Mimbar akademik bukanlah sesuatu yang ilegal. Pernyataan aspirasi semacam ini memiliki dasar hukum, yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Pasal 8 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2012 menyatakan: Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.
Kemudian, dalam pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 disebutkan:
(1) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan kebebasan Sivitas Akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.
(2) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.
Jadi, jelaslah bahwa meskipun tidak harus berbentuk dalam sebuah surat pernyataan yang ditandatangani oleh pimpinan lembaga pendidikan apalagi harus menggunakan stempel, namun mimbar akademik tetap sah untuk disebut sebagai pernyataan sebuah lembaga pendidikan. Jika dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun yang dikritik, nampaknya masih adem ayem saja dalam menghadapi kritikan dari 30 lembaga yang menyuarakan mimbar akademik terkait Pemilu 2024. Suara-suara yang mengkritisi rangkaian pelaksanaan Pemilu (khususnya Pilpres) 2024 dijawab oleh istana dengan jawaban normatif mimbar akademik merupakan hak demokrasi.
"Itu (mimbar akademik) hak demokrasi ya," kata Jokowi dalam sebuah kesempatan.
"Bapak Presiden juga telah menegaskan freedom of speech adalah hak demokrasi," ujar Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana kepada wartawan, 2 Februari lalu.
Baiklah, dengan tanggapan yang datar dan normatif seperti ini, Jokowi sebagai presiden tentu sudah mencermati dan menerima masukan dari lingkaran terdekatnya secara seksama bahwa suara-suara mimbar akademik ini masih dalam batas-batas yang ditoleransi.
Artinya, suara-suara protes terhadap manuver yang dilakukan Jokowi beserta para menterinya, yang dilantangkan oleh 30 lembaga itu, tidak akan sampai membahayakan posisinya sebagai pucuk pimpinan negeri. Jokowi tentu saat ini telah mengukur gelombang protes itu tidak akan membesar hingga menjadi sebuah konflik horisontal yang membawa implikasi mengerikan, seperti yang terjadi pada tahun 1998 lalu.