para nelayan dan petani yang sekarang ini tak berani bermimpi besar.

Susi membangun mimpi-mimpi baru bahwa nelayan bisa sukses, penjual ikan bisa beli pesawat jet, bahwa tak tamat SMA bisa manjadi menteri. Semua bisa dengan kerja keras dan kerja cerdas.

Akan tetapi ia juga mendekontruksi nilai-nilai dalam masyarakat termasuk nilai kesopanan dan nilai kesuksesan.

Nilai sebuah kesuksesan sekarang  adalah materi, dan hal itu sudah jamak.

Sukses itu tak perlu pendidikan formal, untuk jadi menteri tak perlu gelar profesor atau merangkak lewat karir berjenjang partai. Cukup modal sukses kaya raya, punya pesawat jet yang dipinjamkan untuk kampanye tak perduli ia "tak sopan" karena adat ketimuran perempuan merokok tak baik apalagi ia seorang menteri merokok di depan umum. Tak peduli walaupun badannya penuh tatoan masih bisa menjadi menteri bahkan mungkin jadi presiden?.

Kalau kita amini bahwa sukses itu adalah materi an sich, dan kalau jabatan selevel menteri tak perlu pendidikan mentereng yang penting sukses dan bisa kerja? Pertanyaannya, masih relevankan kampanye wajar dikdas 9 tahun atau masih relevankan adanya perguruan tinggi? Dalam tataran praktis, harusnya tak perlu lagi CPNS mensyaratkan sarjana karena dengan SMP saja sudah cukup sampai level menteri apalagi cuma bawahan?.

Kalau kita sepakat bahwa badan tatoan tak masalah yang penting kinerjanya bagus, maka mulai hari ini tak boleh d instansi pemerintah termasuk TNI Polri yang mensyaratkan pelarangan orang bertatto untuk berkarier, karena menteri saja boleh kog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun