Bandung. Dan saat berada di sana, saya berniat menggunakan kendaraan angkutan kota (angkot) untuk bermobilitas. Dan angkot yang rencananya akan saya naiki adalah jalur Terminal Sadang Serang-Stasiun Hall.
Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke KotaNamun hampir satu jam saya menanti kendaraan umum bercat hijau garis kuning itu di Jl Cikutra Barat, tak ada satu pun yang melintas.
Padahal semula saya ingin menggunakan angkot karena sedang enggan menggunakan angkutan daring. Di samping itu, tarif menuju Stasiun Bandung dengan menggunakan angkot dari wilayah Cikutra hanya sekitar Rp6.000, tentu lebih murang jika dibandingkan menggunakan ojek daring.
Tapi karena setelah lama saya menunggu namun angkot tak datang jua, terpaksa saya pun memesan angkutan daring. Dan tarif yang harus saya bayarkan pun tiga kali lebih mahal daripada menggunakan angkot.
Begitulah kurang lebih gambaran operasional angkot di Kota Bandung saat ini. Sepengamatan saya saat beberapa kali berkunjung ke Bandung, hanya segelintir angkot yang melintas di kawasan pusat kota yang melintas dan menawarkan jasanya.
Di dalam angkot yang melintas pun amat jarang terlihat penuh sesak oleh penumpang. Terkadang yang saya amati dalam satu angkot hanya ada 3 hingga 4 penumpang, namun ada pula yang hanya membawa satu penumpang. Â
Angkot nampaknya tidak lagi jadi pilihan utama warga Bandung dalam bermobilitas. Kendaraan pribadi makin mudah didapat. Ojek daring dan taksi daring dengan kondisi mobil jauh lebih baik memperketat persaingan.
Namun berbeda dengan masa sebelum pandemi, dimana angkot di Bandung masih banyak beredar mencari penumpang selepas waktu Maghrib, saat ini seusai senja angkot kian jarang ditemui khususnya di wilayah pusat Kota Bandung.
Ditambah lagi, pandemi Covid-19 beberapa waktu silam, yang menjadikan masyarakat membatasi mobilitas dan cenderung memilih menggunakan kendaraan pribadi agar tidak menciptakan "kerumuman" penumpang di angkot, juga berimplikasi pada penurunan pendapatan pengemudi dan pemilik angkot.
Jalanan Kota Bandung yang kian macet akibat pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi, juga menjadikan bisnis angkot tak lagi diminati di Kota Kembang. Bahkan dalam hal kemacetan, Asian Development Bank (ADB) pada 2019 menyematkan Bandung sebagai kota ke-14 termacet di Asia dan pertama di Indonesia, mengalahkan Jakarta dan Surabaya.
Dampaknya, jumlah angkot yang resmi beroperasi di Kota Bandung berdasarkan Open Data Jabar pada tahun 2022 berjumlah 2.671 unit. Jumlah tersebut menurun drastis dibanding tahun 2019 yang sebanyak 13.610 unit berdasarkan data Kota Bandung dalam Angka.